BioFuel (Bahan Bakar Hayati)

Bahan bakar hayati (bahasa Inggris: Biofuel) adalah setiap bahan bakar baik padatan, cairan ataupun gas yang dihasilkan dari bahan-bahan organik. Biofuel dapat dihasilkan secara langsung dari tanaman atau secara tidak langsung dari limbah industri, komersial, domestik atau pertanian. Ada tiga cara untuk pembuatan biofuel: pembakaran limbah organik kering (seperti buangan rumah tangga, limbah industri dan pertanian); fermentasi limbah basah (seperti kotoran hewan) tanpa oksigen untuk menghasilkan biogas (mengandung hingga 60 persen metana), atau fermentasi tebu atau jagung untuk menghasilkan alkohol dan ester; dan energi dari hutan (menghasilkan kayu dari tanaman yang cepat tumbuh sebagai bahan bakar).

Proses fermentasi menghasilkan dua tipe biofuel: alkohol dan ester. Bahan-bahan ini secara teori dapat digunakan untuk menggantikan bahan bakar fosil tetapi karena kadang-kadang diperlukan perubahan besar pada mesin, biofuel biasanya dicampur dengan bahan bakar fosil. Uni Eropa merencanakan 5,75 persen etanol yang dihasilkan dari gandum, bit, kentang atau jagung ditambahkan pada bahan bakar fosil pada tahun 2010 dan 20 persen pada 2020. Sekitar seperempat bahan bakar transportasi di Brasil tahun 2002 adalah etanol.

Biofuel menawarkan kemungkinan memproduksi energi tanpa meningkatkan kadar karbon di atmosfer karena berbagai tanaman yang digunakan untuk memproduksi biofuel mengurangi kadar karbondioksida di atmosfer, tidak seperti bahan bakar fosil yang mengembalikan karbon yang tersimpan di bawah permukaan tanah selama jutaan tahun ke udara. Dengan begitu biofuel lebih bersifat carbon neutral dan sedikit meningkatkan konsentrasi gas-gas rumah kaca di atmosfer (meski timbul keraguan apakah keuntungan ini bisa dicapai di dalam praktiknya). Penggunaan biofuel mengurangi pula ketergantungan pada minyak bumi serta meningkatkan keamanan energi.

Ada dua strategi umum untuk memproduksi biofuel. Strategi pertama adalah menanam tanaman yang mengandung gula (tebu, bit gula, dan sorgum manis) atau tanaman yang mengandung pati/polisakarida (jagung), lalu menggunakan fermentasi ragi untuk memproduksi etil alkohol. Strategi kedua adalah menanam berbagai tanaman yang kadar minyak sayur/nabatinya tinggi seperti kelapa sawit, kedelai, alga, atau jathropa. Saat dipanaskan, maka keviskositasan minyak nabati akan berkurang dan bisa langsung dibakar di dalam mesin diesel, atau minyak nabati bisa diproses secara kimia untuk menghasilkan bahan bakar seperti biodiesel. Kayu dan produk-produk sampingannya bisa dikonversi menjadi biofuel seperti gas kayu, metanol atau bahan bakar etanol.

Energi biomassa dari Limbah

Penggunaan limbah biomassa untuk memproduksi energi mampu mengurangi berbagai permasalahan manajemen polusi dan pembuangan, mengurangi penggunaan bahan bakar fosil, serta mengurangi emisi gas rumah kaca. Uni Eropa telah mempublikasikan sebuah laporan yang menyoroti potensi energi bio yang berasal dari limbah untuk memberikan kontribusi bagi pengurangan pemanasan global. Laporan itu menyimpulkan bahwa pada tahun 2020 nanti 19 juta ton minyak tersedia dari biomassa, 46% dari limbah bio: limbah padat perkotaan, residu pertanian, limbah peternakan, dan aliran limbah terbiodegradasi yang lain.

Tempat penampungan akhir sampah menghasilkan sejumlah gas karena limbah yang dipendam di dalamnya mengalami pencernaan anaerobik. Secara kolektif gas-gas ini dikenal sebagai landfill gas (LFG) atau gas tempat pembuangan akhir sampah. Landfill gas bisa dibakar baik secara langsung untuk menghasilkan panas atau menghasilkan listrik bagi konsumsi publik. Landfill gas mengandung sekitar 50% metana, gas yang juga terdapat di dalam gas alam.

Biomassa bisa berasal dari limbah materi tanaman. Gas dari tempat penampungan kotoran manusia dan hewan yang memasuki atmosfer merupakan hal yang tidak diinginkan karena metana adalah salah satu gas rumah kaca yang potensil pemanasan globalnya melebihi karbondioksida. Frank Keppler dan Thomas Rockmann menemukan bahwa tanaman hidup juga memproduksi metana CH4.

Bahan bakar berbentuk cair bagi transportasi

Sebagian besar bahan bakar transportasi berbentuk cairan, sebab berbagai kendaraan biasanya membutuhkan kepadatan energi yang tinggi. Kendaraan biasanya membutuhkan kepadatan kekuatan yang tinggi yang bisa disediakan oleh mesin pembakaran dalam. Mesin ini membutuhkan bahan bakar pembakaran yang bersih untuk menjaga kebersihan mesin dan meminimalisir polusi udara. Bahan bakar yang lebih mudah dibakar dengan bersih biasanya berbentuk cairan dan gas. Dengan begitu cairan (serta gas-gas yang bisa disimpan dalam bentuk cair) memenuhi persyaratan pembakaran yang portabel dan bersih. Selain itu cairan dan gas bisa dipompa, yang berarti penanganannya mudah dimekanisasi, dan dengan begitu tidak membutuhkan banyak tenaga.

Biofuel generasi pertama

Biofuel generasi pertama menunjuk kepada biofuel yang terbuat dari gula, starch, minyak sayur, atau lemak hewan menggunakan teknologi konvensional.

Biofuel generasi pertama yang umum didaftar sebagai berikut.

Minyak sayur

Minyak sayur dapat digunakan sebagai makanan atau bahan bakar; kualitas dari minyak dapat lebih rendah untuk kegunaan bahan bakar. Minyak sayur dapat digunakan dalam mesin diesel yang tua (yang dilengkapi dengan sistem injeksi tidak langsung, tetapi hanya dalam iklim yang hangat. Dalam banyak kasus, minyak sayur dapat digunakan untuk memproduksi biodiesel, yang dapat digunakan kebanyakan mesin diesel bila dicampur dengan bahan bakar diesel konvensional. MAN B&W Diesel, Wartsila dan Deutz AG menawarkan mesin yang dapat digunakan langsung dengan minyak sayur. Minyak sayur bekas yang diproses menjadi biodiesel mengalami peningkatan, dan dalam skala kecil, dibersihkan dari air dan partikel dan digunakan sebagai bahan bakar.

Biodiesel

Biodiesel merupakan biofuel yang paling umum di Eropa. Biodiesel diproduksi dari minyak atau lemak menggunakan transesterifikasi dan merupakan cairan yang komposisinya mirip dengan diesel mineral. Nama kimianya adalah methyl asam lemak (atau ethyl) ester (FAME). Minyak dicampur dengan sodium hidroksida dan methanol (atau ethanol_ dan reaksi kimia menghasilkan biodiesel (FAME) dan glycerol. 1 bagian glycerol dihasilkan untuk setiap 10 bagian biodiesel.

Biodiesel dapat digunakan di setiap mesin diesel kalau dicampur dengan diesel mineral. Di beberapa negara produsen memberikan garansi untuk penggunaan 100% biodiesel. Kebanyakan produsen kendaraan membatasi rekomendasi mereka untuk penggunaan biodiesel sebanyak 15% yang dicampur dengan diesel mineral. Di kebanyakan negara Eropa, campuran biodiesel 5% banyak digunakan luas dan tersedia di banyak stasiun bahan bakar.

Di AS, lebih dari 80% truk komersial dan bis kota beroperasi menggunakan diesel. Oleh karena itu penggunaan biodiesel AS bertumbuh cepat dari sekitar 25 juta galon per tahun pada 2004 menjadi 78 juta galon pada awal 2005. Pada akhir 2006, produksi biodiesel diperkirakan meningkat empat kali lipat menjadi 1 miliar galon.

Bioalkohol

Alkohol yang diproduksi secarai biologi, yang umum adalah ethanol, dan yang kurang umum adalah propanol dan butanol, diproduksi dengan aksi mikroorganisme dan enzym melalui fermentasi gula atau starch, atau selulosa. Biobutanol seringkali dianggap sebagai pengganti langsung bensin, karena dapat digunakan langsung dalam mesin bensin.

Butanol terbentuk dari fermentasi ABE (aseton, butanol, etanol) dan eksperimen modifikasi dari proses tersebut memperlihatkan potensi yang menghasilkan energi yang tinggi dengan butanol sebagai produk cair. Butanol dapat menghasilkan energi yang lebih banyak dan dapat terbakar “langsung” dalam mesin bensin yang sudah ada (tanpa modifikasi mesin). Dan lebih tidak menyebabkan korosi dan kurang dapat tercampur dengan air dibanding ethanol, dan dapat didistribusi melalui infrastruktur yang telah ada. Dupont dan BP bekerja sama untuk menghasilkan butanol.

Bahan bakar etanol merupakan biofuel paling umum di dunia, terutama bahan bakar etanol di Brasil. Bahan bakar alkohol diproduksi dengan cara fermentasi gula yang dihasilkan dari gandum, jagung, bit gula, tebu, molasses dan gula atau amilum yang dapat dibuat minuman beralkohol (seperti kentang dan sisa buah, dll). Produksi etanol menggunakan digesti enzim untuk menghasilkan gula dari amilum, fermentasi gula, distilasi dan pengeringan. Proses ini membutuhkan banyak energi untuk pemanasan (seringkali menggunakan gas alam).

Produksi etanol selulosa menggunakan tanaman non-pangan atau produk sisa yang tak bisa dikonsumsi, yang tidak mengakibatkan dampak pada siklus makanan.

Memproduksi etanol dari selulosa merupakan langkah-tambahan yang sulit dan mahal dan masih menunggu penyelesaian masalah teknis. Ternak yang memakan rumput dan menggunakan proses digestif yang lamban untuk memecahnya menjadi glukosa (gula). Dalam laboratorium ethanol selulosik, banyak proses eksperimental sedang dilakukan untuk melakukan hal yang sama, dan menggunakan cara tersebut untuk membuat bahan bakar ethanol.

Beberapa ilmuwan telah mengemukakan rasa prihatin terhadap percobaan teknik genetika DNA rekombinan yang mencoba untuk mengembangkan enzym yang dapat memecah kayu lebih cepat dari alam, makhluk mikroskopik tersebut dapat tidak sengaja terlepas ke alam, tumbuh secara eksponensial, disebarkan oleh angin, dan pada akhirnya menyebabkan kerusakan struktur seluruh tanaman, yang dapat mengakhiri produksi oksigen yang dilepaskan oleh proses fotosintesis tumbuhan.

Ethanol dapat digunakan dalam mesin bensin sebagai pengganti bensin; ethanol dapat dicampur dengan bensin dengan persentase tertentu. Kebanyakan mesin bensin dapat beroperasi menggunakan campuran ethanol sampai 15% dengan bensin. Bensin dengan ethanol memiliki angka oktan yang lebih tinggi, yang berarti mesin dapat terbakar lebih panas dan lebih efisien.

Bahan bakar etanol memiliki BTU yang lebih rendah, yang berarti memerlukan lebih banyak bahan bakar untuk melakukan perjalan dengan jarak yang sama. Dalam mesin kompresi-tinggi, dibutuhkan bahan bakar dengan sedikit ethanol dan pembakaran lambat untuk mencegah pra-ignisi yang merusak (knocking).

Ethanol sangat korosif terhadap sistem pembakaran, selang dan gasket karet, aluminium, dan ruang pembakaran. Oleh karena itu penggunaan bahan bakar yang mengandung alkohol ilegal bila digunakan pesawat. Untuk campuran ethanol konsentrasi tinggi atau 100%, mesin perlu dimodifikasi.

Ethanol yang meyebabkan korosif tidak dapat disalurkan melalui pipa bensin, oleh karena itu diperlukan truk tangki stainless-steel yang lebih mahal, meningkatkan konsumsi biaya dan energi yang dibutuhkan untuk mengantar ethanol ke konsumen.

Banyak produsen kendaraan sekarang ini memproduksi kendaraan bahan bakar fleksibel, yang dapat beroperasi dengan kombinasi bioethanol dan bensin, sampai dengan 100% bioethanol.

Alkohol dapat bercampur dengan bensin dan air, jadi bahan bakar etanol dapat tercampur setelah proses pembersihan dengan menyerap kelembaban dari atmosfer. Air dalam bahan bakar ethanol dapat mengurangi efisiensi, menyebabkan mesin susah dihidupkan, menyebabkan gangguan operasi, dan mengoksidasi aluminum (karat pada karburator dan komponen dari besi).

 BioGas

Biogas diproduksi dengan proses digesti anaerobik dari bahan organik oleh anaerobe. Biogas dapat diproduksi melalui bahan sisa yang dapat terurai atau menggunakan tanaman energi yang dimasukan ke dalam pencerna anaerobik untuk menambah gas yang dihasilkan. Hasil sampingan, digestate, dapat digunakan sebagai bahan bakar bio atau pupuk.

Biogas mengandung methane dan dapat diperoleh dari digester anaerobik industri dan sistem pengelolaan biologi mekanik. Gas sampah adalah sejenis biogas yang tidak bersih yang diproduksi dalam tumpukan sampah melalui digesti anaerobik yang terjadi secara alami. Bila gas ini lepas ke atmosfer, gas ini merupakan gas rumah kaca.

Oils and gases can be produced from various biological wastes:

  • Thermal depolymerization of waste can extract methane and other oils similar to petroleum.
  • GreenFuel Technologies Corporation developed a patented bioreactor system that uses nontoxic photosynthetic algae to take in smokestacks flue gases and produce biofuels such as biodiesel, biogas and a dry fuel comparable to coal.

Biofuel padat

Contohnya termasuk kayu, arang, dan manur kering.

Syngas

Syngas dihasilkan oleh kombinasi proses pyrolysis, kombusi, dan gasifikasi. Bahan bakar bio dikonversi menjadi karbon monoksida dan energi melalui pyrolysis. Masukan oksigen terbatas diberikan untuk mendukung kombusi. Gasifikasi mengubah materi organik menjadi hidrogen dan karbon monoksida.

Campuran gas yang dihasilkan, syngas, adalah bahan bakar.

Biofuel generasi kedua

Para pendukung biofuel mengklaim telah memiliki solusi yang lebih baik untuk meningkatkan dukungan politik serta industri untuk, dan percepatan, implementasi biofuel generasi kedua dari sejumlah tanaman yang tidak digunakan untuk konsumsi manusia dan hewan, di antaranya cellulosic biofuel. Proses produksi biofuel generasi kedua bisa menggunakan berbagai tanaman yang tidak digunakan untuk konsumsi manusia dan hewan yang diantaranya adalah limbah biomassa, batang/tangkai gandum, jagung, kayu, dan berbagai tanaman biomassa atau energi yang spesial (contohnya Miscanthus). Biofuel generasi kedua (2G) menggunakan teknologi biomassa ke cairan, diantaranya cellulosic biofuel dari tanaman yang tidak digunakan untuk konsumsi manusia dan hewan.

Sebagian besar biofuel generasi kedua sedang dikembangkan seperti biohidrogen, biometanol, DMF, Bio-DME, Fischer-Tropsch diesel, biohydrogen diesel, alkohol campuran dan diesel kayu. Produksi cellulosic ethanol mempergunakan berbagai tanaman yang tidak digunakan untuk konsumsi manusia dan hewan atau produk buangan yang tidak bisa dimakan. Memproduksi etanol dari selulosa merupakan sebuah permasalahan teknis yang sulit untuk dipecahkan. Berbagai hewan ternak pemamah biak (seperti sapi) memakan rumput lalu menggunakan proses pencernaan yang berkaitan dengan enzim yang lamban untuk menguraikannya menjadi glukosa (gula). Di dalam labolatorium cellulosic ethanol, berbagai proses eksperimen sedang dikembangkan untuk melakukan hal yang sama, lalu gula yang dihasilkan bisa difermentasi untuk menjadi bahan bakar etanol. Para ilmuwan juga sedang bereksperimen dengan sejumlah organisme hasil rekayasa genetik penyatuan kembali DNA yang mampu meningkatkan potensi biofuel seperti pemanfaatan tepung Rumput Gajah (Panicum virgatum).

Jerami tanaman minyak biji Rapa sebagai salah satu sumber energi alternatif penting dimasa depan. Jerami minyak biji Rapa kebanyakan tidak lagi digunakan petani, hanya sebagai kompos dan tempat tidur hewan ternak. Tetapi dengan memanfaatkan jerami minyak biji Rapa akan menghasilkan energi alternatif Biofuel terbarukan. Ilmuwan dari Institute of Food Research mencari cara, bagaimana mengubah jerami dari minyak biji Rapa menjadi energi alternatif biofuel. Penemuan awal menunjukkan bagaimana proses pembuatan biofuel bisa diproduksi lebih efisien, serta bagaimana meningkatkan produksi jerami minyak biji Rapa dapat ditingkatkan. Jerami dari tanaman seperti gandum, barley, dan minyak biji Rapa dipandang sebagai sumber potensial energi biomassa untuk meningkatkan produksi biofuel generasi kedua. Setidaknya produksi di Inggris mencapai sekitar 12 juta ton jerami minyak biji Rapa. Dalam kenyataannya, minyak biji Rapa banyak digunakan untuk tempat tidur hewan ternak dan kompos dan pembangkit energi. Jerami berisi campuran gula yang dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif biofuel, dimana dalam penggunaannya tidak bersaing dengan produksi pangan melainkan merupakan solusi berkelanjutan dalam hal pemanfaatan limbah. Gula yang ada pada jerami tidak dapat diakses oleh enzim yang membebaskannya agar dapat dikonversi menjadi energi alternatif biofuel, sehingga perawatan sebelum pengelolaan jerami akan sangat diperlukan.

APA PERBEDAAN BIOFUEL, BIOETHANOL, BIODIESEL, DAN BIOGAS?

 

Sederhananya, biofuel adalah energi yang terbuat dari materi hidup, biasanya tanaman. Bioetanolbiodiesel, dan biogas adalah jenis biofuel. Biofuels dianggap energi terbarukan, mengurangi peran dari bahan bakar fosil, dan telah mendapat perhatian dalam transisi ke ekonomi rendah karbon.

Bioetanol adalah adalah bahan bakar paling dikenal baik sebaik biofuel dan merupakan alkohol yang dihasilkan dari jagung, sorgum, kentang, gandum, tebu, bahkan biomassa seperti batang jagung dan limbah sayuran. Hal ini biasanya dicampur dengan bensin.  Namun, tanaman secara khusus untuk jenis biofuel tidak ideal karena energi yang dibutuhkan berhadapan dengan masalah dampak lingkungan, dan emisi yang terkait dengan panen dan transportasi, belum lagi keterkaitannya dengan peningkatan harga pangan global. Namun, produksi bioetanol di Amerika Serikat telah meningkat sejak tahun 1990-an. Hampir semua bensin saat ini dijual di AS dicampur 10% ethanol karena menjadi standar bahan bakar terbarukan (renewable fuel standard-rfs). Kebutuhan itu diberlakukan pada tahun 2005, tetapi diperluas sebagai bagian dari 2007 ketergantungan energi dan security act. Pada 2012, 12,95 milyar galon bioetanol diproduksi di dalam negeri. Industri mendapat dukungan yang kuat ( termasuk subsidi ) dengan UU Pertanian AS Tahun 2008 (Farm Bill 2008), namun dukungan ini mungkin akan menurun pada tahun 2014.

Biodiesel adalah minyak dari tumbuhan atau hewan yang telah digunakan sebagai alternatif atau dicampur dengan minyak solar di mobil dan armada industri dengan mesin diesel. Eksportir terkemuka biodiesel (kedelai ) adalah Argentina yang pada Desember 2013 mengajukan keluhan ke Pertemuan WTO Ketiga terhadap Uni Eropa untuk menempatkan pajak impor di biodiesel, tetapi menanggapi permintaan tempat lain dengan meningkatkan ekspor ke Amerika Serikat yang menciptakan biodiesel sendiri juga sebanyak 1.1 miliar galon pada 2012. Biodiesel juga telah mendapat dukungan dari pemerintah dan akan terpengaruh oleh penurunan Renewable Fuel Standard (RTS), persyaratan untuk diesel ditambahkan pada tahun 2007.

Jelantah atau minyak dari memasak juga dapat dikonversi ke biodiesel dan lebih berkelanjutan karena produk sampingan dari proses lain. Mesin diesel secara otomatis dapat menjalankan off campuran dengan 20% atau kurang biodiesel. Di atas 20% biodisel atau dari minyak nabati dari memasak membutuhkan penyesuaian. Pusat daur ulang lokal dan regional telah membuat biodiesel lebih mudah diakses, tetapi ada batas untuk pengolahan skala besar untuk biodiesel dari minyak goreng dan juga bahan baku dasar karena berpengaruh pada harga pangan. Gas alam dan bahan bakar alternatif kendaraan murah seperti hibrida dan mobil listrik juga menggantikan permintaan untuk biodiesel .

Biogas dibuat sebagai produk sampingan dari membusuk tanaman dan hewan limbah di lingkungan dengan tingkat rendah oksigen : tempat pembuangan sampah , fasilitas pengolahan limbah, dan susu. Biogas terdiri terutama dari metana dan karbon dioksida (gas rumah kaca), sehingga insentif yang kuat untuk menjaga biogas dari memasuki atmosfer. Biogas dapat ditangkap dan digunakan untuk transportasi, memasak, dan listrik. Lebih lanjut tentang manfaat sini. Ini sebenarnya telah digunakan selama berabad-abad. Di negara berkembang, skala mikro atau rumah tangga proyek tersebar di tahun 1970 dengan sekitar 4 juta biogas tanaman saat ini di India dan 27 juta di Cina. Namun, studi menunjukkan bahwa banyak tanaman di daerah pedesaan tidak berfungsi karena kurangnya pemeliharaan dan memerlukan perbaikan sehingga penggunaannya pada masa depan membutuhkan jaringan operasional untuk mengatasi masalah ini.

sumber : wikipedia.com

Eukaliptus

Eukaliptus (Dari bahasa Yunani: ευκάλυπτος = “tertutupi dengan baik”) adalah sejenis pohon dari Australia. Ada lebih dari 700 spesies dari Eukaliptus, kebanyakan asli dari Australia, dengan beberapa dapat ditemukan di Papua Nugini dan Indonesia dan juga sampai Filipina.

Anggota genus pohon ini dapat ditemukan hampir di seluruh Australia, karena telah beradaptasi dengan iklim daerah tersebut; bahkan tidak ada satu benua yang dapat digambarkan dengan sebuah genus pohon seperti Australia dengan eukaliptusnya.

Deskripsi

Eucalyptus regnans, pohon hutan, terlihat dimensi tajuknya. Tasmania, Australia

Eucalyptus camaldulensis, pohon hutan yang masih muda, terlihat bentuk tajuk yang kolektif. Murray River, Tocumwal, New South Wales, Australia

Toleransi

Kebanyakan Eukaliptus tidak tahan suhu dingin, mereka hanya tahan hingga suhu sekitar -3 °C hingga -5 °C.

Hubungan dengan hewan

Phascolarctos cinereus Koalamemakan daun eucalyptus

Minyak esensial yang didapat dari daun Eukaliptus mengandung senyawa yang merupakan disinfektan alami yang kuat dan dapat menjadi racun dalam jumlah banyak. Beberapa herbivora marsupialia, terutama koala dan beberapa oposum, toleran terhadap minyak tersebut sehingga dapat memakan daun-daunan eukaliptus.

Bahaya

Beberapa spesies eukaliptus memiliki sifat menjatuhkan dahan saat mereka tumbuh. Hutan eukaliptus penuh dengan dahan yang mati. Australian Ghost Gum Eucalyptus papuana banyak menyebabkan penebang pohon tewas karena tertimpa dahannya. Dan banyak juga orang yang tewas karena berkemah di bawah pohon ini.

Api

Dalam cuaca panas minyak Eukaliptus yang menguap dapat memberi kesan kabut biru. Minyak Eukaliptus sangat mudah terbakar (beberapa pohon telah diketahui dapat meledak) dan api dapat dengan mudah menyebar. Juga dahan dan ranting jatuh yang mati dengan mudah dapat terbakar.

Eukaliptus berkembang cepat setelah kebakaran. Setelah Kebakaran hutan Canberra 2003, berhektar-hektar spesies pohon impor mati, tetapi dalam beberapa minggu pohon-pohon Eukaliptus mengeluarkan bibit-bibit yang sehat.

Pengembangan dan kegunaan

Eukaliputs memiliki banyak kegunaan yang membuat mereka menjadi pohon yang penting secara ekonomi. Mungkin jenis Karri dan Eucalyptus melliodora merupakan jenis yang paling terkenal. Dikarenakan mereka cepat tumbuh dan kegunaan dari kayunya. Kayunya dapat digunakan sebagai hiasan, timber, kayu bakar, dan kayu pulp. Eukaliptus menyerap banyak air dari tanah melalui proses transpirasi. Mereka ditanam di banyak tempat untuk mengurangi water table dan mengurangi salinasi tanah.

Minyak eukaliptus siap didistilasi kukus dari daunnya dan dapat digunakan sebagai pembersih, pewangi, dan dalam jumlah kecil dalam suplemen makanan; terutama permen, cough drops, dan decongestants. Minyak eukaliptus juga memiki sifat menolak serangga, dan telah digunakan sebagai bahan dari penolak nyamuk komersial.

Nektar dari beberapa eukaliptus menghasilkan madu monofloral berkualitas tinggi. Daun dari ghost gum digunakan oleh suku aborigin untuk menangkap ikan. Membasahi daunnya dalam air dapat melepas pelumpuh yang melumpuhkan ikan sementara. Eukaliptus juga digunakan untuk membuat digeridoo, sebuah instrumen musik udara yang dipopulerkan oleh orang aborigin Australia.

 

sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Eukaliptus

E-Waste (Sampah Elektronik)

 

Perkembangan penggunaan alat-alat elektronik semakin lama semakin pesat. Hal ini menimbulkanpesatnya limbah elektronik yang dihasilkan. Limbah elektronik yang menumpuk dapat menimbulkan permasalahan sehingga diperlukan upaya untuk proses daur ulang. Proses daur ulang dapat dilakukan dengan meninjau komponen-komponen yang terkandung dalam limbah elektronik yang potensial untuk digunakan kembali. Komponen-komponen yang potensial untuk digunakan lagi antara lain logam-logam berharga seperti Cu, Pd, Fe, Ni, Sn, Pb, Al, Zn, Ag dan Au. Logam-lgam tersebut dapat diambil kembali (recovery) melalui proses daur ulang. Proses daur ulang dapat dilakukan secara pemisahan mekanik, pirometalurgi, hidrometalurgi dan elektrokimia.

Masing-masing cara daur ulang mempunyai kelebihan dan kekurangan ditinjau dari espek ekonomi dan ekologi sehingga diperlukan cara kombinasi untuk menghasilkan metode yang efektif dan ramah lingkungan.

Pada abad informasi ini, barang-barang elektronik seperti komputer, telepon genggam, tape recorder, VCD player, laptop, AC, baterai litium,kipas angin,mesin cuci, lemari es, lampu dan televisi bukanlah benda yang asing lagi. Barang-barang elektronik tersebut bukan hanya akrab di kalangan penduduk kota, tetapi juga telah dikenal dengan baik oleh masyarakat yang tinggal di pelosok desa sekalipun. Di negara-negara berkembang yang memiliki perekonomian rendah sangat berpeluang bagi negara maju untuk membuang sampah elektronik mereka dengan alih-alih penjualan barang dengan harga yang sangat murah sehingga barang-barang elektronik dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat di negara berkembang, bahkan bagi sebagian orang, barang tersebut merupakan kebutuhan vital yang harus terpenuhi seperti layaknya sembako.

Limbah merupakan sisa dari suatu usaha/kegiatan. Dikatakan limbah B3 (bahan beracun dan berbahaya) jika mengandung bahan-bahan berbahaya dan beracun yang karena sifat atau konsentrasi serta jumlahnya, dapat mencemarkan atau merusak lingkungan hidup, mengganggu kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya. Bila hendak dibuang ke lingkungan, penanganannya harus mengikuti ketentuan peraturan limbah B3 dan tata cara dalam perizinan. Ini dimaksudkan agar pencemaran lingkungan serta gangguan kesehatan terhadap manusia dapat dihindari.

Di Indonesia, selain merujuk pada konvensi Basel, penanganan limbah B3 diatur dalam beberapa peraturan antara lain; Kerpres 61/1993 tentang Ratifikasi Konvensi Basel, Perpres 47/2005 tentang Ratifikasi Ban Ammendement, UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, PP Nomor 18/1999 jo PP Nomor 85/1999 tentang Pengelolaan Limbah B3, UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

Kebutuhan akan layanan informasi dan pengolahan data telah menempatkan barang-barang elektronik menjadi kebutuhan hidup sehari-hari. Namun, seperti layaknya barang-barang lainnya, setelah masa tertentu, produk-produk elektronik itu tentu saja menjadi benda yang tidak dipakai lagi karena sudah ada penggantinya dalam versi terbaru atau karena rusak. Jika sudah demikian, barang-barang tersebut menjadi rongsokan elektronik atau sampah yang biasanya mengokupasi sudut-sudut ruang kerja dan gudang di rumah atau kantor. Pembuangan sampah elektronik mengalami kesulitan karena tidak semua tukang servis atau pemulung mau menerima rongsokan yang sudah kadaluwarsa dan tidak ada lagi pasarnya.

Jika sampah organik hanya perlu dibuang dan ditimbun karena mudah lapuk dan bisa diuraikan senyawanya oleh bakteri maka lain halnya dengan sampah non-organik sampah tersebut ditangani mulai dari tempat penampungan sementara hingga ke tempat pembuangan sampah non-organik berupa plastik, besi, kaca, dan beberapa material didaur ulang oleh industri kecil. Sementara itu sampah elektronik berupa trafo, bohlam, radio, TV, telepon, dan komponen pendukung lainnya, belum ada yang menangani secara sistematis dari waktu ke waktu.

images

Sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun bifenil yang bersifat karsinogenik itu terus menumpuk, hingga berpotensi menggunung dan membahayakan bagi kesehatan manusia. Selain itu keberadaan sampah elektronik juga dapat menurunkan IQ, karena ketika dibakar, sampah yang mengandung logam berat ini menimbulkan polusi udara (pencemaran timbal) yang sangat berbahaya. Jika dibuang akan menghasilkan lindi (cairan yang berasal dari dekomposisi sampah dan infiltrasi air eksternal dari hujan).

Limbah elektronik (E-Waste) merupakan suatu barang-barang yang terdiri dari peralatan elektronik yang telah rusak atau tidak dikehendaki lagi. Komposisi bahanbahan yang terkandung dalam limbah elektronik adalah bahan plastik, bahan oksida, logam-logam seperti Cu, Pd, Fe, Ni, Sn, Pb, Al, Zn, Ag dan Au. Keberadaan limbah elektronik semakin lama akan semakin menumpuk sehingga diperlukan penanganan dan pengolahan yang ramah lingkungan. Tujuan penulisan artikel kajian ini adalah untuk memberikan informasi tentang kandungan logam-logam berharga dan teknik recoverynya melalui proses daur ulang.

Manfaat yang diharapkan adalah memberikan informasi tentang kandungan logamlogam berharga dan proses recoverynya sehingga dapat digunakan sebagai tinjauan untuk penanganan dan pengolahan limbah elektronik yang efektif dan ramah lingkungan.Berdasarkan hasil kajian ini menunjukkan bahwa dalam limbah elektronik mengandung logam-logam yang relatif tinggi khususnya logam Cu dan mengandung logam berharga yaitu Au dan Ag serta komponen berbahan plastik yang dapat didaur ulang. Kandungan logam-logam yang relatif tinggi memberikan prospek untuk pemakaian kembali (reuse) dengan cara pengambilan kembali (recovery). Teknik recovery logam-logam dalam limbah elektronik dapat dilakukan melalui proses daur ulang secara pemisahan mekanik, pirometalurgi, hidrometalurgi dan elektrokimia.

  • Jenis Bahan Kimia sampah elektronik

Sampah barang elektronik seperti TV, DVD, kamera digital, komputer, printer, ponsel, radio, cartridge, charger dan yang lainnya nggak seharusnya berakhir di TPS umum. Limbah elektronik seperti ini harus kita simpan di gudang kita sendiri. Atau berikan pada tukang reparasi agar bisa didaur ulang kembali.

Limbah elektronik (electronic waste/e-waste) adalah barang elektronik yang dibuang karena sudah tidak berfungsi atau sudah tidak dapat digunakan lagi. E-waste perlu diwaspadai karena mengandung 1000 material. Sebagian besar dikategorikan sebagai bahan beracun dan berbahaya, seperti logam berat (merkuri, timbal, kromium, kadmium, arsenik, perak, kobalt, palladium, tembaga dan lainnya).

Beberapa limbah B3 dengan paparan risikonya, antara lain;

  1. PCBs: banyak digunakan pada bahan plastik, perekat, trafo, kapasitor, sistem hidrolis, ballast lampu, dan peralatan elektronik lainnya. Risiko: persisten di lingkungan, mudah terakumulasi dalam jaringan lemak manusia dan hewan. Mengganggu sistem pencernaan dan bersifat karsinogenik.
  2. Arsenik: digunakan dalam industri elektronik, di antaranya pembuatan transistor, semikonduktor, gelas, tekstil, keramik, lem hingga bahan peledak. Risiko: menimbulkan gangguan metabolisme di dalam tubuh manusia dan hewan, mengakibatkan keracunan bahkan kematian.
  3. Kadmium: digunakan untuk pelapisan logam, terutama baja, besi dan tembaga. Juga dalam pembuatan baterai dan plastik. Risiko: jika terisap bersifat iritatif. Dalam jangka waktu lama menimbulkan efek keracunan, gangguan pada sistem organ dalam tubuh manusia dan hewan.

Peningkatan konsumsi alat elektronik akan mengakibatkan terjadinya lonjakan e-waste di masa yang akan datang. Di Afrika Selatan dan China, diprediksi akan terjadi lonjakan e-waste hingga 200 – 400 persen pada tahun 2020. Tak terkecuali Indonesia, jika tanpa kendali dipastikan terdapat lonjakan e-waste.

Meningkatnya jumlah limbah elektronik di Indonesia dikarenakan beberapa faktor, antara lain: (1) Minimnya informasi mengenai limbah e-waste kepada publik; (2) Belum adanya kesadaran publik dalam mengelola e-waste untuk penggunaan skala rumah tangga (home appliances); (3) Pemahaman yang berbeda antar institusi termasuk Pemerintah Daerah tentang e-waste dan tata cara pengelolaannya; (4) Belum tersedianya data yang akurat jumlah penggunaan barang-barang elektronik di Indonesia; serta (5) Belum tersedianya ketentuan teknis lainnya, semisal umur barang yang dapat diolah kembali.

Menurut data dari UNEP (Program Lingkungan Hidup PBB) secara global e-wastetumbuh 40 juta ton setiap tahunnya. Sampah ponsel dan komputer personal sebagai penyumbang terbesar. Limbah emas dan perak 3%, palladium 13% dan kobalt 15%, setiap tahunnya.

Lonjakan e-waste yang paling sensasional terjadi pada produk telepon seluler (ponsel). Saat ini hampir setiap orang memiliki sebuah ponsel atau bahkan lebih, ini tentu akan mempengaruhi jumlah e-waste yang dihasilkan. E-waste tertinggi berikutnya adalah televisi yang kemudian diikuti oleh kulkas. Artinya bahwa meningkatnya jumlah e-waste terkait erat dengan peningkatan penggunaan alat elektronik yang saat ini sudah menjadi gaya hidup masyarakat dunia.

Secara rerata, volume e-waste terus mengalami peningkatan 3 – 5 % per tahun. Jumlah ini tiga kali lebih cepat dibandingkan dengan limbah jenis lain. Saat ini saja, 5% limbah padat yang dihasilkan dunia adalah e-waste. Jumlah ini hanya bisa disaingi oleh jumlah limbah kantung plastik. E-waste bersifat toksik karena kandungan timbal, berilium, merkuri, kadmium, BFRs (Brominated Flame Retardants) yang merupakan ancaman bagi kesehatan dan lingkungan.

E-waste di Indonesia

Parlemen Uni Eropa dalam instruksinya No. 2002/96/EC menggolongkan jenis-jenis limbah elektrikal dan elektronik yang termasuk dalam e-waste, antara lain:

  1. Peralatan rumah tangga berukuran besar (Large household appliances, berlabel LargeHH). Masuk kategori ini diantaranya mesin pendingin ruangan (AC), mesin cuci, lemari es, kulkas, oven.
  2. Peralatan rumah tangga berukuran kecil (Small household appliances, berlabel small HH), seperti kipas angin, kompor, blender, toaster, vacuum cleaner.
  3. Peralatan komunikasi dan teknologi informasi (IT & telecommunications equipment, berlabel ICT). Komputer, laptop, printer, telepon, modem, handphone, mesin fax, mesin scan, baterai, kalkulator masuk dalam kategori ini.
  4. Peralatan hiburan elektronik (Consumer equipment, dengan label CE); yaitu TV, radio, pemutar DVD/VCD.
  5. Perlengkapan pencahayaan (Lighting equipment, dengan label Lighting).
  6. Alat-alat listrik dan elektronik (Electrical and electronic toolswith the exception of large scale stationary Industrial tools, dengan label E&E tools). Masuk kategori ini salah satunya adalah mesin bor.
  7. Mainan elektronik dan peralatan olahraga (Toys, leisure and sports equipment, dengan label Toys).
  8. Perangkat medis (Medical devices-with the exception of all implanted and infected products, dengan label Medical Equipment).
  9. Alat monitoring dan alat kontrol (Monitoring and control instrument, dengan label M&C).

Semua jenis yang dikelompokan oleh Uni Eropa, merupakan hal yang jamak diketemukan di rumah tangga Indonesia. Artinya, secara langsung Indonesia juga bertanggung jawab dengan keberadaan e-waste.

Berdasarkan data BPS tahuin 2012, produksi elektronik dalam negeri untuk 2 (dua) jenis saja yaitu televisi dan komputer, jumlahnya cukup mencengangkan. Indonesia mampu memproduksi televisi sebanyak 12.500.000 kg/tahun. Jumlah televisi impor; 6.687.082 kg/tahun.

Dari jumlah tersebut, televisi berpotensi menghasilkan e-waste sebanyak 12.491.899.469 kg/tahun. Sementara untuk komputer, Indonesia mampu memproduksi 12.491.899.469 kg/tahun, dengan jumlah impor 35.344.733 kg/tahun. Dan potensi e-waste yang dihasilkan mencapai 36.020.493.768 kg/tahun. Padahal komposisi dalam sebuah komputer banyak mengandung silica/glass, palstik, ferrous metal dan lain-lain.

Dengan jumlah sebesar itu, celakanya Indonesia belum memiliki perhatian yang tinggi terhadap sampah elektronik. Pemahaman masyarakat, produsen dan bahkan pemerintah terbilang masih sangat rendah terhadap dampak e-waste. Pemerintah seharusnya membuat peraturan yang jelas, dimana para produsen barang elektronik harus tetap bertanggung jawab atas produknya yang beredar baik pada saat produk elektronik (e-product) itu dibuat, didistribusikan dan jika sudah tidak digunakan lagi. Sehingga produsen itu menegtahui mata rantai produksi dan distribusi dari produknya.

Sebagai contoh, penerapan EPR (Extended Producer Responsibility) dianggap sangat penting dikarenakan ini merupakan tanggung jawab produsen yang diperluas pada mata rantai produksi secara fisik dan pembiayaan hingga pada tahap setelah pemakaian/penggunaan oleh konsumen.

Dengan demikian, tanggung jawab produsen tidak hanya terhadap emisi, effluent dan limbah yang dihasilkan selama proses produksi, tetapi juga bertanggung jawab memasukkan manajemen produk terhadap produk yang telah dibuang oleh konsumennya.

Selain pemerintah, tanggung jawab juga dibebankan kepada masing-masing kelompok terkait. Produsen, misalnya; bertanggung jawab untuk memonitor distribusi produk dan bertanggung jawab untuk menangani limbah elektroniknya, mengelola limbah elektronik yang dihasilkan serta Bertanggung jawab untuk menghasilkan produk ramah lingkungan.

Sedangkan kelompok konsumen dan distributor bertanggung jawab untuk melakukan pemilahan terhadap limbah elektronik yang dihasilkan, membawa limbah elektronik tersebut ke tempat penampungan yang sudah ditetapkan serta tidak menjual langsung limbah elektronik ke pengumpul yang tidak berizin.

Dalam hal kelompok Penampung, perlu melakukan kerjasama dengan produsen dan Pemda untuk menyediakan lokasi penampungan limbah elektronik. Membantu pelaksanaan mekanisme insentif untuk konsumen yang mengembalikan barang/limbah elektroniknya.

Sedangkan industri rekondisi, bertanggung jawab melakukan rekondisi dengan kriteria produk yang dapat dipertanggungjawabkan. Serta bertanggung jawab untuk mengelola limbah dan sampah yang dihasilkan (sesuai dengan Permen LH No.18/2009 tentang Tata cara perizinan pengelolaan Limbah B3)

Persentase Perlakuan terhadap Produk Elektronik Bekas Milik

Merujuk data dari Dr. I Made Wahyu Widyasana ini terlihat bahwa menjual kembali produk bekas milik serta tukar tambah merupakan persentase terbanyak yang dilakukan konsumen Indonesia. Agaknya ini terkait dengan perilaku sebagain masyarakat yang masih mengakomodir pembelian barang bekas milik.

Dari uraian diatas, ada beberapa hal yang perlu dilakukan dalam meminimalisir limbah elektronik:

  1. Adanya satu pemahaman antar instansi terkait dalam mengelola limbah elektronik.
  2. Memberikan kesadaran kepada masyarakat umum untuk mengelola limbah elektroniknya sehingga tidak membuangnya secara sembarangan dengan memberikan solusi tatacara pengumpulan dan trade in mechanism limbah elektronik; dan menyiapkan serta menyediakan fasilitas pengumpulan, fasilitas pembuangan dan fasilitas 3R (recycle, reuse, reduce).
  3. Mendorong kepedulian semua pihak untuk mendukung pelaksanaan mekanisme EPR dan mekanisme insentif.
  4. Membangun sistem database untuk mendata: volume limbah elektronik, daftar industri rekondisi, daftar industri pengolah limbah.
  5. Kebijakan untuk peranan dan pertumbuhan industri rekondisi dan memberlakukan standar untuk produk refurbish.
  6. Memberikan informasi kepada semua pihak (terutama sektor informal) akan bahaya penanganan e-waste yang tidak terkontrol.
  7. Pengelolaan limbah B3 dari kegiatan elektronik dapat dilakukan sendiri atau diberikan kepada pihak ketiga yang telah mendapatkan izin dari KLH, sehingga KLH mendukung semua pihak untuk dapat melakukan pengelolaan limbah elektronik dan melakukan inovasi dalam pengembangan teknologi pengelolaan limbah elektronik.
  8. Mendesain metode pengawasan yang melibatkan semua pemangku kepentingan antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, produsen dan masyarakat.

Limbah elektronik mengandung logam berat seperti kadmium dan timah. Sampah elektronik pada umumnya terdapat PCB(Printed Circuit Board) mengandung logam berat seperti Cr, Zn, Ag, Sn, Pb dan Cu. Sampah elektronik adalah penyebab utama polusi tanah dan air. Karena

limbah-limbah seperti ini, tanah dan air jadi terkontaminasi dengan logam-logam berat yang beracun bagi manusia, hewan, dan tumbuhan. Limbah elektronik terdiri dari komponen-komponen listrik dan peralatan elektronik. Peralatan elektronik didefinisikan sebagai peralatan yang dioperasikan dengan menggunakan arus listrik atau memfungsikan medan magnet dan menggunakan voltase 0-1000 V untuk arus AC dan 0-1500 V untuk arus DC.

Limbah elektronik dibagi menjadi 10 kategori yaitu (Gramatyka, Nowosielki, Sakiewicz, 2007 dan Antrekowitcsh, dkk, 2006) :

– Peralatan rumah tangga yang berukuran besar(contoh: lemari pendingin)

– Peralatan rumah tangga yang berukuran kecil(contoh: kompor listrik)

– Alat komunikasi dan teknologi informasi(contoh: komputer)

– Peralatan untuk kehidupan sehari-hari(contoh: TV)

– Peralatan untuk penerangan(contoh: lampu listrik)

– Peralatan industri dengan tenaga listrik(contoh: mixer)

– Permainan anak-anak(contoh: video game)

– Peralatan kedokteran (contoh: alat X-ray)

– Monitor

– Peralatan automatic bertenaga listrik

Komposisi yang terkandung dalam limbah elektronik tergantung dari tipe dan umur alat tersebut. Sebagai contoh peralatan komputer lebih banyak mengandung logam-logam, sedangkan peralatan rumah tangga seperti lemari pendingin lebih dominan mengandung komponen yang berbahan plastik. Secara umum limbah elektronik mengandung 40 % logam, 30 % plastik dan 30 % bahan oksida. Menurut Gramatyka, Nowosielki, Sakiewicz, 2007, dalam limbah elektronik mengandung 20 % tembaga(Cu), 8 % besi(Fe), 4% timah(Sn), 2 % nikel(Ni), 2 % timbal(Pb), 1 % seng(Zn), 0,2 % perak (Ag), 0,1 % emas (Au) dan 0,005 % palladium (Pa). Selain itu mengandung polipropilen, polietilen, poliester dan polikarbonat yang berasal dari komponen berbahan plastik.

Menurut Ficeriova, J., dkk, 2008, komponen utama dalam limbah elektronik adalah 45 % logam besi, 10 % logam-logam selain besi, 22 % plastik an 9 % kaca. Komposisi kimia khususnya kandungan logam-logam dalam limbah elektronik yang telah dihancurkan kemudian dilarutkan dalam larutan tiourea dan dianalisis menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometry dapat dilihat pada Tabel 1 asd

Tabel 1. Komposisi Kimia logam-logam dalam Limbah Elektronik(Ficeriova, J., dkk, 2008)

Menurut Langner dalam Ficeriova, J., dkk, 2008, dalam limbah elektronik juga mengandung logam berharga yaitu emas. Sebagai contoh kandungan emas rendah (< 100 ppm Au) terdapat pada rangkaian elektronik pada TV,kalkulator dan monitor. Kandungan emas menengah (100 – 400 ppm Au) terdapat pada rangkaian elektronik pada komputer, laptop dan telephon. Kandungan emas tinggi(>400 ppm Au) terdapat pada ponsel.Berdasarkan hasil penelitian Mimi Salamah, dkk, 2009, yang melakukan penelitian tentang kadar logam-logam dalam limbah elektronik dengan sampel sebuah chip komputer yang dilarutkan dengan menggunakan aqua regia dan dianalisis menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometry menunjukkan bahwa kadar logam Ni, Pb dan Cd relatif tinggi dibandingkan dengan logam-logam lain. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.sdsd

Tabel 2. Kadar Logam-logam dalam Chip komputer(Mimi Salamah, dkk, 2009)

Berdasarkan hasil-hasil penelitian dan pustaka menunjukkan bahwa logam-logam yang terkandung dalam limbah elektronik memungkinkan untuk dilakukan pengambilan kembali(recovery) melalui proses daur ulang atau dimanfaatkan kembali.

Meskipun demikian perlu diperhatikan salah satu permasalahn dalam memberikan perlakuan pada limbah elektronik karena dalam limbah elektronik mengandung logamlogam berat dan senyawa-senyawa organik. Adanya kombinasi ini memungkinkan terbentuknya senyawa-senyawa volatil yang berbahaya dan terbentuknya dioksin.

Cara Menanggulangi Sampah Elektronik

Meskipun pengolahan limbah elektronik mampu menghasilkan logam-logam berharga tetapi masih menimbulkan dampak terhadap lingkungan dari proses pengolahannya dan proses pengambilan logam-logam tersebut. Oleh karena itu diperlukan suatu pemikiran dan tinjauan tentang pengolahan dan proses pengambilan logam-logam berharga yang efektif dan ramah lingkungan. Tinjauan ini dapat dilakukan dengan melihat kandungan logam-logam berharga dalam limbah elektronik yang memungkinkan dapat dimanfaatkan kembali dan proses recoverynya ditinjau dari aspek ekonomi dan ekologi.

Proses Recovery Logam-logam Berharga dalam Limbah Elektronik

Proses recovery logam-logam berharga dalam limbah elektronik termasuk dalam proses daur ulang limbah elektronik. Proses daur ulang ini masih menimbulkan berbagai permasalahan karena kompleksnya komponen penyusun limbah elektronik. Permasalahan yang paling dominan adalah permasalahan ekonomi yaitu menyangkut biaya untuk daur ulang dan permasalahan lingkungan yaitu dampak terhadap lingkungan dari proses daur ulang limbah elektronik yang masih menggunakan bahanbahan kimia berbahaya.

Berbagai cara daur ulang limbah elektronik yang telah dilakukan oleh beberapa negara adalah(Antrekowitsch, 2006):

 – Pemisahan atau pemilahan secara mekanik

Pemisahan atau pemilahan komponen-komponen penyusun limbah elektronik dilakukan sebagai langkah awal proses daur ulang. Pemisahan komponen ini berdasarkan pada bahan-bahan yang dipisahkan yaitu bahan plastik, logam, keramik, dan kaca. Setelah dilakukan pemisahan ini dilakukan perlakuan terhadap masing-masing bahan. Bahan plastik, keramik dan gelas dapat digiling dan dijadikan bahan dasar plastic, keramik dan kaca yang dapat digunakan lagi. Bahan logam diproses secara metalurgi untuk mendapatkan logam-logam murni tanpa tercampur logamlogam lain.

 – Pirometalurgi

Pirometaurgi merupakan proses secara temal, biasanya menggunakan insinerator atau alat pelebur suatu bahan pada suhu tinggi. Proses ini biasa digunakan untuk melelehkan bahan plastik atau memisahkan komponen plastik dengan komponen logam. Dalam proses pembakaran ini dapat digunakan untuk mendapatkan konsentrat logam tembaga dan timbal. Untuk logam emas dan perak dapat juga diperoleh pada proses ini tetapi pada proses yang memerlukan waktu yang panjang akan merusak logam perak. Proses ini masih mempunyai banyak kelemahan yaitu komponen barbahan plastik tidak dapat digunakan lagi dan logam-logam yang diperoleh masih

dalam bentuk logam campuran. Selain itu dalam proses ini dihasilkan gas-gas yang berbahaya karena terjadi kombnasi logam-logam berat dengan senyawa-senyawa organik dalam bahan plastik yang bersifat volatil akibat adanya proses pada suhu tinggi.

 – Hidrometalurgi

Proses hidrometalurgi biasanya dilakukan setelah dilakukan proses pemilahan antara bahan logam dan non logam. Proses ini merupakan proses pelarutan logam-logam yang terdapat dalam limbah elektronik khususnya komponen-komponen yang berukuran kecil misalnya pada pelarutan PCB dan chip. Proses pelarutan ini menggunakan pelarut antara lain asam sulfat dan peroksida, aquaregia, tiourea, larutan sianida, asam nitrat, asam klorida, natrium oksida dan lain-lain. Proses ini cukup efektif dibandingkan dengan proses yang lain karena dapat digunakan untuk recovery logam-logam dengan kemurnian yang relatif tinggi. Proses recovery yang diawali dengan proses hidrometalurgi dapat dilanjutkan dengan proses ekstraksi, pengendapan, filtrasi, elektrolisis, dan lain-lain disesuaikan dengan logam yang akan diambil lagi.

 – Elektrokimia

Proses elektrokimia merupakan metode yang sering digunakan untuk pemurnian atau pengendapan dengan melibatkan larutann elektrolit dan arus listrik. Proses ini dilakukan setealah proses hidrometalurgi karena melibatkan larutan elektrolit. Hasil pelarutan logam-logam dalam limbah elektronik difungsikan sebagai larutan elektrolit kemudian dilakukan pemisahan logam-logam yang telah dilarutkan. Sebagai contoh proses elektrokimia yang dilakukan untuk pengolahan limbah elektronik yaitu pada pengambilan logam emas dan perak melalui proses elektroplating.

Berbagai cara telah dilakukan untuk mengolah limbah elektronik. Cara-cara tersebut mempunyai kekurangan dan kelebihan. Untuk proses pemisahan atau pemilahan secara mekanik mempunyai kelebihan terpisahnya komponen-komponen sesaui bahannya sehingga dapat dilakukan proses lanjutan untuk penggunaan kembali komponen yang dihasilkan dari limbah elektronik. Kelemahan dari cara ini adalah timbulya polusi berupa debu dan suara pada saat proses penghancuran secara mekanik.

Proses pirometalurgi juga mempunyai kelemahan yaitu proses ini memerlukan energi tinggi dan menimbulkan gas-gas yang berbahaya. Kelebihan dari proses ini adalah diperoleh logam-logam campuran dengan kemurnian yang tinggi dan dapat dilanjutkan dengan pemisahan logam-logam yang dikehendaki.Proses hidrometalurgi mempunyai kelebihan dapat diperoleh logam-logam dengan kemurnian tinggi. Kelemahan dalam proses ini menimbulkan pencemaran air yang dihasilkan dari pelarut yang bersifat korosif dan toksik.

Proses elektrokimia mempunyai kelebihan dapat memisahkan logam-logam dengan kemurnian tinggi khususnya logam-logam berharga seperti emas dan perak. Kekurangan proses ini memerlukan kondisi larutan elektrolit dan kondisi elektrokimia yang optimum untuk menghasilkan hasil yang maksimal.

Berdasarkan kelebihan dan kekurangan proses daur ulang dan recovery logamlogam dalam limbah elektronik maka diperlukan kombinasi proses daur ulang dengan meninjau komponen yang akan diambil.. Proses yang dilakukan juga harus memperhatikan aspek ekonomi dan aspek ekologi.

Selain program diatas, kita juga harus mendukung pemerintah dalam pembuatan landfill di Indonesia sebagai cara yang efektif untuk melakukan proses daur ulang yang ramah lingkungan dan multifungsi. Yaitu landfill dapat dijadikan sebagai obyek wisata yang pemasukannya dapat digunakan untuk memelihara infrastruktur landfill itu sendiri.

wall-e-140-1200-1200-675-675-crop-000000

Solusi

Salah satu usaha untuk meminimalisir sampah elektronik adalah dengan menerapkan program extended producer responsibility (EPR), suatu program dimana produser bertanggung jawab mengambil kembali (take back) produk-produk yang tidak terpakai. Tujuan dari program ini adalah untuk mendorong produser meminimalisir pencemaran dan mereduksi penggunaan sumber daya alam dan energi dari setiap tahap siklus hidup produk dan teknologi proses. Selain itu, para produsen juga harusnya membantu untuk menciptakan barang elektronik yang mudah diperbaiki, di up-grade, re-use, dan aman ketika di daur ulang. Serta produsen alat elektronik juga perlu berperan serta dengan memproduksi produk ramah lingkungan dan menjalankan program daur ulang produk yang mereka hasilkan dan untuk para konsumen juga bisa berperan serta dengan memakai produk multifungsi dan mendaur ulang peralatan elektronik bekas. Bukan hanya itu kita sebagai salah satu masyarakat pengguna barang elektronik juga seharusnya turut membantu meningkatkan kesadaran masyarakat lain tentang daur ulang sampah elektronik salah satunya dengan gerakan peduli lingkungan untuk membantu daur ulang sampah elektronik.

Pencegahan

Dalam mengurangi sampah elektronik, disini peran pemerintah dalam hukum sangat penting karena selama ini dasar hukum yang belum jelas sehingga membuat para investor-investor asing dengan mudah membuang barang-barang bekas mereka ke Negara kita dengan alih-alih harga yang sangat murah. Selain itu parameter jasa/retribusi pelayanan sampah juga berperan penting, karena selama ini belum ada ukuran yang jelas yang dijadikan ukuran untuk menghitung besaran pungutan sampah ke masyarakat, sehingga membuat masyarakat semakin manja untuk selalu membuang barang-barang mereka, padahal barang-barang tersebut masih dapat digunakan hanya dengan didaur ulang saja. Selain itu kita sebagai pengguna barang elektronik juga dapat melakukan tindakan pencegahan seperti menjaga dan merawat barang elektronik, dimana sebaiknya kita menggunakan barang tersebut secara bijak, mematikan jika tidak digunakan agar masa penggunaannya lebih lama. Selain itu kita juga dapat mencoba untuk memperbaiki barang elektronik tersebut, karena mungkin saja masalahnya tidak begitu parah seperti yang kita bayangkan.

Sumber :

  1. http://ylki.or.id/2012/09/kandungan-berbahaya-dalam-e-waste/
  2. https://www.academia.edu/19122000/pengolahan_sampah_elektronik

Reklamasi

Reklamasi, adalah proses pembuatan daratan baru dari dasar laut atau dasar sungai. Tanah yang direklamasi disebut tanah reklamasi atau landfill.

Menurut UUD, definisi reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase. Reklamasi dapat juga didefinisikan sebagai aktivitas penimbunan suatu areal dalam skala relatif luas hingga sangat luas di daratan maupun di areal perairan untuk suatu keperluan rencana tertentu.

Reklamasi daratan umumnya dilakukan dengan tujuan perbaikan dan pemulihan kawasan berair yang rusak atau tak berguna menjadi lebih baik dan bermanfaat. Kawasan ini dapat dijadikan lahan pemukiman, objek wisata dan kawasan niaga.

Pro-Kontra Reklamasi

Manfaat Reklamasi

Perluasan Lahan

Bagi negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, reklamasi dapat digunakan untuk mengatasi kendala keterbatasan lahan, yang nantinya dapat dimanfaatkan menjadi lahan pemukiman yang baru. Manfaat reklamasi pantai di sini adalah tanah diperoleh tanpa melakukan penggusuran penduduk.

Memperbaiki Kondisi Lahan

Manfaat reklamasi selanjutnya adalah menjadikan kawasan berair atau lahan tambang yang rusak atau tak berguna menjadi lebih baik dan bermanfaat. Kawasan baru tersebut biasanya dimanfaatkan untuk kawasan pemukiman, perindustrian, bisnis dan pertokoan, pertanian, serta objek wisata.

Selain kedua keuntungan diatas, reklamasi yang dilakukan dengan perencanaan yang matang dapat menghasilkan berbagai manfaat positif, seperti:

  1. Daerah yang dilakukan reklamasi menjadi terlindung dari erosi karena konstruksi pengaman sudah disiapkan sekuat mungkin untuk dapat menahan gempuran ombak laut.
  2. Daerah yang ketinggiannya di bawah permukaan air laut bisa terhindar dari banjir apabila dibuat tembok penahan air laut di sepanjang pantai.
  3. Tata lingkungan yang bagus dengan peletakan taman sesuai perencanaan dapat berfungsi sebagai area rekreasi yang sangat memikat pengunjung. Hal ini bisa membuka mata pencaharian baru bagi warga sekitar.
  4. Pesisir pantai yang sebelumnya rusak, menjadi lebih baik dan bermanfaat.

Dampak Reklamasi

Seperti aktivitas pada umumnya, pro dan kontra juga terjadi pada pelaksanaan reklamasi. Sebelum reklamasi dilakukan, ada beberapa hal yang patut menjadi pertimbangan:

Pertama, bagaimana reklamasi dapat bermanfaat dan memperbaiki lingkungan, dan bukannya merusak.

Kedua, persiapan untuk menjaga biota laut dari efek samping yang mungkin muncul dalam proses pembangunan.

Ketiga, melibatkan masyarakat setempat.

Tanpa persiapan yang matang, daerah reklamasi rawan terkena dampak negatif, seperti:

  1. Peninggian muka air laut karena area yang sebelumnya berfungsi sebagai kolam telah berubah menjadi daratan.
  2. Akibat peninggian muka air laut maka daerah pantai lainnya rawan tenggelam. Setidaknya, air asin laut yang naik ke daratan membuat banyak tanaman yang mati, mematikan area persawahan dari fungsi untuk bercocok tanam. Hal ini banyak terjadi di wilayah pedesaan pinggir pantai.
  3. Akibat sejenis dari point kedua di atas adalah cepatnya peninggian muka air di lokal luar areal lahan reklamasi juga rawan tenggelam karena air hujan yang semestinya cepat sampai ke laut menjadi tertahan oleh daratan reklamasi sehingga juga mengalami banjir perkampungan pantai.
  4. Rusaknya tempat hidup hewan dan tumbuhan pantai sehingga keseimbangan alam menjadi terganggu. Apabila gangguan dilakukan dalam jumlah besar maka dapat memengaruhi perubahan cuaca serta kerusakan planet Bumi secara signifikan

Namun dengan penanganan yang tepat, dampak negatif reklamasi pantai umumnya tidak bersifat permanen atau bahkan mungkin tidak akan terjadi.

Proses dan Metode Reklamasi

Sistem Timbunan

Reklamasi dilakukan dengan cara menimbun perairan pantai sampai muka lahan berada di atas muka air laut tinggi (high water level). Sistem timbunan dilakukan dengan dua cara, yaitu: (1) Hydraulic-fill: Tanggul dibuat terlebih dahulu, kemudian baru dilakukan pengurugan, atau (2) Blanket-fill: Tanah diurug terlebih dahulu, kemudian baru tanggul dibangun/dibuat dalam galian pada tepi.

Sistem Polder

Reklamasi dilakukan dengan cara mengeringkan perairan yang akan direklamasi dengan memompa air yang berada di dalam tanggul kedap air untuk dibuang keluar dari daerah lahan reklamasi. Lahan polder dibagi menjadi berpetak-petak, dengan parit-parit untuk mengalirkan air menuju parit utama, yang kemudian dipompa ke dareah yang lebih tinggi dan dibuang ke laut. Bangunan tanggul dibuat di sekeliling lahan polder untuk melindungi lahan polder tersebut agar air tidak masuk ke daerah tersebut. Metode ini dapat digunakan dengan menggunakan backhoe dredger dan cutter suction dredger.

Sistem Kombinasi antara Polder dan Timbunan

Reklamasi ini merupakan gabungan sistem polder dan sistem timbunan, yaitu setelah lahan diperoleh dengan metode pemompaan, lalu lahan tersebut ditimbun sampai ketinggian tertentu sehingga perbedaan elevasi antara lahan reklamasi dan muka air laut tidak besar.

Sistem Drainase

Reklamasi sistem ini dipakai untuk wilayah pesisir yang datar dan relatif rendah dari wilayah di sekitarnya tetapi elevasi muka tanahnya masih lebih tinggi dari elevasi muka air laut.

Asal Bahan Material

Asal bahan material yang akan digunakan untuk menimbun areal reklamasi dapat diperoleh dari (atau tempat) sebagai berikut:

1. Material endapan pada gorong-gorong atau terowongan saluran air atau selokan yang mendangkalkan atau menyumbat saluran tersebut. Keuntungan dari point pertama ini adalah pembuangan material dari saluran air tersebut tidak akan mengganggu lahan tujuan yang tidak seharusnya mendapat buangan.

2. Material yang tersembur dari (letusan) gunung berapi.

3. Material tanah dari lahan yang tandus. Keuntungan dari point ketiga ini adalah, jika harus melakukan reklamasi, tidak sampai merusak lahan subur.

Proyek Reklamasi di Dunia

Reklamasi Dubai: Palm Jumeirah

Kota yang paling berani mengadakan proses reklamasi adalah Dubai, Uni Emirat Arab. Reklamasi Dubai yang pertama adalah Palm Jumeirah. Pulau buatan berbentuk pohon palem ini memiliki luas 572.1 ha. Lahan yang dibuat terpisah dari pesisir, dengan bentuk yang dibuat cantik.

Palm Island di Dubai, UAE

Di balik pembangunan reklamasi, pemerintah Dubai sadar bahwa lambat laun tambang minyaknya akan mengering, sehingga bisnis pariwisata dunia menjadi sorotannya saat ini. Dubai tidak memiliki sumber daya alam yang banyak, maka dari itu ia berani melakukan reklamasi daratan untuk menarik turis asing. Pulau ini menjadi pusat hiburan kelas atas dengan fasilitas yang eksklusif. Setelah Pam Jumeirah, proyek reklamasi Dubai yang masih dalam penggarapan adalah Palm Jebel Ali, Palm Deira, dan The World.

Reklamasi Dubai ini dilaksanakan oleh perusahaan pengembang nasional Dubai, Nakheel Properties. Kegiatan pengurukan dilakukan Perusahaan Belanda bernama Van Oord Dredging, salah satu ahli reklamasi di dunia

Reklamasi Singapura

Sentosa Island menjadi rumah bagi ikon negara SIngapura, Merlion.

Proyek reklamasi dunia lain yang terkenal adalah Pulau Sentosa. Pulau ini dulunya dikenal sebagai Pulau Blakang Mati yang kemudian digabungkan dengan pulau-pulau kecil sekitarnya. Pulau Sentosa seluas 500 hektar ini menjadi pusat wisata yang menawarkan berbagai macam fasilitas hiburan seperti hotel, taman, villa, dan arena permainan. Beberapa tempat wisata terkenal yang terdapat di pulau ini adalah Madame Tussauds, Underwater World, Dolphin Lagoon, Animal & Bird Encounters, Sentosa Adventure Park, dan Universal Studio Singapura.

Reklamasi Hongkong

13-08-09-peak-by-RalfR-01.jpg

Awalnya wilayah ini hanyalah pulau terpencil di Hongkong dan sepi penghuni. Lewat reklamasi di sebelah utara, timur dan timur laut Hongkong seluas 14 hektar, Tung Chung kini berubah wajah menjadi kota baru dengan magnet utamanya bandara international Hongkong dan wisata belanja. Area Tung Chung saat ini menjadi salah satu destinasi wisata utama di Hongkong. Citygate Outlets adalah magnet utama selain bandara international. Berada di jantung kota baru ini yang dihubungkan oleh MTR Tung Chung dan terminal bus, sehingga membuat Tung Chung menjadi mudah dikunjungi. Dikembangkan seluas 46,000 m2, pusat belanja ini menawarkan berbagai, hiburan, gerai makanan yang tersebar di lima lantai.

Reklamasi Belanda

Noord-Holland position.svg

Reklamasi Belanda merupakan salah contoh reklamasi sukses dunia yang mendorong Indonesia untuk melakukan reklamasi serupa. Nama proyek Port of Rotterdam disebut-sebut menjadi inspirasi “Port of Jakarta”. Port of Rotterdam memang merupakan salah satu proyek reklamasi sukses di dunia. Pelabuhan hasil reklamasi proyek Maaksvlakte 1 telah mencapai kapasitas maksimum, maka dibuka proyek Maasvlakte 2 yang menghasilkan pelabuhan baru yang sudah diberdayakan untuk kepentingan komersial sejak tahun 2013. Saat ini, Port of Rotterdam menjadi pelabuhan terbesar di benua Eropa dengan angka throughput per tahun sebesar 465 juta ton.

Proyek Reklamasi di Indonesia

Di Indonesia, reklamasi untuk membentuk daratan yang dilakukan dari garis pantai disebut dengan reklamasi pantai, dan diatur melalui Peraturan menteri Pekerjaan Umum No. 40 tahun 2007 tentang Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai. Beberapa pihak juga menggunakan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 1 tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagai dasar hukum reklamasi, namun Permen KP tersebut hanya berisi pelimpahan wewenang pengelolaan dari menteri ke kepala daerah yang telah diatur butir-butirnya dan tidak mencakup pembuatan satuan kerja pengelolaan yang baru selain yang telah disebutkan.

Dalam Permen PU No. 40 tahun 2007, syarat untuk mengajukan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yaitu:

  • Memiliki RTRW yang sudah ditetapkan dengan Perda yang mendeliniasi kawasan reklamasi pantai;
  • Lokasi reklamasi sudah ditetapkan dengan SK Bupati/Walikota, baik yang akan direklamasi maupun yang sudah direklamasi;
  • Sudah ada studi kelayakan tentang pengembangan kawasan reklamasi pantai atau kajian/kelayakan properti (studi investasi);
  • Sudah ada studi AMDAL kawasan maupun regional

Sedangkan tahap-tahap pelaksanaannya yaitu:

  1. Persiapan
  2. Pengumpulan Data
  3. Analisis, terutama AMDAL
  4. Konsepsi rencana
  5. Diskusi terbuka bersama antara pemerintah, swasta, masyarakat, DPRD, perguruan tinggi, dan pemangku kepentingan lainnya
  6. Pengesahan

AMDAL yang belum dipublikasikan kepada umum, didiskusikan secara terbuka, dan disahkan oleh kementerian lingkungan tidak bisa menjadi syarat untuk mengajukan RDTR reklamasi.

Teluk Benoa, Bali

Tol laut dibangun di atas Teluk Benoa dan efektif beroperasi tahun 2013.

Perusahaan pengembang reklamasi Benoa adalah PT Tirta Wahana Bali Indonesia. Tipe reklamasi ini adalah reklamasi darat dengan anggaran Rp. 30 Triliun. Alasan dicanangkannya reklamasi Benoa adalah kerusakan alam yang terjadi di kawasan ini.

  1. Teluk Benoa menjadi tempat pembuangan sampah. Hal ini dikarenakan sedimentasi yang sudah sangat tinggi dan perubahan bentang alam.
  2. Terjadi penyumbatan di daerah hilir DAS (daerah aliran sungai) sekitar Teluk Benoa.
  3. Teluk Benoa sudah tidak lagi produktif karena keadaan teluk yang rusak parah. Hal ini diakibatkan endapan limestones bekas jalan tol yang tidak diangkat. Serta rembesan minyak dan oli dari kapal di pelabuhan Benoa yang terjadi setiap saat tanpa ada yang mengawasi.
  4. Terjadi pendangkalan yang amat sangat, dan sedimentasi sudah hampir menyentuh pesisir mangrove. Endapan lumpur rata-rata mencapai 16 meter.
  5. Terjadi luberan sampah di mana-mana akibat sumbatan DAS.
  6. Sudah tidak ada lagi biota laut, seperti ikan, kerang, udang dan lainnya yang bisa ditangkap nelayan di teluk saat laut surut

Beberapa tujuan reklamasi Benoa akan dimanfaatkan untuk kawasan nelayan dan pertokoan tepi laut, kawasan hunian dan hotel mangrove eco chalet, kawasan olahraga air dan waterfront, kawasan taman botanical, Pulau Pudut, kawasan kultur dan pura dan kawasan pusat belanja.

Status terkini dari perkembangan proyek reklamasi Teluk Benoa berada dalam tahap izin lingkungan yang diperoleh dari dokumen analisis dampak lingkungan atau disebut AMDAL, yang dikaji oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Sejak awal tahun 2016, terdapat banyak kabar soal pengumuman hasil kajian AMDAL oleh Kementerian Lingkungan Hidup, akan tetapi sampai sekarang belum terdapat kepastian kelanjutan proyek reklamasi Teluk Benoa. [12].

Teluk Jakarta, Jakarta

Ancol, salah satu hasil proyek reklamasi Jakarta.

Latar Belakang

Pada tahun 1995, Presiden Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden No. 52 mengenai Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Keppres tersebut mengatur bahwa gubernur DKI Jakarta adalah pihak berwenang untuk reklamasi. Lampiran Keppres menunjukkan gambar di mana reklamasi tidak berupa pulau-pulau terpisah dari garis pantai utara melainkan perluasan Pantura. Namun, karena krisis moneter menimpa Indonesia di tahun 1997, maka proses pembangunan ditunda.

Pada tahun 1999, DPRD dan Pemda DKI di bawah kepemimpinan Gubernur Sutiyoso mengeluarkan Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang 2010 dimana reklamasi masuk ke rencana tata ruang dan berubah dari rencana 1995. Tujuan reklamasi disebutkan untuk perdagangan dan jasa internasional, perumahan dan pelabuhan wisata. Perda RTRW mengatakan reklamasi seluas kurang lebih 2.700 hektar dan diperuntukkan bagi perumahan.

Gugatan Kementerian Lingkungan Hidup

Tahun 2003, Kementerian Lingkungan Hidup, saat itu dipimpin Menteri Nabiel Makarim, menerbitkan Keputusan Menteri No. 14 yang menyatakan bahwa proyek reklamasi dan revitalisasi Pantura Jakarta tidak layak dilaksanakan. Kementerian mengatakan bahwa reklamasi akan meningkatkan risiko banjir terutama di kawasan utara, merusak ekosistem laut, dan menyebabkan penghasilan nelayan menurun. Proyek juga akan membutuhkan sekitar 330 juta meter kubik pasir (untuk wilayah seluas 2.700 hektar), dan akan mengganggu PLTU Muara Karang di Jakarta Utara. Di tahun 2003, enam kontraktor menggugat keputusan tersebut ke PTUN. Enam perusahaan tersebut adalah: PT Bakti Era Mulia, PT Taman Harapan Indah, PT Manggala Krida Yudha, Pelindo II, PT Pembangunan Jaya Ancol and PT Jakarta Propertindo.

Terlepas dari proses pengadilan yang sedang berjalan, pada tahun 2007 Gubernur Sutiyoso menerbitkan izin prinsip untuk Pulau 2A yang kemudian menjadi Pulau D untuk PT Kapuk Naga Indah, anak perusahaan Agung Sedayu Group pada 19 Juli dalam Surat Gubernur Nomor 1571/-1.711. Mahkamah Agung memenangkan Kementerian Lingkungan Hidup dalam kasus gugatan enam kontraktor terhadap keputusan menteri yang menyatakan reklamasi tidak layak pada tingkat kasasi. Sebelumnya kementerian kalah di dua pengadilan di bawahnya. Namun di tahun 2011 dalam persidangan Peninjauan Kembali kasus Kementerian Lingkungan Hidup vs enam kontraktor, Mahkamah Agung memenangkan enam kontraktor.

Rencana Lanjutan Reklamasi Teluk Utara Jakarta

Dalam perkembangannya, reklamasi yang tadinya ditujukan untuk Pantai Utara Jakarta menurut Keputusan Presiden No.52/1995, berubah dengan seiring ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan Peraturan Presiden No. 54 tentang rencana tata ruang Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur. Pasal 70 menyatakan bahwa Keppres No. 52/1995 masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan di bawah Perpres 2008 tersebut. Namun Pasal 72 menyatakan Keppres No. 52/1995 sepanjang berkaitan dengan aspek tata ruang tidak lagi berlaku. Kedua pasal ini menjadi sumber perdebatan mengenai Keppres No. 52/1995 yang dijadikan dasar hukum utama reklamasi Teluk Jakarta oleh Pemda DKI Jakarta.

Kawasan pantai utara Jakarta direncanakan untuk melalui proses reklamasi darat. Lahan yang akan direklamasi mencakup 17 pulau. Dua perusahaan pengembang yang sudah mendapatkan izin pada era kepemimpinan Gubernur Fauzi Bowo adalah PT Muara Wisesa Samudera yang merupakan anak perusahaan dari Agung Padomoro Group, dan PT Kapuk Naga Indah, anak perusahaan Agung Sedayu Group,

Tujuan pembangunan setiap pulau memiliki fungsi berbeda, beberapa di antaranya yaitu:

  1. Kawasan pertokoan tepi laut
  2. Kawasan outdoor dengan background tematik
  3. Kawasan taman burung (pengetahuan dan wisata)
  4. Kawasan olahraga terbuka dengan standar internasional
  5. Kawasan olahraga air dan wisata pantai
  6. Komplek olahraga, rumah sakit pusat dan pengembangan olahraga internasional
  7. Kawasan industri, perdagangan dan logistik
  8. Kawasan lembaga jasa dan keuangan
  9. Kawasan hunian, hotel, dan pusat belanja

Hingga saat ini reklamasi di Jakarta masih menuai pro kontra dari Pemprov Jakarta dan Kementerian Lingkungan Hidup. Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil di kementerian itu, Sudirman Saad mengatakan izin reklamasi itu bukan merupakan kewenangan kepala daerah, namun oleh Kementerian Kelautan. Reklamasi yang akan dilakukan pada 17 pulau belum pernah ada izin dari Kementerian

Pada Kamis (31/3/2016) malam, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta, M. Sanusi usai menerima uang dengan nilai total Rp 1.140.000.000. Uang suap itu diduga terkait dengan pembahasan Raperda Rencana Zonasi dan Wilayah Pesisir Pantai Utara dan revisi Perda nomor 8 tahun 1995 tentang Pelaksanaan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Pantura Jakarta.

Akibat dari penangkapan ini, pada 18 April 2016, Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli, Kementerian Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, dan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama memutuskan pemberhentian sementara atau moratorium reklamasi Pantai Utara Jakarta. Seluruh pihak sepakat bahwa reklamasi tidak salah, namun terdapat tumpang tindih peraturan yang perlu dibereskan.

Pantai Losari, Makassar

Pantai Losari

Tipe reklamasi yang dijalankan di daerah ini adalah reklamasi darat (pesisir). Pemanfaatan lahan reklamasi pantai atau penimbunan laut terjadi di pesisir kota Makassar mulai gencar dilakukan sejak awal tahun 2000-an. Namun berjalan lambat karena adanya pro kontra reklamasi. Pemkot Makassar juga membuat master plan rencana reklamasi kawasan strategis bisnis global terpadu Makassar yang pada akhirnya direspon oleh Pemprov dengan membuat rencana pembangunan Centre Point of Indonesia (CPI). Koordinasi Advokasi Kopel Indonesia, Musaddaq dikutip media menyebutkan, proyek CPI tanpa perencanaan di RPJMD 2008-2013.

Anggaran yang digunakan bukan dari APBN, namun menggunakan APBD. Proyek tersebut belum direstui pemerintah pusat, karena tidak melalui mekanisme persetujuan legislaitf karena menimbun laut seluas 1.466,10 hektar. Sampai saat ini pro kontra reklamasi ini pun masih terjadi.

Pendapat Ahli Terkait Reklamasi

Pro-kontra reklamasi di berbagai daerah memicu pakar dari berbagai bidang untuk angkat bicara. Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Siti Nurbaya, misalnya. Ia menegaskan bahwa proyek reklamasi harus memiliki AMDAL yang memenuhi standar. Apabila tidak terpenuhi, izin pembangunan akan dicabut atau ditahan. Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla, juga mengeluarkan pernyataan serupa yang mengedepankan AMDAL yang sesuai dengan kepentingan masyarakat. AMDAL memang menjadi syarat terpenting sebelum reklamasi dilanjutkan. Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, mengingatkan pengembang untuk menggarap serius AMDAL yang mencakup kajian potensi degradasi lingkungan dan rencana lingkungan terintegrasi, serta memperhatikan kepentingan dari segala pihak yang terdampak.

Penolakan yang terdengar di beberapa lokasi proyek reklamasi seperti Jakarta dan Bali umumnya berasal dari pihak-pihak terdampak yang merasa reklamasi kurang bermanfaat bagi diri mereka. Padahal apabila dilihat dalam jangka panjang, reklamasi mengandung beberapa manfaat positif yang dapat dirasakan oleh masyaraakt sekitar proyek. Dalam bidang ekonomi, misalnya. Reklamasi hampir dipastikan akan membuka lapangan kerja baru dan membuka kesempatan investasi yang semakin besar. Terbukanya lahan usaha baru di berbagai bidang, terutama pariwisata, juga akan meningkatkan pendapatan per kapita dan menggenjot daya beli masyarakat yang berdampat baik pada laju ekonomi bangsa. Pakar lain dari bidang ketahanan negara juga menyebutkan bahwa reklamasi dalam skala besar seperti Jakarta dapat menjaga kedaulatan bangsa dan menghindari konflik batas maritim dengan negara tetangga seperti Singapura.

Perlu disadari bahwa reklamasi memiliki untung-ruginya sendiri. Namun beberapa politikus mengingatkan rakyat dan pemerintah untuk mempertimbangkan baik kepentingan akar budaya maupun kepentingan komersil secara seimbang atau bahkan memanfaatkan polemik ini untuk kepentingan politik pihak-pihak tertentu.

Pengertian Reklamasi, Tujuan dan Sistem Reklamasi

Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan dengan tujuan menambah luasan daratan untuk suatu aktivitas yang sesuai di wilayah tersebut dan juga dimanfaatkan untuk keperluan konservasi wilayah pantai. Reklamasi ini dilakukan bilamana suatu wilayah sudah tererosi atau terabrasi cukup parah sehingga perlu dikembalikan seperti kondisi semula, karena lahan tersebut mempunyai arti penting bagi negara. Salah satu contoh reklamasi yang sedang banyak dibicarakan adalah reklamasi pantai di Jakarta Utara.

Pengertian Reklamasi

Reklamasi berasal dari kosa kata dalam Bahasa Inggris yaitu to reclaim yang artinya memperbaiki sesuatu yang rusak. Lebih lanjut dijelaskan dalam Kamus Bahasa Inggris-Indonesia Departemen Pendidikan Nasional, disebutkan arti reclaim sebagai menjadikan tanah (from the sea). Arti kata reclamation diterjemahkan sebagai pekerjaan memperoleh tanah. Ada beberapa sumber yang mendefinisikan arti dari reklamasi yaitu sebagai berikut :
  1. Menurut Pedoman Reklamasi di Wilayah Pesisir (2005), reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase.
  2. Peraturan Menteri Perhubungan No PM 52 Tahun 2011 menyebutkan bahwa, reklamasi adalah pekerjaan timbunan di perairan atau pesisir yang mengubah garis pantai dan atau kontur kedalaman perairan.
  3. Berdasarkan Pedoman Pengembangan Reklamasi Pantai dan Perencanaan Bangunan Pengamanannya (2004), reklamasi pantai adalah meningkatkan sumberdaya lahan dari yang kurang bermanfaat menjadi lebih bermanfaat ditinjau dari sudut lingkungan, kebutuhan masyarakat dan nilai ekonomis.
  4. Menurut Perencanaan Kota (2013), reklamasi sendiri mempunyai pengertian yaitu usaha pengembangan daerah yang tidak atau kurang produktif (seperti rawa, baik rawa pasang surut maupun rawa pasang surut gambut maupun pantai) menjadi daerah produktif (perkebunan, pertanian, permukiman, perluasan pelabuhan) dengan jalan menurunkan muka air genangan dengan membuat kanal – kanal, membuat tanggul/ polder dan memompa air keluar maupun dengan pengurugan.
  5. Berdasarkan Modul Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi (2007) adalah suatu pekerjaan/usaha memanfaatkan kawasan atau lahan yang relatif tidak berguna atau masih kosong dan berair menjadi lahan berguna dengan cara dikeringkan. Misalnya di kawasan pantai, daerah rawa-rawa, di lepas pantai/di laut, di tengah sungai yang lebar, atau pun di danau.
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa reklamasi pantai adalah upaya peningkatan kegunaan daerah pantai untuk keperluan perumahan, pertanian maupun perluasan wilayah.

Tipologi Kawasan Reklamasi

Menurut Modul Terapan Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai (2007), kawasan reklamasi dibedakan menjadi beberapa tipologi berdasarkan fungsinya yakni :

  • Kawasan Perumahan dan Permukiman.
  • Kawasan Perdagangan dan Jasa.
  • Kawasan Industri.
  • Kawasan Pariwisata.
  • Kawasan Ruang Terbuka (Publik, RTH Lindung, RTH Binaan, Ruang Terbuka Tata Air).
  • Kawasan Pelabuhan Laut / Penyeberangan.
  • Kawasan Pelabuhan Udara.
  • Kawasan Mixed-Use.
  • Kawasan Pendidikan.
Selain berdasarkan fungsinya, kawasan reklamasi juga dibagi menjadi beberapa tipologi berdasarkan luasan dan lingkupnya sebagai berikut :
  • Reklamasi Besar yaitu kawasan reklamasi dengan luasan > 500 Ha dan mempunyai lingkup pemanfaatan ruang yang sangat banyak dan bervariasi. Contoh : Kawasan reklamasi Jakarta.
  • Reklamasi Sedang merupakan kawasan reklamasi dengan luasan 100 sampai dengan 500 Ha dan lingkup pemanfaatan ruang yang tidak terlalu banyak ( ± 3 – 6 jenis ). Contoh : Kawasan Reklamasi Manado.
  • Reklamasi Kecil merupakan kawasan reklamasi dengan luasan kecil (dibawah 100 Ha) dan hanya memiliki beberapa variasi pemanfaatan ruang ( hanya 1-3 jenis ruang saja ). Contoh : Kawasan Reklamasi Makasar.

Tujuan dan Manfaat Reklamasi

Tujuan reklamasi menurut Modul Terapan Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai (2007) yaitu untuk menjadikan kawasan berair yang rusak atau belum termanfaatkan menjadi suatu kawasan baru yang lebih baik dan bermanfaat. Kawasan daratan baru tersebut dapat dimanfaatkan untuk kawasan permukiman, perindustrian, bisnis dan pertokoan, pelabuhan udara, perkotaan, pertanian, jalur transportasi alternatif, reservoir air tawar di pinggir pantai, kawasan pengelolaan limbah dan lingkungan terpadu, dan sebagai tanggul perlindungan daratan lama dari ancaman abrasi serta untuk menjadi suatu kawasan wisata terpadu.
Sedangkan menurut Perencanaan Kota (2013), tujuan dari reklamasi pantai merupakan salah satu langkah pengembangan kota. Reklamasi diamalkan oleh negara atau kota-kota besar yang laju pertumbuhan dan kebutuhan lahannya meningkat demikian pesat tetapi mengalami kendala dengan semakin menyempitnya lahan daratan (keterbatasan lahan). Dengan kondisi tersebut, pemekaran kota ke arah daratan sudah tidak memungkinkan lagi, sehingga diperlukan daratan baru.
Menurut Max Wagiu (2011), tujuan dari program reklamasi ditinjau dari aspek fisik dan lingkungan yaitu:
  • Untuk mendapatkan kembali tanah yang hilang akibat gelombang laut.
  • Untuk memperoleh tanah baru di kawasan depan garis pantai untuk mendirikan bangunan yang akan difungsikan sebagai benteng perlindungan garis pantai.
Adapun kebutuhan dan manfaat reklamasi dapat dilihat dari aspek tata guna lahan, ekonomi, sosial dan lingkungan. Dari aspek tata ruang, suatu wilayah tertentu perlu direklamasi agar dapat berdaya dan memiliki hasil guna. Untuk pantai yang diorientasikan bagi pelabuhan, industri, wisata atau pemukiman yang perairan pantainya dangkal wajib untuk direklamasi agar bisa dimanfaatkan. Terlebih kalau di area pelabuhan, reklamasi menjadi kebutuhan mutlak untuk pengembangan fasilitas pelabuhan, tempat bersandar kapal, pelabuhan peti-peti kontainer, pergudangan dan sebagainya. Dalam perkembangannya pelabuhan ekspor – impor saat ini menjadi area yang sangat luas dan berkembangnya industri karena pabrik, moda angkutan, pergudangan yang memiliki pangsa ekspor–impor lebih memilih tempat yang berada di lokasi pelabuhan karena sangat ekonomis dan mampu memotong biaya transportasi. Aspek perekonomian adalah kebutuhan lahan akan pemukiman, semakin mahalnya daratan dan menipisnya daya dukung lingkungan di darat menjadikan reklamasi sebagai pilihan bagi negara maju atau kota metropolitan dalam memperluas lahannya guna memenuhi kebutuhan akan pemukiman. Dari aspek sosial, reklamasi bertujuan mengurangi kepadatan yang menumpuk dikota dan meciptakan wilayah yang bebas dari penggusuran karena berada di wilayah yang sudah disediakan oleh pemerintah dan pengembang, tidak berada di bantaran sungai maupun sempadan pantai. Aspek lingkungan berupa konservasi wilayah pantai, pada kasus tertentu di kawasan pantai karena perubahan pola arus air laut mengalami abrasi, akresi ataupun erosi. Reklamasi dilakukan diwilayah pantai ini guna untuk mengembalikan konfigurasi pantai yang terkena ketiga permasalahan tersebut ke bentuk semula.

Dapat disimpulkan bahwa tujuan reklamasi adalah untuk memperoleh lahan pertanian, memperoleh lahan untuk pembanguan gedung atau untuk memperluas kota, ataupun untuk sarana transportasi. Reklamasi umumnya menyangkut wilayah laut, baik laut dangkal maupun dalam. Proyek reklamasi juga dapat dilakukan pada daerah rawa-rawa yang dapat digunakan untuk keperluan pembangunan proyek industri.

Daerah Pelaksanaan Reklamasi Pantai

Perencanaan Kota (2013) memaparkan pelaksanaan reklamasi pantai dibedakan menjadi tiga yaitu:
  • Daerah reklamasi yang menyatu dengan garis pantai semula

Kawasan daratan lama berhubungan langsung dengan daratan baru dan garis pantai yang baru akan menjadi lebih jauh menjorok ke laut. Penerapan model ini pada kawasan yang tidak memiliki kawasan dengan penanganan khusus atau kawasan lindung seperti kawasan permukiman nelayan, kawasan hutan mangrove, kawasan hutan pantai, kawasan perikanan tangkap, kawasan terumbu karang, padang lamun, biota laut yang dilindungi – kawasan larangan ( rawan bencana ) dan kawasan taman laut.

  • Daerah reklamasi yang memiliki jarak tertentu terhadap garis pantai.

Model ini memisahkan (meng-“enclave”) daratan dengan kawasan daratan baru, tujuannya yaitu :

  1. Menjaga keseimbangan tata air yang ada
  2. Menjaga kelestarian kawasan lindung (mangrove, pantai, hutan pantai, dll)
  3. Mencegah terjadinya dampak/ konflik sosial
  4. Menjaga dan menjauhkan kerusakan kawasan potensial (biota laut, perikanan, minyak )
  5. Menghindari kawasan rawan bencana
  • Daerah reklamasi gabungan dua bentuk fisik (terpisah dan menyambung dengan daratan)

Suatu kawasan reklamasi yang menggunakan gabungan dua model reklamasi. Kawasan reklamasi pada kawasan yang potensial menggunakan teknik terpisah dengan daratan dan pada bagian yang tidak memiliki potensi khusus menggunakan teknik menyambung dengan daratan yang lama.

Dampak Reklamasi Pantai

Dampak yang paling dominan dari kegiatan reklamasi adalah diharapkan kebutuhan akan lahan akan terpenuhi. Selain dampak fisik, reklamasi pantai akan berdampak terhadap aktivitas sosial, lingkungan, hukum, ekonomi dan bahkan akan memacu pembangunan sarana prasarana pendukung lainnya. Namun kegiatan reklamasi disisi lain juga dapat menimbulkan dampak negatif, misalnya meningkatkan potensi banjir, kerusakan lingkungan dengan tergusurnya pemukiman nelayan dari pemukiman pantai. Untuk menghindari dampak tersebut di atas, maka dalam perencanaan reklamasi harus diawali dengan tahapan – tahapan, diantaranya adalah kegiatan konsultasi publik yaitu kegiatan untuk menjelaskan maksud dan tujuan kegiatan reklamasi ke seluruh stakeholder terkait atau pemakai kawasan pantai. Disamping kegiatan tersebut perlu dilakukan pula perencanaan reklamasi pantai yang benar dengan dasar akademik dan data-data primer atau survey lapangan.

Sistem Reklamasi Pantai

Ada beberapa sistem yang menyangkut pertimbangan-pertimbangan untuk mencapai tujuan reklamasi, kondisi dan lokasi lahan, serta ketersediaan sumber daya. Beberapa sistem tersebut adalah sebagai berikut:
  • Sistem kanalisasi
Yaitu membuat kanal-kanal atau saluran drainase ( kondisi tertentu dilengkapi pintu ) bertujuan untuk menurunkan muka air sehingga lahan bisa dimanfaatkan. Sebagai contoh adalah perkebunan kelapa sawit di daerah gambut.
  • Sistem Polder
Dalam sistem polder melingkupi suatu lahan basah (genangan) dengan tanggul yang diusahakan kedap air dan menurunkan tinggi muka air tanah di dalam areal tersebut, selanjutnya mengendalikan tinggi muka air supaya selalu berada di bawah ambang batas yang dikehendaki, sehingga lahan cukup kering dan siap untuk dimanfaatkan untuk pertanian, perindustrian dan lain-lainnya. Keberhasilan dari sistem ini adalah menjaga atau mempertahankan kondisi muka air tanah sehingga diperlukan kemampuan pompa untuk mengatur muka air tersebut. Keuntungan sistem ini adalah volume tanah urugan sangat kecil terutama jika lahan tidak perlu ditinggikan. Kekurangannya adalah diperlukan biaya cukup besar untuk pembuatan tanggul, sistem kanal dan saluran serta sistem pompa. Selain itu diperlukan waktu yang cukup panjang untuk penyiapan lahan reklamasi tersebut.
Sistem Polder ini dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu :
  • Polder Dalam
Air yang disedot dari polder tidak langsung dibuang ke laut akan tetapi ke waduk-waduk tampungan atau ke suatu saluran yang ada di luar polder untuk kemudian dialirkan ke laut.
  • Polder Luar
Air dari polder langsung dibuang ke laut
  • Sistem Urugan
Sistem reklamasi dengan jalan mengurug lahan yang akan direklamasi kemudian diikuti dengan langkah-langkah perlindungan dari sistem perbaikan tanahnya ( tanah urug reklamasi ). Sistem ini berkembang didukung dengan berbagai jenis alat-alat besar seperti alat penggalian tanah, alat pengambilan dan pengeruk tanah, alat-alat transport, perlengkapan penebaran bahan-bahan tanah urug, dan alat perlengkapan pemadatan tanah. Pada sistem ini dibedakan dua macam cara kerja yaitu:
HYDRAULIC FILL: Dibuat tanggul terlebih dahulu baru kemudian dilakukan pengurugan.
BLANKET FILL: Tanah di urug lebih dahulu baru kemudian tanggul atau sistem perlindungan dibuat belakangan.
sistem reklamasi
Hydraulic Fill
sistem reklamasi
Blanket Fill

Material Urugan Reklamasi

Dalam Pekerjaan reklamsi dengan urugan, ada beberapa aspek yang dipertimbangkan yaitu antara lain: jenis material, volume kebutuhan material, lokasi sumber material, waktu yang tersedia dan biaya sehingga akan berpengaruh pada metode pelaksanaan dan peralatan yang digunakan.
  • Material Pasir
Material urugan yang baik umumnya berupa pasir dengan kandungan pasir halus tidak melebihi 15%, Sedangkan untuk dasar tanggul dan untuk permukaan dasar tanah yang lembek, maka persyaratannya lebih baik lagi yaitu bandingan fraksi halusnya < 10%. Analisis material diambil dari hasil pemboran dan hasilnya menunjukkan :
– Plastisitas : Sebaiknya Plastisitasnya kecil ( <10% )
– Kohesivitas : Sebaiknya kecil ( 1,5 s/d 5 kgf/cm² )
– Sudut geser dalam : Sebaiknya besar ( 45º s/d 50º )
– Berat Jenis : ± 2,6 kg/cm².
– Permeabilitas : 1 x 10-4 cm/detik.
  • Material Batu
Material ini terutama digunakan sebagai konstruksi perlindungan daerah yang akan direklamasi antara lain yaitu: Dengan tumpukan batu ( Rubble Mound ) jenis batu yang digunakan umumnya merupakan batuan beku karena batuan ini memiliki nilai ketahanan yang tinggi terhadap proses erosi dan pelapukan.
  • Material Tanah
Sebagai material reklamsi tanah umumnya lebih banyak digunakan sebagai material penutup pada bagian paling atas suatu timbunan ( Soil Cover ).

Sumber Material

Kebutuhan material bahan timbunan reklamasi yang akan digunakan umumnya meliputi jumlah jutaan ton dan diusahakan letaknya tidak terlalu jauh dari lokasi lahan reklamasi. Lokasi sumber
material dapat berada di daratan ( on shore ) maupun yang bersumber dari dasar laut.
  • Sumber Material Daratan
Sumber material daratan dapat berupa bukit atau deposit datar. Sumber material yang berupa bukit umumnya berupa batuan beku (Andesit) dan tanah urugan (Soil Cover). Sedangkan sumber material deposit datar pada umumnya berupa material pasir ( endapan alluvial ). Sumber material dari bukit dapat digali dengan wheel – dredger, yaitu alat pengeruk yang mana pengerukannya terpasang pada suatu roda yang diputar. Sedangkan yang dari deposit datar digali dengan mempergunakan jenis alat penggalian seperti excavator. Bahan yang sudah digali dengan wheel-dredger, kemudian diangkut ke tempat (terminal) pemuat dengan menggunakan ban berjalan (belt conveyor). Sebagai tempat penampungan biasanya mempergunakan tongkang berukuran besar baru kemudian diangkut ke lokasi lahan reklamasi menggunakan tongkang – tongkang kecil.
  • Sumber Material di Laut
Sebagai alternatif bahan timbunan diambil dari sumber yang berlokasi di laut yaitu berupa pasir endapan di dasar laut. Pengambilan pasir endapan tersebut untuk kapasitas besar menggunakan cutter suction dredgeryang dimuatkan di kapal itu sendiri (hopper dredger) atau ketongkang kemudian dibawa ke lokasi dimana material tersebut dipompakan kelahan yang akan di urug. Selain itu pengambilannya bisa menggunakan grab-dredger yang dipasang di atas suatu tongkang besar.

Macam Bangunan Pelindung Reklamasi Pantai

Perlindungan pantai dapat ditimbulkan secara alami oleh pantai maupun dengan bantuan manusia. Perlindungan pantai secara alami dapat berupa dunes maupun karang laut ataupun lamun yang tumbuh secara alami. Perlindungan pantai dengan bantuan manusia dapat berupa struktur bangunan pengaman pantai, penambahan timbunan pasir, dan mangrove yang tumbuh secara alami pada daerah pantai. Bangunan Pantai digunakan untuk melindungi lahan reklamasi terhadap kerusakan karena serangan gelombang dan arus yang dapat menyebabkan erosi.
Ada beberapa macam cara yang dapat dilakukan untuk melindungi lahan reklamasi , yaitu :
  1. Memperkuat atau melindungi lahan reklamasi agar mampu menahan serangan gelombang
  2. Mengubah laju transport sediment sepanjang lahan reklamasi pantai
  3. Mengurangi energi gelombang yang sampai ke lahan reklamsi.
  4. Menambah suplay sediment.
Sesuai dengan fungsinya tersebut diatas, bangunan pengaman pantai dapat diklasifikasikan ke dalam 3 kelompok yaitu :
  • Konstruksi yang dibangun di pantai dan sejajar dengan garis pantai. Misal seawall dan revetment
  • Konstruksi yang di bangun kira –kira tegak lurus pantai dan sambung ke pantai. Misal: groin, jetty dan breakwater.
  • Konstruksi yang dibangun di lepas dan kira-kira sejajar dengan garis pantai. Misal :breakwater. Bangunan yang termasuk dalam kelompok pertama adalah dinding pantai atau revetmen yang dibangun pada garis pantai atau di daratan yang digunakan untuk melindungi pantai langsung dari serangan gelombang.
Tipe bangunan pantai yang digunakan biasanya ditentukan oleh ketersediaan material di atau di dekat lokasi pekerjaan, kondisi dasar laut, kedalaman air, dan ketersediaan peralatan untuk pelaksanaan pekerjaan. Batu adalah salah satu bahan utama yang digunakan untuk membuat bangunan. Mengingat jumlah yang diperlukan sangat besar maka ketersediaan batu di sekitar lokasi pekerjaan harus diperhatikan. Faktor penting lainnya adalah karakteristik dasar laut yang mendukung bangunan tersebut di bawah pengaruh gelombang. Tanah dasar (pondasi bangunan) harus mempunyai daya dukung yang cukup sehingga stabilitas bangunan dapat terjamin. Pada pantai dengan tanah dasar lunak, dimana daya dukung tanah kecil, maka konstruksi harus dibuat ringan ( memperkecil dimensi ) atau memperlebar dasar sehingga bangunan berbentuk trapesium (sisi miring) yang terbuat dari tumpukan batu atau block beton. Bangunan berbentuk trapesium mempunyai luas alas besar sehingga tekanan yang ditimbulkan oleh berat bangunan kecil. Apabila daya dukung tanah besar maka dapat digunakan pemecah gelombang sisi tegak. Bangunan ini dapat dibuat dari buis beton atau block beton yang ditumpuk atau berupa kaison.

 

Sumber :

  1. https://id.wikipedia.org/wiki/Reklamasi_daratan
  2. http://penyuluhkp.blogspot.co.id/2016/05/pengertian-reklamasi-tujuan-dan-sistem.html

Mengenal pentingnya Mangrove untuk Bumi

Hutan bakau atau disebut juga hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di air payau,dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Baik di teluk-teluk yang terlindung dari gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai di mana air melambat dan mengendapkan lumpur yang dibawanya dari hulu.

Ekosistem hutan bakau bersifat khas, baik karena adanya pelumpuran yang mengakibatkan kurangnya abrasi tanah; salinitas tanahnya yang tinggi; serta mengalami daur penggenangan oleh pasang-surut air laut. Hanya sedikit jenis tumbuhan yang bertahan hidup di tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan bersifat khas hutan bakau karena telah melewati proses adaptasi dan evolusi

Luas dan penyebaran

Kebun kelapa di rawa payau bakau, Indragiri Hilir.

Hutan bakau menyebar luas di bagian yang cukup panas di dunia, terutama di sekeliling khatulistiwa di wilayah tropika dan sedikit di subtropika.

Luas hutan bakau di Indonesia antara 2,5 hingga 4,5 juta hektar, merupakan mangrove yang terluas di dunia. Melebihi Brazil (1,3 juta ha), Nigeria (1,1 juta ha) dan Australia (0,97 ha) (Spalding dkk, 1997 dalam Noor dkk, 1999).

Luas bakau di Indonesia mencapai 25 persen dari total luas mangrove di dunia. Namun sebagian kondisinya kritis.

Di Indonesia, hutan mangrove yang luas terdapat di sekitar Dangkalan Sunda yang relatif tenang dan merupakan tempat bermuara sungai-sungai besar. Yakni di pantai timur Sumatra dan pantai barat serta selatan Kalimantan. Di pantai utara Jawa, hutan-hutan ini telah lama terkikis oleh kebutuhan penduduknya terhadap lahan.

Di bagian timur Indonesia, di tepi Dangkalan Sahul, hutan mangrove yang masih baik terdapat di pantai barat daya Papua, terutama di sekitar Teluk Bintuni. Mangrove di Papua mencapai luas 1,3 juta ha, sekitar sepertiga dari luas hutan bakau Indonesia.

Lingkungan fisik dan zonasi

Pandangan di atas dan di bawah air, dekat perakaran pohon bakau, Rhizophorasp.

Jenis tumbuhan hutan bakau ini berbeda-beda, karena bereaksi terhadap variasi (perubahan) lingkungan fisik di atas, sehingga memunculkan zona-zona vegetasi tertentu. Beberapa faktor lingkungan fisik tersebut adalah sebagai berikut :

Jenis tanah

Sebagai wilayah pengendapan, substrat di pesisir bisa sangat berbeda. Yang paling umum adalah hutan bakau tumbuh di atas lumpur tanah liat bercampur dengan bahan organik. Akan tetapi di beberapa tempat, bahan organik ini sedemikian banyak proporsinya; bahkan ada pula hutan bakau yang tumbuh di atas tanah gambut.

Substrat yang lain adalah lumpur dengan kandungan pasir yang tinggi, atau bahkan dominan pecahan karang, di pantai-pantai yang berdekatan dengan terumbu karang.

Terpaan ombak

Bagian luar atau bagian depan hutan bakau yang berhadapan dengan laut terbuka sering harus mengalami terpaan ombak yang keras dan aliran air yang kuat. Tidak seperti bagian dalamnya yang lebih tenang.

Yang agak serupa adalah bagian-bagian hutan yang berhadapan langsung dengan aliran air sungai, yakni yang terletak di tepi sungai. Perbedaannya, salinitas di bagian ini tidak begitu tinggi, terutama di bagian-bagian yang agak jauh dari muara. Hutan bakau juga merupakan salah satu perisai alam yang menahan laju ombak besar.

Penggenangan oleh air pasang

Bagian luar juga mengalami genangan air pasang yang paling lama dibandingkan bagian yang lainnya; bahkan kadang-kadang terus menerus terendam. Pada pihak lain, bagian-bagian di pedalaman hutan mungkin hanya terendam air laut manakala terjadi pasang tertinggi sekali dua kali dalam sebulan.

Menghadapi variasi kondisi lingkungan seperti ini, secara alami terbentuk zonasi vegetasi mangrove; yang biasanya berlapis-lapis, mulai dari bagian terluar yang terpapar gelombang laut, hingga ke pedalaman yang relatif kering.

Jenis bakau (Rhizophora spp.) biasanya tumbuh di bagian luar (yang kerap digempur ombak.) Bakau Rhizophora apiculata dan R. mucronata tumbuh di atas tanah lumpur. Sedangkan bakau R. stylosa dan perepat (Sonneratia alba) tumbuh di atas pasir berlumpur. Pada bagian laut yang lebih tenang hidup api-api hitam (Avicennia alba) di zona terluar atau zona pionir ini.

Di bagian yang lebih dalam, yang masih tergenang pasang tinggi, biasa ditemui campuran bakau R. mucronata dengan jenis-jenis kendeka (Bruguiera spp.), kaboa (Aegiceras corniculata) dan lain-lain. Sedangkan di dekat tepi sungai, yang lebih tawar airnya, biasa ditemui nipah (Nypa fruticans), pidada (Sonneratia caseolaris) dan bintaro (Cerbera spp.).

Pada bagian yang lebih kering di pedalaman hutan didapatkan nirih (Xylocarpus spp.), teruntum (Lumnitzera racemosa), dungun kecil (Heritiera littoralis) dan kayu buta-buta(Excoecaria agallocha).

Bentuk-bentuk adaptasi

Menghadapi lingkungan yang ekstrem di hutan bakau, tetumbuhan beradaptasi dengan berbagai cara. Secara fisik, kebanyakan vegetasi mangrove menumbuhkan organ khas untuk bertahan hidup. Seperti aneka bentuk akar dan kelenjar garam di daun. Namun ada pula bentuk-bentuk adaptasi fisiologis.

Tegakan api-api Avicennia di tepi laut. Perhatikan akar napas yang muncul ke atas lumpur pantai.

Pohon-pohon bakau (Rhizophora spp.), yang biasanya tumbuh di zona terluar, mengembangkan akar tunjang (stilt root) untuk bertahan dari ganasnya gelombang. Jenis-jenis api-api (Avicennia spp.) dan pidada (Sonneratia spp.) menumbuhkan akar napas(pneumatophore) yang muncul dari pekatnya lumpur untuk mengambil oksigen dari udara. Pohon kendeka (Bruguiera spp.) mempunyai akar lutut (knee root), sementara pohon-pohon nirih (Xylocarpus spp.) berakar papan yang memanjang berkelok-kelok; keduanya untuk menunjang tegaknya pohon di atas lumpur, sambil pula mendapatkan udara bagi pernapasannya. Ditambah pula kebanyakan jenis-jenis vegetasi mangrove memiliki lentisel, lubang pori pada pepagan untuk bernapas.

Untuk mengatasi salinitas yang tinggi, api-api mengeluarkan kelebihan garam melalui kelenjar di bawah daunnya. Sementara jenis yang lain, seperti Rhizophora mangle, mengembangkan sistem perakaran yang hampir tak tertembus air garam. Air yang terserap telah hampir-hampir tawar, sekitar 90-97% dari kandungan garam di air laut tak mampu melewati saringan akar ini. Garam yang sempat terkandung di tubuh tumbuhan, diakumulasikan di daun tua dan akan terbuang bersama gugurnya daun.

Pada pihak yang lain, mengingat sukarnya memperoleh air tawar, vegetasi mangrove harus berupaya mempertahankan kandungan air di dalam tubuhnya. Padahal lingkungan lautan tropika yang panas mendorong tingginya penguapan. Beberapa jenis tumbuhan hutan bakau mampu mengatur bukaan mulut daun (stomata) dan arah hadap permukaan daun di siang hari terik, sehingga mengurangi evaporasi dari daun.

Perkembangbiakan

Adaptasi lain yang penting diperlihatkan dalam hal perkembang biakan jenis. Lingkungan yang keras di hutan bakau hampir tidak memungkinkan jenis biji-bijian berkecambah dengan normal di atas lumpurnya. Selain kondisi kimiawinya yang ekstrem, kondisi fisik berupa lumpur dan pasang-surut air laut membuat biji sukar mempertahankan daya hidupnya.

Hampir semua jenis flora hutan bakau memiliki biji atau buah yang dapat mengapung, sehingga dapat tersebar dengan mengikuti arus air. Selain itu, banyak dari jenis-jenis mangrove yang bersifat vivipar: yakni biji atau benihnya telah berkecambah sebelum buahnya gugur dari pohon.

Contoh yang paling dikenal barangkali adalah perkecambahan buah-buah bakau (Rhizophora), tengar (Ceriops) atau kendeka (Bruguiera). Buah pohon-pohon ini telah berkecambah dan mengeluarkan akar panjang serupa tombak manakala masih bergantung pada tangkainya. Ketika rontok dan jatuh, buah-buah ini dapat langsung menancap di lumpur di tempat jatuhnya, atau terbawa air pasang, tersangkut dan tumbuh pada bagian lain dari hutan. Kemungkinan lain, terbawa arus laut dan melancong ke tempat-tempat jauh.

Buah nipah (Nypa fruticans) telah muncul pucuknya sementara masih melekat di tandannya. Sementara buah api-api, kaboa (Aegiceras), jeruju (Acanthus) dan beberapa lainnya telah pula berkecambah di pohon, meski tak nampak dari sebelah luarnya. Keistimewaan-keistimewaan ini tak pelak lagi meningkatkan keberhasilan hidup dari anak-anak semai pohon-pohon itu. Anak semai semacam ini disebut dengan istilah propagul.

Propagul-propagul seperti ini dapat terbawa oleh arus dan ombak laut hingga berkilometer-kilometer jauhnya, bahkan mungkin menyeberangi laut atau selat bersama kumpulan sampah-sampah laut lainnya. Propagul dapat ‘tidur’ (dormant) berhari-hari bahkan berbulan, selama perjalanan sampai tiba di lokasi yang cocok. Jika akan tumbuh menetap, beberapa jenis propagul dapat mengubah perbandingan bobot bagian-bagian tubuhnya, sehingga bagian akar mulai tenggelam dan propagul mengambang vertikal di air. Ini memudahkannya untuk tersangkut dan menancap di dasar air dangkal yang berlumpur.

Suksesi hutan bakau

Tumbuh dan berkembangnya suatu hutan dikenal dengan istilah suksesi hutan (forest succession atau sere). Hutan bakau merupakan suatu contoh suksesi hutan di lahan basah(disebut hydrosere). Dengan adanya proses suksesi ini, perlu diketahui bahwa zonasi hutan bakau pada uraian di atas tidaklah kekal, melainkan secara perlahan-lahan bergeser.

Suksesi dimulai dengan terbentuknya suatu paparan lumpur (mudflat) yang dapat berfungsi sebagai substrat hutan bakau. Hingga pada suatu saat substrat baru ini diinvasi oleh propagul-propagul vegetasi mangrove, dan mulailah terbentuk vegetasi pionir hutan bakau.

Tumbuhnya hutan bakau di suatu tempat bersifat menangkap lumpur. Tanah halus yang dihanyutkan aliran sungai, pasir yang terbawa arus laut, segala macam sampah dan hancuran vegetasi, akan diendapkan di antara perakaran vegetasi mangrove. Dengan demikian lumpur lambat laun akan terakumulasi semakin banyak dan semakin cepat. Hutan bakau pun semakin meluas.

Pada saatnya bagian dalam hutan bakau akan mulai mengering dan menjadi tidak cocok lagi bagi pertumbuhan jenis-jenis pionir seperti Avicennia alba dan Rhizophora mucronata. Ke bagian ini masuk jenis-jenis baru seperti Bruguiera spp. Maka terbentuklah zona yang baru di bagian belakang.

Demikian perubahan terus terjadi, yang memakan waktu berpuluh hingga beratus tahun. Sementara zona pionir terus maju dan meluaskan hutan bakau, zona-zona berikutnya pun bermunculan di bagian pedalaman yang mengering.

Uraian di atas adalah penyederhanaan, dari keadaan alam yang sesungguhnya jauh lebih rumit. Karena tidak selalu hutan bakau terus bertambah luas, bahkan mungkin dapat habis karena faktor-faktor alam seperti abrasi. Demikian pula munculnya zona-zona tak selalu dapat diperkirakan.

Di wilayah-wilayah yang sesuai, hutan mangrove ini dapat tumbuh meluas mencapai ketebalan 4 km atau lebih; meskipun pada umumnya kurang dari itu.

Kekayaan flora

Beraneka jenis tumbuhan dijumpai di hutan bakau. Akan tetapi hanya sekitar 54 spesies dari 20 genera, anggota dari sekitar 16 suku, yang dianggap sebagai jenis-jenis mangrove sejati. Yakni jenis-jenis yang ditemukan hidup terbatas di lingkungan hutan mangrove dan jarang tumbuh di luarnya.

Dari jenis-jenis itu, sekitar 39 jenisnya ditemukan tumbuh di Indonesia; menjadikan hutan bakau Indonesia sebagai yang paling kaya jenis di lingkungan Samudera Hindia dan Pasifik. Total jenis keseluruhan yang telah diketahui, termasuk jenis-jenis mangrove ikutan, adalah 202 spesies

(Noor dkk, 1999).

Berikut ini adalah daftar suku dan genus mangrove sejati, beserta jumlah jenisnya (dimodifikasi dari Tomlinson, 1986).

Penyusun utama

Suku Genus, jumlah spesies
Acanthaceae (syn.: Avicenniaceae atau Verbenaceae) Avicennia (api-api),
Combretaceae LagunculariaLumnitzera (teruntum),
Arecaceae Nypa (nipah),
Rhizophoraceae Bruguiera (kendeka); Ceriops (tengar); Kandelia (berus-berus); Rhizophora (bakau),
Sonneratiaceae Sonneratia (pidada),

Penyusun minor

Paku laut, Acrostichum aureum.

Suku Genus, jumlah spesies
Acanthaceae Acanthus (jeruju); Bravaisia,
Bombacaceae Camptostemon,
Cyperaceae Fimbristylis (mendong),
Euphorbiaceae Excoecaria (kayu buta-buta),
Lythraceae Pemphis (cantigi laut),
Meliaceae Xylocarpus (nirih),
Myrsinaceae Aegiceras (kaboa),
Myrtaceae Osbornia,
Pellicieraceae Pelliciera,
Plumbaginaceae Aegialitis,
Pteridaceae Acrostichum (paku laut),
Rubiaceae Scyphiphora,
Sterculiaceae Heritiera (dungun),

Fungsi dan manfaat

Dari segi ekonomi, hutan mangrove menghasilkan beberapa jenis kayu yang berkualitas baik, dan juga hasil-hasil non-kayu atau yang biasa disebut dengan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), berupa arang kayu; tanin, bahan pewarna dan kosmetik; serta bahan pangan dan minuman. Termasuk pula di antaranya adalah hewan-hewan yang biasa ditangkapi seperti biawak air (Varanus salvator), kepiting bakau (Scylla serrata), udang lumpur (Thalassina anomala), siput bakau (Telescopium telescopium), serta berbagai jenis ikan belodok.

Manfaat yang lebih penting dari hutan bakau adalah fungsi ekologisnya sebagai pelindung pantai, habitat berbagai jenis satwa, dan tempat pembesaran (nursery ground) banyak jenis ikan laut.

Salah satu fungsi utama hutan bakau adalah untuk melindungi garis pantai dari abrasi atau pengikisan, serta meredam gelombang besar termasuk tsunami. Di Jepang, salah satu upaya mengurangi dampak ancaman tsunami adalah dengan membangun green belt atau sabuk hijau berupa hutan mangrove. Sedangkan di Indonesia, sekitar 28 wilayah dikategorikan rawan terkena tsunami karena hutan bakaunya sudah banyak beralih fungsi menjadi tambak, kebun kelapa sawit dan alih fungsi lain.

 

Mangrove adalah salah satu hutan terkaya karbon di kawasan tropis

Hutan mangrove terdapat di sepanjang garis pantai di kawasan tropis, dan menjadi pendukung berbagai jasa ekosistem, termasuk produksi perikanan dan siklus unsur hara. Namun luas hutan mangrove telah mengalami penurunan sampai 30–50% dalam setengah abad terakhir ini karena pembangunan daerah pesisir, perluasan pembangunan tambak dan penebangan yang berlebihan.1-4 Besarnya emisi karbon akibat hilangnya mangrove masih belum diketahui dengan jelas, sebagian karena kurangnya data berskala besar tentang jumlah karbon yang tersimpan di dalam ekosistem ini, khususnya di bawah permukaan.5 Dalam penelitian ini kami mengkuantifikasikan simpanan karbon di dalam ekosistem mangrove secara keseluruhan dengan mengukur biomassa pohon dan kayu mati, kandungan karbon tanah dan kedalaman tanah di 25 hutan mangrove di sepanjang kawasan Indo-Pasifik, yang membentang selebar 30° garis lintang dan sepanjang 73° garis bujur, di mana mangrovenya sangat luas dan beragam.4,6 Data yang ada menunjukkan bahwa mangrove merupakan salah satu hutan terkaya karbon di kawasan tropis, yang mengandung sekitar 1023 Mg karbon per hektar. Tanah dengan kandungan organik tinggi memiliki kedalaman antara 0,5 m sampai dengan lebih dari 3 m dan merupakan 49–98% simpanan karbon dalam ekosistem ini. Dengan menggabungkan data kami dengan informasi lain yang telah dipublikasikan, kami memperkirakan bahwa deforestasi mangrove menyebabkan emisi sebesar 0,02- 0,12 Pg karbon per tahun, yang setara dengan sekitar 10% emisi dari deforestasi secara global, walaupun luasnya hanya 0,7% dari seluruh kawasan hutan tropis.

Hutan Mangrove

Ekosistem hutan mangrove 

Hutan mangrove adalah ekosistem hutan daerah pantai yang terdiri dari kelompok pepohonan yang bisa hidup dalam lingkungan berkadar garam tinggi. Salah satu ciri tanaman mangrove memiliki akar yang menyembul ke permukaan. Penampakan mangrove seperti hamparan semak belukar yang memisahkan daratan dengan laut.

Kata mangrove berasal dari kata mangue (bahasa Portugis) yang berarti tumbuhan, dengan grove(bahasa Inggris) yang berarti belukar. Sementara itu dalam literatur lain disebutkan bahwa istilah mangrove berasal dari kata mangi-mangi (bahasa Melayu Kuno).

Hutan mangrove adalah suatu kelompok jenis tumbuhan berkayu yang tumbuh disepanjang garis pantai tropis dan subtropis yang terlindung dan memiliki semacam bentuk lahan pantai dengan tipe tanah anaerob.

Perbedaan mangrove dan bakau

Istilah mangrove sering kali dianggap sama dengan bakau. Padahal di beberapa literatur kedua istilah tersebut merujuk pada hal yang berbeda. Bakau merupakan istilah bahasa Indonesia dan juga Malaysia yang mengacu pada sekelompok tanaman yang berasal dari genus Rhizophora. Contohnya Rhizophora apiculataRhizophora mucronataRhizophora stylosa, dan lain-lain.

Sedangkan mangrove mengacu pada semua jenis tanaman yang tumbuh di sekitar garis pantai dan bisa hidup di lingkungan yang bersalinitas tinggi. Termasuk di dalamnya berabagai jenis pohon bakau. Jadi di sini cukup jelas perbedaannya, bakau termasuk ke dalam salah satu jenis mangrove. Lihat juga artikel mengenai pohon bakau.

Sebaran hutan mangrove

Peta sebaran hutan mangrove

Hutan mangrove tersebar di 123 negara yang memiliki iklim tropis dan sub tropis. Biasanya mangrove menyukai arus laut hangat sepanjang garis khatulistiwa, 20° ke utara dan selatan. Terkadang ditemukan hingga lintang 32° ke Utara dan Selatan. Tanaman mangrove sensitif terhadap suhu dibawah nol. Hutan mangrove tersebar mulai dari benua Amerika, Afrika, Asia hingga ke Australia.

Terhitung sejak 1980-an dunia telah kehilangan hutan mangrove sebesar 3,6 juta hektar, atau sekitar 20%. Hingga tahun 2005  luas mangrove sebesar 15,2 juta hektar. Luas ini sekitar 1% dari total luas hutan tropis. Dari tahun ke tahun luasannya mengalami penyusutan sekitar 1%.

Terhitung sejak periode 2000-2005 laju penurunannya melambat menjadi sekitar 0,66% per tahun. Penyebab utama hilangnya mangrove adalah konversi lahan untuk pertanian, permukiman dan infrastruktur pariwisata.

Hutan mangrove di Indonesia

Meski wilayah sebaran hutan mangrove cukup luas, hanya mangrove tropis yang memiliki densitas spesies tinggi. Lebih dari sepertiga luasan mangrove tropis ada di Asia Tenggara. Dari jumlah itu yang masuk wilayah Indonesia mencapai lebih dari 80%. Sehingga Indonesia menjadi negara dengan hutan mangrove terluas.

Di Indonesia mangrove tumbuh di atas tanah lumpur aluvial di daerah pantai atau muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut. Jenis-jenis mangrove yang tumbuh di Indonesia antara lain Aicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera, Excoecaria, Xylocarpus, Aegiceras, Scyphyphora dan Nypa.

Fungsi hutan mangrove

Hutan mangrove memiliki peran ekologis yang besar bagi kehidupan manusia. Telah berabad-abad lamanya dijadikan tumpuan jutaan orang yang hidup di pesisir. Hutan ini memiliki banyak fungsi mulai dari penyedia sumber makanan, bahan baku industri, mencegah banjir, mencegah erosi, hingga fungsi rekreasi. Berikut ini beberapa fungsi utama hutan mangrove.

Menahan aberasi

Mangrove tumbuh disepanjang garis pantai seakan-akan memisahkan antara lautan dan daratan. Keberadaan mangrove menghambat gelombang dan angin yang datang dari arah laut agar tidak langsung membentur daratan. Di daerah-daerah yang memiliki tutupan mangrove hampir tidak ditemukan aberasi parah. Bahkan di daerah-daerah tertentu keberadaan mangrove melindungi pemukiman, pertanian dan fasilitas lain yang terdapat dibelakangnya. Pada tahun 1993 saat terjadi tsunami, dusun Tongke-tongke dan Pangasa di Sinjai, Sulawesi Selatan, terhindar dari gelombang pasang. Kedua dusun itu memiliki tutupan mangrove yang tebal. Kontras dengan dusun-dusun disekitarnya yang mengalami kerusakan cukup parah karena tidak memiliki mangrove.

Membentuk lahan baru

Vegetasi mangrove mempunyai kemampuan untuk memerangkap sedimen lumpur yang di bawa dari arah daratan. Akar-akar mangrove mampu mengikat dan menstabilkan substrat lumpur, sehingga terjadi konsolidasi sedimen di hutan mangrove. Sifat memerangkap sedimen ini dihubungkan dengan kemampuan hutan mangrove untuk menciptakan daratan baru. Pertumbuhan hutan mengrove yang terus merangsek ke laut disinyalir bisa menambah luas daratan, meski hal ini masih diperdebatkan.

Mencegah intrusi air laut

Beberapa jenis mangrove mempunyai kemampuan untuk beradaptasi terhadap salinitas air laut. Salah satunya dengan kelenjar khusus pada daun yang dapat mengeluarkan garam. Lapisan mangrove paling depan (mengarah ke laut) biasanya mempunyai kemampuan beradaptasi dengan salinitas tinggi. Semakin ke belakang areal mangrove semakin tawar. Dengan adanya kemampuan ini, hutan mangrove dipercaya bisa mencegah intrusi air laut.

Menyediakan makanan dan material

Sudah diketahui sejak lama bahwa hutan mangrove merupakan tempat berkembang biak ikan, udang, kepiting, moluska dan hewan-hewan lainnya. Keberadaan mangrove berkorelasi positif dengan produksi perikanan setempat. Ikan-ikan bernilai komersial tinggi banyak yang mengandalkan mangrove sebagai tempat regenerasi. Sebagai contoh, menurunnya produksi ikan di Bagan Siapi-api disebabkan oleh rusaknya habitat mangrove. Padahal di era perang dunia II daerah ini merupakan penghasil ikan utama dunia. Selain sumber makanan, mangrove juga diambil kayunya untuk bahan bangunan dan industri. Konon pulp yang diambil dari kayu mangrove merupakan bahan untuk kertas premium. Kayu bakar dari mangrove juga terkenal bermutu tinggi. Selain itu, mangrove dimanfaatkan untuk diambil tanin-nya.

Sumber keanekaragaman hayati

Hutan mangrove merupakan sumber plasma nutfah dan keanekaragaman hayati. Selain ikan, hutan ini menjadi habitat hidup berbagai satwa mulai yang umum hingga satwa langka. Mulai dari jenis-jenis burung hingga primata.

Satwa yang ada di hutan mangrove

Hutan mangrove menjadi habitat berbagai jenis fauna, mulai dari satwa air hingga primata. Ekosistem mangrove menjadi tempat berkembang biak berbagai satwa air seperti ikan, udang-udangan, kepiting dan moluska. Beberapa jenis burung air juga memilih tempat ini untuk berkembang biak. Selain itu mangrove menjadi tempat mencari makan sejumlah satwa liar seperti reptil dan mamalia. Berikut ini jenis-jenis satwa yang sering dijumpai di hutan mangrove:

  • Ikan
    Ikan menjadikan mangrove sebagai tempat berlindung, mencari makan dan berkembang biak. Ikan-ikan kecil memilih berkembang biak di habitat mangrove untuk menghindari predator. Mangrove menyediakan makanan bagi ikan dalam bentuk material organik yang berupa guguran vegetasi tanaman, berbagai jenis serangga, kepiting, udang-udangan dan hewan invertebrata.
  • Kepiting
    Kepiting merupakan hewan yang paling umum dan mudah ditemukan di areal mangrove. Menurut sejumlah penelitian rata-rata ada 10-70 ekor kepiting di setiap meter persegi hutan mangrove.
  • Moluska
    Moluska banyak di temukan di hutan mangrove Indonesia. Hewan ini hidup di dalam tanah, permukaan tanah, atau menempel di batang-batang pohon.
  • Udang-udangan
    Mangrove juga menjadi habitat udang-udangan (Crustacea) yang memiliki nilai komersial tinggi.
  • Serangga
    Serangga yang hidup di hutan mangrove kebanyakan berasal dari ordo HymenopteraDiptera dan Psocoptera. Serangga memiliki peran penting dalam jaring makanan di hutan mangrove. Beberapa diantaranya menjadi pakan bagi burung air, ikan, dan reptil.
  • Reptil
    Reptil yang ditemukan di hutan mangrove biasanya dapat ditemukan juga di lingkungan air tawar atau di daratan. Beberapa diantaranya adalah buaya muara, biawak, ular air, ular mangrove (Boiga dendrophila), dan ular tambak.
  • Amphibia
    Hewan jenis amphibi jarang ditemukan di areal mangrove. Sejauh ini hanya ada dua jenis amphibi yang sanggup hidup di lingkungan bersalinitas tinggi seperti mangrove, yakni Rana cancrivora dan Rana limnocharis.
  • Burung
    Hutan mangrove adalah surga bagi burung air dan burung migrasi lainnya. Setidaknya ada 200 spesies burung yang bergantung pada ekosistem mangrove, atau sekitar 13% dari seluruh burung yang ada di Indonesia. Beberapa di antaranya termasuk burung-burung bangau yang terancam punah, seperti bangau wilwo (Mycteria cinerea), bubut hitam (Centropus nigrorufus), dan bangau tongtong (Leptoptilos javanicus).
  • Mamalia
    Mamalia menjadikan habitat mangrove sebagai tempat mencari makan. Beberapa diantaranya adalah babi liar, kelalawar, kancil, berang-berang, dan kucing bakau. Sedangkan untuk mamalia air ada lumba-lumba yang hidup disekitar muara. Bahkan harimau sumatera juga ditemukan berkeliaran di hutan mangrove wilayah Sungai Sembilang, Sumatera Selatan. Primata merupakan salah satu jenis mamalia yang sering mencari makan di hutan mangrove. Diantaranya ada lutung, monyet ekor panjang, dan bekantan. Namun mamalia tersebut tidak ada yang eksklusif hidup di hutan mangrove.

5 Manfaat Hutan Mangrove Untuk Manusia

Sebagai negara kepulauan, Indonesia merupakan salah satu negara dengan luas hutan mangrove terbesar di dunia. Hutan mangrove memiliki peranan penting dan manfaat yang banyak baik langsung maupun tidak langsung bagi lingkungan sekitar khususnya bagi penduduk pesisir.

Secara umum hutan bakau atau mangrove mempunyai definisi sebagai hutan yang tumbuh di atas rawa-rawa berair payau yang terletak di garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut tepatnya di daerah pantai dan sekitar muara sungai, sehingga tumbuhan yang hidup di hutan mangrove bersifat unik karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut. Berikut merupakan beberapa manfaat dan peranan Hutan Mangrove :

  • Mencegah Intrusi Air Laut
    Intrusi laut merupakan peristiwa perembesan air laut ke tanah daratan. Intrusi laut dapat menyebabkan air tanah menjadi payau sehingga tidak baik untuk dikonsumsi. Hutan Mangrove memiliki fungsi mengendapkan lumpur di akar-akar pohon bakau sehingga dapat mencegah terjadinya Intrusi Air laut ke daratan.
  • Mencegah Erosi dan Abrasi Pantai
    Erosi merupakan pengikisan permukaan tanah oleh aliran air sedangkan abrasi merupakan pengikisan permukaan tanah akibat hempasan ombak laut. Hutan Mangrove memiliki akar yang efisien dalam melindungi tanah di wilayah pesisir, sehingga dapat menjadi pelindung pengikisan tanah akibat air.
  • Sebagai pencegah dan penyaring alami
    Hutan mangrove biasanya yang dipenuhi akar pohon bakau dan berlumpur. Akar tersebut dapat mempercepat penguraian limbah organik yang terbawa ke wilayah pantai.Selain pengurai limbah organik, hutan mangrove juga dapat membantu mempercepat proses penguraian bahan kimia yang mencemari laut seperti minyak dan diterjen, dan merupakan enghalang alami terhadap angin laut yang kencang pada musim tertentu.
  • Sebagai tempat hidup dan sumber makanan bagi beberapa jenis satwa
    Hutan Mangrove juga merupakan tempat tinggal yang cocok bagi banyak hewan seperti biawak, kura-kura, monyet, burung, ular, dan lain sebagainya. Beberapa jenis hewan laut seperti ikan, udang, kepiting dan siput juga banyak tinggal didaerah ini. Akar tongkat pohon mangrove memberi zat makanan dan menjadi daerah nursery bagi hewan ikan dan invertebrata yang hidup di sekitarnya. Ikan dan udang yang ditangkap di laut dan di daerah terumbu karang sebelum dewasa memerlukan perlindungan dari predator dan suplai nutrisi yang cukup di daerah mangrove ini. Berbagai jenis hewan darat berlindung atau singgah bertengger dan mencari makan di habitat mangrove.
  • Berperan dalam pembentukan pulau dan menstabilkan daerah pesisir
    Hutan mangrove seringkali dikatakan pembentuk daratan karena endapan dan tanah yang ditahannya menumbuhkan perkembangan garis pantai dari waktu ke waktu. Pertumbuhan mangrove memperluas batas pantai dan memberikan kesempatan bagi tumbuhan terestrial hidup dan berkembang di wilayah daratan. Sebagai contoh, Buah vivipar yang terbawa air akan menetap di dasar yang dangkal, dapat berkembang dan menjadi kumpulan mangrove di habitat yang baru. Dalam kurun waktu yang panjang habitat baru ini dapat meluas menjadi pulau sendiri.

Hutan mangrove di Indonesia kini tidak luput dari permasalahan lingkungan. Akibat pengelolaan yang buruk, ekosistem hutan mangrove di pesisir pantai terancam punah sehingga akan mempercepat proses abrasi pantai dan dalam beberapa tahun kedepan, garis pantai akan lebih cepat bergeser ke arah daratan di Kawasan Sekitar Aceh.

Dalam mengatasi hal ini, WWF Indonesia melakukan penggalangan dana untuk proyek pemulihan kawasan hutan mangrove yang bertajuk Save Mangrove #BirukanLaut. Dengan menyumbangkan sebagian uang, masyarakat dapat secara langsung berkontribusi dalam penanaman dan perawatan kawasan mangrove.

Selain itu, dengan diadakannya crowdfunding ini secara tidak langsung akan memberikan kesadaran kepada masyarakat akan pentingnya menjaga ekosistem pantai, diantaranya vegetasi mangrove.

PERANAN HUTAN MANGROVE BAGI LINGKUNGAN HIDUP

Zonasi Hutan Mangrove

Hutan mangrove juga dapat dibagi menjadi zonasi-zonasi berdasarkan jenis vegetasi yang dominan, mulai dari arah laut ke darat sebagai berikut:

1. Zona Avicennia, terletak paling luar dari hutan yang berhadapan langsung dengan laut. Zona ini umumnya memiliki substrat lumpur lembek dan kadar salinitas tinggi. Zona ini merupakan zona pioner karena jenis tumbuhan yang ada memilliki perakaran yang kuat untuk menahan pukulan gelombang, serta mampu membantu dalam proses penimbunan sedimen.
2. Zona Rhizophora, terletak di belakang zona Avicennia. Substratnya masih berupa lumpur lunak, namun kadar salinitasnya agak rendah. Mangrove pada zona ini masih tergenang pada saat air pasang.
3. Zona Bruguiera, terletak di balakang zona Rhizophora dan memiliki substrat tanah berlumpur keras. Zona ini hanya terendam pada saat air pasang tertinggi atau 2 kali dalam sebulan.
4. Zona Nypa, merupakan zona yang paling belakang dan berbatasan dengan daratan.

Fungsi dan Manfaat Hutan Mangrove (Hutan Bakau).

Fungsi dan manfaat hutan mangrove secara fisik antara lain:
• Penahan abrasi pantai.
• Penahan intrusi (peresapan) air laut ke daratan.
• Penahan badai dan angin yang bermuatan garam.
• Menurunkan kandungan karbondioksida (CO2) di udara (pencemaran udara).
• Penambat bahan-bahan pencemar (racun) diperairan pantai.

Fungsi dan manfaat hutan bakau secara biologi antara lain:
• Tempat hidup biota laut, baik untuk berlindung, mencari makan, pemijahan maupun pengasuhan.
• Sumber makanan bagi spesiesspesies yang ada di sekitarnya.
• Tempat hidup berbagai satwa lain, misal kera, buaya, dan burung.

Fungsi dan manfaat hutan bakau secara ekonomi antara lain:
• Tempat rekreasi dan pariwisata.
• Sumber bahan kayu untuk bangunan dan kayu bakar.
• Penghasil bahan pangan seperti ikan, udang, kepiting, dan lainnya.
• Bahan penghasil obat-obatan seperti daun Bruguiera sexangula yang dapat digunakan sebagai obat penghambat tumor.
• Sumber mata pencarian masyarakat sekitar seperti dengan menjadi nelayan penangkap ikan dan petani tambak.

KERUSAKAN DAN PENCEMARAN LINGKUNGAN PANTAI

A. ABRASI PANTAI
Abrasi pantai adalah proses pengikisan pantai yang dikarenakan kekuatan gelombang laut dan arus laut yang kuat dan bersifat merusak, dan kerusakan atau abrasi pantai disebabkan oleh gejala alami dan ulah tangan manusia, Abrasi pantai tidak hanya membuat garis-garis pantai menjadi menyempit, bila dibiarkan bisa menjadi berbahaya terhadap pantai.

  1. Penyebab Abrasi dan Dampaknya Abrasi biasanya terjadi akibat penggundulan hutan bakau oleh manusia. Di Indonesia sendiri, banyak sekali terdapat hutan bakau, akan tetapi semakin lama semakin berkurang akibat penebangan yang melebihi batas yang ditentukan, untuk perdagangan, dll.
    • Mangrove dibutuhkan karena ditanam di pinggiran pantai, karena akar-akarnya mampu menahan ombak sehingga menghambat terjadinya pengikisan pantai. Abrasi disebabkan oleh naiknya permukaan air laut diseluruh dunia karena mencairnya lapisan es di daerah kutub bumi. Mencairnya lapisan es ini merupakan dampak dari pemanasan global yang terjadi belakangan ini. Pemanasan global terjadi karena gas CO2 yang berasal dari asap pabrik maupun dari gas buangan kendaraan bermotor menghalangi keluarnya gelombang panas dari matahari yang dipantulkan oleh bumi, sehingga panas tersebut akan tetap terperangkap di dalam atmosfer bumi dan mengakibatkan suhu di permukaan bumi meningkat. Suhu di kutub juga akan meningkat dan membuat es di kutub mencair, air lelehan es itu mengakibatkan permukaan air di seluruh dunia akan mengalami peningkatan dan akan menggerus daerah yang permukaannya rendah. Hal ini menunjukkan bahwa terjadinya abrasi sangat erat kaitannya dengan pencemaran lingkungan.

    Sebagai contoh terjdinya Abrasi Pantai yaitu :

    • Di daerah pesisir pantai wilayah kabupaten Indramayu terjadi abrasi mampu menenggelamkan daratan antara 2 hingga 10 meter pertahun dan sekarang dari panjang pantai 114 kilometer telah tergerus 50 kilometer. Dari 10 kecamatan yang memiliki kawasan pantai, hanya satu wilayah kecamatan yakni kecamatan Centigi
      yang hampir tidak memiliki persoalan abrasi. . Hal ini karena di wilayah kecamatan Centigi memiliki kawasan hutan mangrove yang masih mampu
      melindungi kawasan pantai dari abrasi.
    • Di daerah pesisir pantai wilayah kabupaten Kerawang yaitu di kecamatan Pedes dan Cibuaya mempunyai tingkat abrasi yang cukup tinggi.

    Dampak lain dari adanya abrasi adalah menghancurkan rumah-rumah penduduk dan tambak-tambak udang dan bandeng yang berorientasi eksport milik warga setempat, yang menyebabkan kerugian dan mengurangi pendapatan dan roda perekonomian daerah tersebut.

  2. Pencemaran Lingkungan Laut dan Dampaknya Pencemaran laut merupakan
    rusaknya kondisi laut akibat perbuatan manusia. Aktifitas manusia sehari-hari
    memegang peranan yang paling besar dan merupakan penyebab utama dari terjadinya polusi laut dunia. Lebih dari 80 persen polusi laut yang terjadi pada lautan berasal dari aktivitas yang terjadi di darat. Mulai dari hancurnya terumbu karang, penumpukan sampah, timbunan zat kimia berbahaya, sampai peningkatan suhu permukaan laut sehingga mengakibatkan tidak seimbangnya ekosistem yang ada di laut. Berton-ton sampah yang dibuang ke sungai setiap harinya, yang akhirnya bermuara ke laut, pembuangan limbahlimbah dan zat-zat kimia oleh pabrik dan kebocoran kapal tanker merupakan faktorfaktor yang menyebabkan pencemaran laut yang diakibatkan oleh manusia. Tumpahan minyak tentu berdampak pada banyak hal, diantaranya, terhadap kondisi lingkungan laut, biota laut, dan tentu saja berdampak pada ekonomi nelayan. Pencemaran minyak di laut juga merusak ekosistem mangrove. Minyak tersebut berpengaruh terhadap sistem
    perakaran mangrove yang berfungsi dalam pertukaran CO2 dan O2, dimana akar tersebut akan tertutup minyak sehingga kadar oksigen dalam akar berkurang. Jika
    minyak mengendap dalam waktu yang cukup lama akan menyebabkan pembusukan pada akar mangrove yang mengakibatkan kematian pada tumbuhan
    mangrove tersebut. Tumpahan minyak juga akan menyebabkan kematian fauna-fauna yang hidup berasosiasi dengan hutam mangrove seperti moluska, kepiting, ikan, udang, dan biota lainnya.. Hutan mangrove merupakan sumber nutrien dan tempat pemijah bagi ikan, dapat rusak oleh pengaruh minyak terhadap sistem perakaran yang berfungsi dalam pertukaran CO2 dan O2 Contoh terjdinya Pencemaran Lingkungan Pantai yaitu :
    o Kasus yang terjadi di daerah Balikpapan yaitu pantai mengalami pencemaran yang cukup parah seperti pada tahun 2004 tercemar oleh limbah minyak. Tumpukan kerak minyak atau sludge berwarna hitam yang mirip dengan gumpalan aspal tersebut beratnya diperkirakan mencapai 300 ton.
    o Kasus yang terjadi di sekitar teluk Jakarta. Berbagai jenis limbah dan ribuan ton sampah yang mengalir melalui 13 kali di Jakarta berdampak pada kerusakan Pantai Taman Nasional Kepulauan Seribu.
    o Pada tahun 2006, kerusakan terumbu karang dan ekosistem taman nasional
    itu diperkirakan mencapai 75 kilometer.
    o Kali Ciliwung, Banjir Kanal Barat (BKB), Kali Sunter, dan Kali Pesanggrahan
    merupakan penyumbang pencemaran terbesar ke Teluk Jakarta. Setiap hari
    Kali Ciliwung, BKB, dan Kali Sunter mengalirkan sampah yang berton-ton
    banyaknya. Sampah berbagai jenis itu mengalir ke Teluk Jakarta, dan sampai
    ke Pantai Taman Nasional Kepulauan Seribu.
  3. Pencemaran Logam Berat dan Dampaknya Aktifitas industri dan padat penduduk serta pada daerah-daerah yang terdapat aktifitas pertambangan, perairannya akan beresiko tercemar logam berat. Supriharyono (2000) dalam Panjaitan, (2009), mengatakan zat berbahaya seperti logam berat muncul di perairan dengan konsentrasi melebihi nilai ambang batas karena industri belum dilengkapi dengan proses pengolahan limbah yang baik. Logam berat dapat menyebar di udara, tanah dan perairan. Suatu perairan dikatakan tercemar oleh logam berat apabila kandungan logam berat pada badan air tersebut telah melebihi nilai baku mutu lingkungan yang ditetapkan untuk kandungan logam berat.
    Beberapa jenis logam berat yang sering dijumpai dalam badan air perairan pesisir
    dan laut pada perairan yang tercemar adalah merkuri (Hg), timbal (Pb), kadmium
    (Cd), arsen (As), selenium (Se), kobalt (Co), nikel (Ni), tembaga (Cu), kromium (Cr), seng (Zn). Jenis – jenis logam berat tersebut terdapat dalam badan air karena
    pemanfaatannya menyisakan limbah yang nantinya dibuang ke lingkungan, misalnya pemanfaatan Cr untuk memberi warna cemerlang pada perkakas dari logam, Co digunakan sebagai bahan magnet yang kuat pada loudspeaker atau microfon, Pb sebagai bahan baterai, Hg sebagai bahan pelarut emas, Cu sebagai kawat listrik, Ni sebagai bahan baja tahan karat, dan Zn sebagai pelapis kaleng (Rompas, 2010). Logam berat yang ada di perairan suatu saat akan mengendap ke dasar perairan dan mengalami proses sedimentasi bersama lumpur (Rahman,
    2006). Proses sedimentasi terjadi karena logam – logam tersebut tidak dapat terurai.
    Distribusi logam didalam air dan sedimen akan mempengaruhi biota disekitar
    lingkungan tersebut. Misalnya udang, kerang, dan ikan. Logam berat akan
    terakumulasi kedalam tubuh biota laut. Logam berat yang terlarut di perairan ada yang bersifat mikronutrien / essensial bagi hewan dan tumbuhan tetapi, ada juga yang tidak dibutuhkan sebagai mikronutrien atau non-essensial. Kerang memperoleh makanan dengan menyaring air. Logam berat juga mudah terakumulasi ke dalam tubuh ikan. Logam berat Pb dan Cd terakumulasi ke dalam tubuh udang (Crustaceae) lewat permukaan tubuh dengan cara difusi dari lingkungan perairan (Conell dan Miller, 1995; Rahman, 2005). Dalam rantai makanan di perairan yang tercemar logam berat akan terakumulasi ke dalam tubuh fitoplanton. Fitoplanton yang mengandung logam berat dimakan oleh ikan-ikan kecil, kemudian ikan-ikan besar memakan ikan-ikan kecil, dan ikan-ikan besar maupun kecil dimakan oleh manusia. Ekosistem mangrove memiliki kemampuan alami untuk membersihkan lingkungan dari berbagai bentuk zat pencemar sehingga penggunaan tanaman mangrove sebagai tumbuhan penyerap logam berat dari perairan sangat tepat. Ekosisten hutan mangrove memiliki fungsi ekonomis dan ekologis. Secara ekologis manfaat hutan mangrove yang dapat dirasakan adalah melindungi pantai dari ancaman gelombang besar, angin ribut, pengendali intrusi air laut, habitat berbagai fauna, tempat mencari makan dan memijah berbagai jenis udang dan ikan, pembangunan lahan melalui proses sedimentasi, mereduksi polutan, pencemar air, penyerap CO2 dan penghasil O2. Anggoro (2006) mengatakan bahwa tumbuhan mangrove mampu menyerap pencemar logam berat dari perairan yang sudah tercemar. Dengan demikian tumbuhan mangrove dapat dijadikan tanaman fitorediasi terhadap pencemaran logam berat di perairan Indonesia.

KESIMPULAN

Salah satu bagian terpenting dari kondisi geografis Indonesia sebagai wilayah kepulauan adalah wilayah pantai dan pesisir dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. Wilayah pantai dan pesisir memiliki arti yang strategis karena merupakan wilayah interaksi/ peralihan (interface) antara ekosistem darat dan laut yang memiliki sifat dan ciri yang unik, dan mengandung produksi biologi cukup besar serta jasa lingkungan lainnya. Wilayah pesisir merupakan ekosistem transisi yang dipengaruhi daratan dan lautan,
yang mencakup beberapa ekosistem, salah satunya adalah ekosistem hutan mangrove.
Hutan mangrove sebagai salah satu ekosistem wilayah pesisir dan lautan yang sangat potensial bagi kesejahteraan masyarakat baik dari segi ekonomi, sosial dan lingkungan hidup, namun sudah semakin kritis ketersediaannya. Di beberapa daerah wilayah pesisir di Indonesia sudah terlihat adanya degradasi dari hutan mangrove akibat penebangan hutan mangrove yang melampaui batas kelestariannya. Hutan mangrove telah dirubah menjadi berbagai kegiatan pembangunan seperti perluasan areal pertanian, pengembangan budidaya pertambakan, pembangunan dermaga dan lain
sebagainya.

Abrasi pantai adalah proses pengikisan pantai yang dikarenakan kekuatan gelombang laut dan arus laut yang kuat dan bersifat merusak, kerusakan atau abrasi pantai disebabkan oleh gejala alami dan ulah tangan manusia, seperti pengambilan batu dan pasir di pesisir pantai, atau penebangan pohon di sekitar pantai, kurang diperhatikannya hutan mangrove. Kerapatan pohon yang rendah pada pesisir pantai memperbesar peluang terjadinya abrasi.

Tumpahan minyak bumi di daerah ekosistem mangrove akan membentuk lapisan filem pada permukaan air laut di daerah ekosistem mangrove, emulsi atau mengendap dan diabsorbsi oleh sedimensedimen yang berada di dasar perairan laut. Hutan mangrove merupakan sumber nutrien dan tempat pemijah bagi ikan, dapat rusak oleh pengaruh minyak terhadap sistem perakaran yang berfungsi dalam pertukaran CO2 dan O2, akan
tertutup minyak sehingga kadar oksigen dalam akar berkurang, sehingga akan merusak hewan dan tumbuh–tumbuhan yang hidup di batu-batuan dan pasir di wilayah pantai.
Pencemaran ataupun kerusakan pantai sangat merugikan kondisi ekologis di perairan Indonesia. Krisis biologis perairan akan terjadi jika upaya penanggulangan pencemaran air laut, logam berat dan pencemaran industry dari darat maupun laut, juga abrasi tidak diatasi sejak sekarang. Seharusnya kegiatan pembangunan tidak perlu merusak
ekosistem pantai dan hutan mangrove, asalkan mengikuti penataan yang rasional,
yaitu dengan memperhatikan segi – segi fungsi ekosistem pesisir dan lautan dengan
menata sepadan pantai dan jalur hijau dan mengkonservasi jalur hijau hutan
mangrove untuk perlindungan pantai, pelestarian siklus hidup biota perairan pantai (ikan dan udang, kerang, penyu), terumbu karang, rumput laut.

Ekosistem hutan mangrove harus dilestarikan karena dapat menyerap logam berat dari perairan, mengurangi abrasi, mengurangi pencemaran dari industry, sampah, juga merupakan sumber daya alam yang memberikan banyak keuntungan bagi manusia, berjasa untuk produktivitasnya yang tinggi serta kemampuannya memelihara alam. Selain itu manfaat hutan mangrove adalah :

  1. mencegah erosi dan abrasi pantai,
  2. mencegah intrusi air laut,
  3. menjadi penyaring alami bagi air laut,
  4. menjadi penghalang alami terhadap angin laut,
  5. menyediakan tempat perlindungan (konservasi) tumbuhan dan hewan,
  6. mengurangi efek rumah kaca,
  7. menyediakan sumber daya hayati yang bernilai ekonomis,
  8. menyediakan tempat bertelur hewan laut,
  9. mendukung ekosistem laut,
  10. menjadi tempat wisata.

Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai sub-tropis yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung garam dan bentuk lahan berupa pantai dengan reaksi tanah anaerob. Secara ringkas hutan mangrove dapat didefinisikan sebagai suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut (terutama di pantai yang terlindung, laguna, muara sungai) yang tergenang pasang dan bebas dari genangan pada saat surut yang komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap garam (Santono, et al., 2005).
Ekosistem mangrove merupakan suatu sistem yang terdiri atas organisme
(tumbuhan dan hewan) yang berinteraksi dengan faktor lingkungannya di dalam
suatu habitat mangrove. Mangrove merupakan ekosistem hutan yang unik karena
merupakan perpaduan antara ekosistem darat dan ekosistem perairan.

Hutan mangrove mempunyai peranan yang sangat penting terutama bagi kehidupan
masyarakat sekitarnya dengan memanfaatkan produksi yang ada di dalamnya,
baik sumberdaya kayunya maupun sumberdaya biota air (udang, kepiting, ikan)
yang biasanya hidup dan berkembang biak di hutan mangrove (Santono, et al., 2005).

Hutan mangrove di Indonesia, yang terbagi kedalam 2 (dua) zone wilayah geografi mangrove yakni Asia dan Oseania, kedua zona tersebut memiliki keanekaragaman tumbuhan, satwa dan jasad renik yang lebih besar dibanding negara-negara lainnya. Hal ini terjadi karena keadaan alamnya yang berbeda dari satu pulau ke pulau lainnya, bahkan dari satu tempat ketempat lainnya dalam pulau yang sama. Sistem perpaduan antara sumberdaya hutan mangrove dan tempat hidupnya yang khas itu, menumbuhkan berbagai ekosistem yang masingmasing menampilkan kekhususan dalam kehidupan jenis-jenis yang terdapat di dalamnya (Santono, et al., 2005).

Luas dan Penyebaran Menurut Santono et al., (2005) terdapat variasi yang nyata dari luas total ekosistem mangrove Indonesia, yakni berkisar antara 2,5 juta – 4,25 juta ha. Perbedaan jumlah luasan ini lebih banyak disebabkan oleh perbedaan metodologi pengukuran luas hutan mangrove yang dilakukan oleh berbagai pihak. Walaupun demikian diakui oleh dunia bahwa Indonesia mempunyai luas ekosistem mangrove terluas di dunia (21% luas mangrove dunia). Hutan-hutan mangrove menyebar luas di bagian yang cukup panas di dunia, terutama di sekeliling khatulistiwa di wilayah tropika dan sedikit di subtropika. Luas hutan mangrove Indonesia antara 2,5 hingga 4,5 juta hektar, merupakan mangrove yang terluas di dunia melebihi Brazil (1,3 juta ha), Nigeria (1,1 juta ha) dan Australia (0,97 ha).

Di Indonesia, hutan-hutan mangrove yang luas terdapat di seputar Dangkalan Sunda yang relatif tenang dan merupakan tempat bermuara sungai-sungai besar, yakni di pantai timur Sumatra, dan pantai barat serta selatan Kalimantan. Di pantai utara Jawa, hutan-hutan ini telah lama terkikis oleh kebutuhan penduduknya terhadap lahan. Di bagian timur Indonesia, ditepi Dangkalan Sahul, hutan-hutan mangrove yang masih baik terdapat di pantai barat daya Papua, terutama di sekitar Teluk Bintuni. Mangrove di Papua mencapai luas 1,3 juta ha, sekitar sepertiga dari luas hutan mangrove Indonesia (Santono, et al., 2005).

Beberapa faktor yang menjadi penyebab berkurangnya ekosistem mangrove antara lain:

  1. Konversi hutan mangrove menjadi bentuk lahan penggunaan lain, seperti permukiman, pertanian, tambak, industri, pertambangan, dll.
  2. Kegiatan eksploitasi hutan yang tidak terkendali oleh perusahaan HPH serta penebangan liar dan bentuk perambahan hutan lainnya.
  3. Polusi di perairan estuaria, pantai, dan lokasi-lokasi perairan lainnya dimana tumbuh mangrove.
  4. Terjadinya pembelokan aliran sungai maupun proses sedimentasi dan abrasi yang tidak terkendali. Penambahan hutan mangrove di beberapa propinsi belum diketahui dan dilaporkan secara pasti,

namun ada beberapa faktor yang memungkinkan bertambahnya areal hutan mangrove dibeberapa propinsi tersebut, yaitu:

  • Adanya reboisasi atau penghijauan.
  • Adanya perluasan lahan hutan mangrove secara alami yang berkaitan dengan adanya proses sedimentasi dan atau penaikan permukaan air laut.
  • Presisi metoda penafsiran luas hutan yang lebih baik dari metoda yang digunakan sebelumnya. (Santono, et al., 2005).

Fungsi dan Manfaat Hutan Mangrove Menurut Davis, Claridge & Natarina (1995) dalam FPPB (2009), hutan mangrove memiliki fungsi dan manfaat sebagai berikut :

  1. Habitat satwa langka Hutan mangrove sering menjadi habitat jenis-jenis satwa. Lebih dari 100 jenis burung hidup disini, dan daratan lumpur yang luas berbatasan dengan hutan mangrove merupakan tempat mendaratnya ribuan burug pantai ringan migran, termasuk jenis burung langka Blekok Asia (Limnodrumus semipalmatus)
  2. Pelindung terhadap bencana alam Vegetasi hutan mangrove dapat melindungi bangunan, tanaman pertanian atau vegetasi alami dari kerusakan akibat badai atau angin yang bermuatan garam melalui proses filtrasi.
  3. Pengendapan lumpur Sifat fisik tanaman pada hutan mangrove membantu proses pengendapan lumpur. Pengendapan lumpur berhubungan erat dengan penghilangan racun dan unsur hara air, karena bahan-bahan tersebut seringkali terikat pada partikel lumpur. Dengan hutan mangrove, kualitas air laut terjaga dari endapan lumpur erosi.
  4. Penambah unsur hara Sifat fisik hutan mangrove cenderung memperlambat aliran air dan terjadi pengendapan. Seiring dengan proses pengendapan ini terjadi unsur hara yang berasal dari berbagai sumber, termasuk pencucian dari areal pertanian.
  5. Penambat racun Banyak racun yang memasuki ekosistem perairan dalam keadaan terikat pada permukaan lumpur atau terdapat di antara kisi-kisi molekul partikel tanah air. Beberapa spesies tertentu dalam hutan mangrove bahkan membantu proses penambatan racun secara aktif.
  6. Sumber alam dalam kawasan (In-Situ) dan luar Kawasan (Ex-Situ) Hasil alam in-situ mencakup semua fauna dan hasil pertambangan atau mineral yang dapat dimanfaatkan secara langsung di dalam kawasan. Sedangkan sumber alam ex-situ meliputi produk-produk alamiah di hutan mangrove dan terangkut/berpindah ke tempat lain yang kemudian digunakan oleh masyarakat di daerah tersebut, menjadi sumber makanan bagi organisme lain atau menyediakan fungsi lain seperti menambah luas pantai karena pemindahan pasir dan lumpur.
  7. Transportasi Pada beberapa hutan mangrove, transportasi melalui air merupakan cara yang paling efisien dan paling sesuai dengan lingkungan.
  8. Sumber plasma nutfah Plasma nutfah dari kehidupan liar sangat besar manfaatnya baik bagi perbaikan jenis-jenis satwa komersial maupun untuk memelihara populasi kehidupan liar itu sendiri.
  9. Rekreasi dan pariwisata Hutan mangrove memiliki nilai estetika, baik dari faktor alamnya maupun dari kehidupan yang ada didalamnya. Hutan mangrove yang telah dikembangkan menjadi obyek wisata alam antara lain di Sinjai (Sulawesi Selatan), Muara Angke (DKI), Suwung, Denpasar (Bali), Blanakan dan Cikeong (Jawa Barat), dan Cilacap (Jawa Tengah). Hutan mangrove memberikan obyek wisata yang berbeda dengan obyek wisata alam lainnya. Karakteristik hutannya yang berada di peralihan antara darat dan laut memiliki keunikan dalam beberapa hal. Para wisatawan juga memperoleh pelajaran tentang lingkungan langsung dari alam. Pantai Padang, Sumatera Barat yang memiliki areal mangrove seluas 43,80 ha dalam kawasan hutan, memiliki peluang untuk dijadikan areal wisata mangrove. Kegiatan wisata ini di samping memberikan pendapatan langsung bagi pengelola melalui penjualan tiket masuk dan parkir, juga mampu menumbuhkan perekonomian masyarakat di sekitarnya dengan menyediakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha, seperti membuka warung makan, menyewakan perahu, dan menjadi pemandu wisata.
  10. Sarana pendidikan dan penelitian Upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membutuhkan laboratorium lapang yang baik untuk kegiatan penelitian dan pendidikan.
  11.  Memelihara proses-proses dan sistem alami Hutan mangrove sangat tinggi peranannya dalam mendukung berlangsungnya proses-proses ekologi, geomorfologi, atau geologi di dalamnya.
  12. Penyerapan karbon Proses fotosintesis mengubah karbon anorganik (C02) menjadi karbon organik dalam bentuk bahan vegetasi. Pada sebagian besar ekosistem, bahan ini membusuk dan melepaskan karbon kembali ke atmosfer sebagai C02. Akan tetapi hutan mangrove justru mengandung sejumlah besar bahan organik yang tidak membusuk. Karena itu, hutan mangrove lebih berfungsi sebagai penyerap karbon dibandingkan dengan sumber karbon.
  13. Memelihara iklim mikro Evapotranspirasi hutan mangrove mampu menjaga kelembaban dan curah hujan kawasan tersebut, sehingga keseimbangan iklim mikro terjaga.
  14. Mencegah berkembangnya tanah sulfat masam Keberadaan hutan mangrove dapat mencegah teroksidasinya lapisan pirit dan menghalangi berkembangnya kondisi alam.

Secara garis besar manfaat hutan mangrove dapat dibagi dalam dua bagian 1. Fungsi ekonomis, yang terdiri atas :

  • Hasil berupa kayu (kayu konstruksi, kayu bakar, arang, serpihan kayu untuk bubur kayu, tiang/pancang) b. Hasil bukan kayu Hasil hutan ikutan (non kayu) Lahan (Ecotourisme dan lahan budidaya)
  • Fungsi ekologi, yang terdiri atas berbagai fungsi perlindungan lingkungan ekosistem daratan dan lautan maupun habitat berbagai jenis fauna, diantaranya: Sebagai proteksi dan abrasi/erosi, gelombang atau angin kencang, Pengendalian instrusi air laut, Habitat berbagai jenis fauna, Sebagai tempat mencari, memijah dan berkembang biak berbagai jenis ikan dan udang, Pembangunan lahan melalui proses sedimentasi, Pengontrol penyakit malaria, Memelihara kualitas air (mereduksi polutan, pencemar air).
  • Hasil hutan mangrove non kayu ini sampai dengan sekarang belum banyak dikembangkan di Indonesia. Padahal apabila dikaji dengan baik, potensi sumberdaya hutan mangrove non kayu di Indonesia sangat besar dan dapat mendukung pengelolaan hutan mangrove secara berkelanjutan (Junaidi, 2009). Tumbuhan Nipah Nipah adalah sejenis palem (palma) yang tumbuh dilingkungan hutan mangrove atau daerah pasang surut dekat tepi laut.

Di beberapa negara lain, tumbuhan ini dikenal dengan nama (dalam bahasa Inggris) Attap palm (Singapura), Nipa palm (Filipina), atau umumnya disebut Nypa palm. Nama ilmiahnya adalah Nypa fruticans Wurmb, dan diketahui sebagai satu-satunya anggota genus Nypa. Juga merupakan satu-satunya jenis palma dari wilayah mangrove.

Fosil serbuk sari palma ini diketahui dari sekitar 70 juta tahun yang silam (Ditjenbun, 2006). Klasifikasi Ilmiah Nipah Kerajaan : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Ordo : Arecales Famili : Arecaceae Genus : Nypa Spesies : Nypa fruticans Wurmb (Ditjenbun, 2006). Batang pohon nipah menjalar di tanah, membentuk rimpang yang terendam oleh lumpur.

Hanya roset daunnya yang muncul di atas tanah, sehingga nipah nampak seolah-olah tak berbatang. Akar serabutnya dapat mencapai panjang 13 m. Perakaran nipah ini hanya terletak dalam lumpur yang sifatnya labil maka rumpun-rumpun nipah dapat dihanyutkan oleh air sampai ke laut (Mangrove Information Centre, 2009). Dari rimpangnya muncul daun-daun majemuk menyirip khas palma, tegak atau hampir tegak, menjulang hingga 9 m di atas tanah. Panjang tangkainya 1-1,5 m; dengan kulit yang mengkilap dan keras, berwarna hijau pada yang muda dan berangsur menjadi cokelat sampai cokelat tua sesuai perkembangan umurnya; bagian dalamnya lunak seperti gabus. Anak daun berbentuk pita memanjang dan meruncing di bagian ujung, memiliki tulang daun yang di sebut lidi (seperti pada daun kelapa).

Panjang anak daun dapat mencapai 100 cm dan lebar daun 4-7 cm. Daun nipah yang sudah tua berwarna hijau, sedangkan daunnya yang masih muda berwarna kuning, menyerupai janur kelapa. Banyaknya anak daun dalam tiap ental mencapai 25-100 helai (Mangrove Information Centre, 2009). Karangan bunga majemuk muncul di ketiak daun, berumah satu, dengan bunga betina terkumpul di ujung membentuk bola dan bunga jantan tersusun dalam malai serupa untai, merah, jingga atau kuning pada cabang di bawahnya. Setiap untai mempunyai 4-5 bulir bunga jantan yang panjangnya mencapai 5 cm. Bunga nipah jantan dilindungi oleh seludang bunga, namun bagian yang terisi serbuk sari tetap tersembul keluar. Bunga nipah betina berbentuk bulat peluru dan bengkok mengarah ke samping. Panjang tangkai badan bunga mencapai 100-170 cm. Tandan bunga inilah yang dapat disadap untuk diambil niranya. Empat hingga lima bulan sejak keluarnya bunga nipah, tandan bunga tersebut dapat disadap. Pada saat ini pengisian biji sedang aktif, maka bila dilakukan penyadapan pasti akan dapat memperoleh jumlah nira yang maksimal (Mangrove Information Centre, 2009).

Buah tipe buah batu dengan mesokarp bersabut, bulat telur terbalik dan gepeng dengan 2-3 rusuk, coklat kemerahan, 11 x 13 cm, terkumpul dalam kelompok rapat menyerupai bola berdiameter sekitar 30 cm. Struktur buah mirip buah kelapa, dengan eksokarp halus, mesokarp berupa sabut, dan endokarp keras yang disebut tempurung. Biji terlindung oleh tempurung dengan panjangnya antara 8-13 cm dan berbentuk kerucut. Dalam satu tandan, buahnya dapat mencapai antara 30-50 butir, berdempetan satu dengan yang lainnya membentuk kumpulan buah bundar.

Buah yang masak gugur ke air dan mengapung mengikuti arus pasang surut atau aliran air hingga tersangkut di tempat tumbuhnya. Kerap kali buah telah berkecambah senyampang dihanyutkan arus ke tempat yang baru (Mangrove Information Centre, 2009). Tempat Tumbuh dan Penyebaran Nipah Nipah tumbuh di bagian belakang hutan mangrove, terutama di dekat aliran sungai yang memasok lumpur ke pesisir. Palma ini dapat tumbuh di wilayah yang berair agak tawar, sepanjang masih terpengaruh pasang-surut air laut yang mengantarkan buah-buahnya yang mengapung.

Di tempat-tempat yang sesuai, tegakan nipah membentuk jalur lebar tak terputus di belakang lapisan hutan mangrove, kurang lebih sejajar dengan garis pantai. Nipah mampu bertahan hidup di atas lahan yang agak kering atau yang kering sementara air surut (Mangrove Information Centre, 2009). Palma ini umum ditemukan di sepanjang garis pesisir Samudera Hindia hingga Samudera Pasifik, khususnya di antara Bangladesh hingga pulau-pulau di Pasifik. Nipah termasuk jenis tumbuhan yang terancam punah di Singapura (Mangrove Information Centre, 2009).

Manfaat Nipah Daun nipah yang telah tua banyak dimanfaatkan secara tradisional untuk membuat atap rumah yang daya tahannya mencapai 3-5 tahun. Daun nipah yang masih muda mirip janur kelapa, dapat dianyam untuk membuat dinding rumah yang disebut kajang. Daun nipah juga dapat dianyam untuk membuat tikar, tas, topi dan aneka keranjang anyaman. Di Sumatra, pada masa silam daun nipah yang muda (dinamai pucuk) dijadikan daun rokok yaitu lembaran pembungkus untuk melinting tembakau setelah dikelupas kulit arinya yang tipis, dijemur kering, dikelantang untuk memutihkannya dan kemudian dipotong-potong sesuai ukuran rokok.

Beberapa naskah lama Nusantara juga menggunakan daun nipah sebagai alas tulis, bukannya daun lontar (Mangrove Information Centre, 2009). Tangkai daun dan pelepah nipah dapat digunakan sebagai bahan kayu bakar yang baik. Pelepah daun nipah juga mengandung selulosa yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan pulp (bubur kertas). Lidinya dapat digunakan untuk sapu, bahan anyam-anyaman dan tali. Nipah dapat pula disadap niranya, yakni cairan manis yang diperoleh dari tandan bunga yang belum mekar. Nira yang dikeringkan dengan dimasak dipasarkan sebagai gula nipah (palm sugar).

Dari hasil oksidasi gula nipah dapat dihasilkan cuka (Mangrove Information Centre, 2009). Di Filipina dan juga di Papua, nira ini diperam untuk menghasilkan semacam tuak yang dinamakan tuba (dalam bahasa Filipina). Fermentasi lebih lanjut dari tuba akan menghasilkan cuka. Di Malaysia, nira nipah dibuat sebagai bahan baku etanol yang dapat dijadikan bahan bakar nabati pengganti bahan bakar minyak bumi. Etanol yang dapat dihasilkan adalah sekitar 11,000 liter/ha/tahun, jauh lebih unggul dibandingkan kelapa sawit (5,000 liter/ha/tahun) (Mangrove Information Centre, 2009).

Umbut nipah dan buah yang muda dapat dimakan. Biji buah nipah yang muda, yang disebut tembatuk, mirip dengan kolang-kaling (buah atep), dan juga diberi nama attap chee (“chee” berarti “biji” menurut dialek China tertentu). Sedangkan buah yang sudah tua bisa ditumbuk untuk dijadikan tepung. Di Kalimantan arang dari akar nipah digunakan untuk obat sakit gigi dan sakit kepala (Mangrove Information Centre, 2009). Pemanasan global Pemanasan global terjadi ketika ada konsentrasi gas-gas tertentu yang dikenal dengan gas rumah kaca, yang terus bertambah di udara.

Hal tersebut disebabkan oleh tindakan manusia, kegiatan industri, khususnya CO2 dan chlorofluorocarbon. Gas yang terutama adalah karbondioksida, yang umumnya dihasilkan oleh penggunaan batubara, minyak bumi, gas dan penggundulan hutan serta pembakaran hutan. Asam nitrat dihasilkan oleh kendaraan dan emisi industri, sedangkan emisi metan disebabkan oleh aktivitas industri dan pertanian. Chlorofluorocarbon CFCs merusak lapisan ozon seperti juga GRK menyebabkan pemanasan global, tetapi sekarang dihapus dalam Protokol Montreal. Karbondioksida, chlorofluorocarbon, metan, asam nitrat adalah gas-gas polutif yang terakumulasi di udara dan menyaring banyak panas dari matahari.

Sementara lautan dan vegetasi menangkap banyak CO2, kemampuannya untuk menjadi “atap” sekarang berlebihan akibat emisi. Ini berarti bahwa setiap tahun, jumlah akumulatif dari gas rumah kaca yang berada di udara bertambah dan itu berarti mempercepat pemanasan global (Assisi, 2009). Sepanjang seratus tahun ini konsumsi energi dunia bertambah secara spektakuler. Sekitar 70% energi dipakai oleh negara-negara maju dan 78% dari energi tersebut berasal dari bahan bakar fosil. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan yang mengakibatkan sejumlah wilayah terkuras habis dan yang lainnya mereguk keuntungan.

Sementara itu, jumlah dana untuk pemanfaatan energi yang tak dapat habis (matahari, angin, biogas, air, khususnya hidro mini dan makro), yang dapat mengurangi penggunaan bahan bakar fosil, baik di negara maju maupun miskin tetaplah rendah, dalam perbandingan dengan bantuan keuangan dan investasi yang dialokasikan untuk bahan bakar fosil dan energi nuklir (Assisi, 2009). Penggundulan hutan yang mengurangi penyerapan karbon oleh pohon, menyebabkan emisi karbon bertambah sebesar 20% dan mengubah iklim mikro lokal dan siklus hidrologis, sehingga mempengaruhi kesuburan tanah.

Pencegahan perubahan iklim yang merusak membutuhkan tindakan nyata untuk menstabilkan tingkat GRK sekarang di udara sesegera mungkin dengan mengurangi emisi GRK sebesar 50% (Assisi, 2009). Karbon Hutan Pada ekosistem daratan, karbon tersimpan terdiri dari 3 komponen pokok menurut Hairiah, et al., 2001 yaitu:

  1. Biomassa : massa dari bagian vegetasi yang masih hidup yaitu tajuk pohon, tumbuhan bawah atau gulma dan tanaman semusim.
  2. Nekromasa: massa dari bagian pohon yang telah mati baik yang masih tegak di lahan (batang atau tunggul pohon) yang telah tumbang/tergelatak di permukaan tanah, tonggak atau ranting dan daun-daun gugur (serasah) yang belum lapuk.
  3. Bahan organik tanah: sisa makhluk hidup (tanaman, hewan dan manusia) yang telah mengalami pelapukan baik sebagian maupun seluruhnya dan telah menjadi bagian dari tanah. Ukuran partikel biasanya lebih kecil dari 2 mm.

Berdasarkan keberadaannya di alam, ketiga komponen C tersebut dapat di bedakan menjadi 2 kelompok yaitu:

  • Karbon di atas permukaan tanah meliputi: Biomasa pohon. Proporsi terbesar penyimpanan C di daratan umumnya terdapat pada komponen pepohonan. Untuk mengurangi tindakan perusakan selama pengukuran, biomasa pohon dapat diestimasi dengan mengunakan persamaan alometrik yang di dasarkan pada pengukuran diameter batang. Biomasa tumbuhan bawah. Tumbuhan bawah meliputi semak belukar yang berdiameter < 5 cm, tumbuhan menjalar, rumput-rumputan atau gulma. Estimasi tumbuhan bawah dilakukan dengan mengambil bagian tanaman (melibatkan perusakan). Nekromasa. Batang pohon mati baik yang masih tegak atau telah tumbang dan tergeletak di permukaan tanah, yang merupakan komponen penting dari C dan harus di ukur pula agar diperoleh estimasi penyimpanan C yang akurat. Serasah. Serasah meliputi bagian tanaman yang telah gugur berupa daun dan ranting-ranting yang terletak di permukaan tanah.
  • Karbon di dalam tanah, meliputi: Biomassa akar. Akar mentransfer C dalam jumlah besar langsung ke dalam tanah, dan keberadaannya dalam tanah bisa cukup lama. Pada tanah hutan biomassa akar lebih didominasi oleh akar-akar besar (diameter > 2 mm), sedangkan pada tanah pertanian lebih didominasi oleh akar-akar halus yang lebih pendek daur hidupnya. Bahan organik tanah. Sisa tanaman, hewan dan manusia yang ada di permukaan dan di dalam tanah, sebagian dan seluruhnya di rombak oleh organisme tanah sehingga melapuk dan menyatu dengan tanah, dinamakan bahan organik tanah. (Hairiah, et al., 2001).

Peran Hutan Sebagai Penyerap Karbon Peranan hutan sebagai penyerap karbon mulai menjadi sorotan pada saat bumi dihadapkan pada persoalan efek rumah kaca, berupa kecenderungan peningkatan suhu udara atau biasa disebut sebagai pemanasan global. Penyebab terjadinya pemanasan global ini adalah adanya peningkatan konsentrasi GRK di atmosfer dimana peningkatan ini menyebabkan kesetimbangan radiasi berubah dan suhu bumi menjadi lebih panas (Adinugroho, et al., (2009) dalam Bako, 2009). Gas Rumah Kaca adalah gas-gas di atmosfer yang memiliki kemampuan menyerap radiasi gelombang panjang yang dipancarkan kembali ke atmosfer oleh permukaan bumi.

Sifat termal radiasi inilah menyebabkan pemanasan atmosfer secara global (global warming). Di antara GRK penting diperhitungkan dalam pemanasan global adalah karbondioksida (CO2), metana (CH4) dan nitrous oksida (N2O). Dengan kontribusinya lebih dari 55% terhadap pemanasan global, CO2 yang diemisikan dari aktivitas manusia (antropogenic) mendapat perhatian yang lebih besar. Tanpa adanya GRK, atmosfer bumi akan memiliki suhu 300 C lebih dingin dari kondisi saat ini. Namun demikian seperti yang diuraikan di atas, peningkatan konsentrasi GRK saat ini berada pada laju yang sangat mengkhawatirkan sehingga emisi GRK harus segera dikendalikan.

Upaya mengatasi (mitigasi) pemanasan global dapat dilakukan dengan cara mengurangi emisi dari sumbernya atau meningkatkan kemampuan penyerapan (Adinugroho, et al., (2009) dalam Bako, 2009). Hutan berperan dalam upaya peningkatan penyerapan CO2 dimana dengan bantuan cahaya matahari dan air dari tanah, vegetasi yang berklorofil mampu menyerap CO2 dari atmosfer melalui fotosintesis. Hasil fotosintesis ini antara lain disimpan dalam bentuk biomassa yang menjadikan vegetasi tumbuh menjadi besar atau makin tinggi.

Pertumbuhan ini akan berlangsung terus sampai vegetasi tersebut secara fisiologis berhenti tumbuh atau dipanen. Secara umum hutan dengan “net growth” (terutama dari pohon-pohon yang sedang berada pada fase pertumbuhan) mampu menyerap lebih banyak CO2, sedangkan hutan dewasa dengan pertumbuhan yang kecil hanya menyimpan stock karbon tetapi tidak dapat menyerap CO2 berlebih/ekstra.

Dengan adanya hutan yang lestari maka jumlah karbon (C) yang disimpan akan semakin banyak dan semakin lama. Oleh karena itu, kegiatan penanaman vegetasi pada lahan yang kosong atau merehabilitasi hutan yang rusak akan membantu menyerap kelebihan CO2 atmosfer (Adinugroho, et al., (2009) dalam Bako, 2009). Penurunan emisi karbon dapat dilakukan dengan: (a) mempertahankan cadangan karbon yang telah ada dengan: mengelola hutan lindung, mengendalikan defostasi, menerapkan praktek silvikultur yang baik, mencegah degradasi lahan gambut dan memperbaiki pengelolaan cadangan bahan organik tanah, (b) meningkatkan cadangan karbon melalui penanaman tanaman berkayu dan (c) mengganti bahan bakar fosil dengan bahan bakar yang dapat diperbaharui secara langsung maupun tidak langsung (angin, biomassa, aliran air), radiasi matahari, atau aktivitas panas bumi (Lasco et al., (2004) dalam Bako, 2009).

Peningkatan penyerapan cadangan karbon dapat dilakukan dengan:

  • meningkatkan pertumbuhan biomassa hutan secara alami,
  • menambah cadangan kayu pada hutan yang ada dengan penanaman pohon atau mengurangi pemanenan kayu, dan
  • mengembangkan hutan dengan jenis pohon yang cepat tumbuh (Sedjo & Salomon (1988) dalam Bako, 2009).

Model Alometrik Penduga Karbon Hutan Model adalah rangkuman atau penyederhanaan dari suatu sistem (Hall & Day, 1976 dalam Onrizal, 2004), sehingga hanya faktor dominan atau komponen yang relevan saja dari masalah yang dianalisis yang diikutsertakan dalam menunjukkan hubungan langsung dan tidak langsung dalam pengertian sebab akibat (Jorgensen, 1988, Grant et al., 1997 dalam Onrizal 2004).

Permodelan adalah pengembangan analisis ilmiah dalam beberapa cara, yang berarti bahwa dalam memodelkan suatu ekosistem akan lebih mudah dibandingkan dengan ekosistem sebenarnya (Hall & Day, 1976 dalam Onrizal, 2004). Sementara itu sistem merupakan suatu kumpulan dari bagian-bagian (komponen) yang berinteraksi menurut proses tertentu (Gasperz, 1992, Odum, 1992 dalam Onrizal, 2004).

Produksi biomassa merupakan model proses yang ditetapkan secara khusus melalui keseimbangan antara karbon yang diambil melalui proses fotosintesis dan proses kehilangan karbon melalui respirasi. Karbon merupakan produk dari produksi biomassa yang dibentuk dikurangi dengan total yang hilang melalui jaringan akar halus, cabang, dan daun, serta karena penyakit, sisanya tergabung dalam struktur dan tersimpan di dalam pohon. Penyerapan air akan berpengaruh terhadap keseimbangan karbon dan pengalokasian karbon (Raymon et al., 1983, Johnsen et al., 2001 dalam Onrizal, 2004).

Model biomassa mensimulasikan penyerapan karbon melalui proses fotosintesis dan penghilangan karbon melalui respirasi. Penyerapan karbon bersih disimpan dalam organ tumbuhan. Fungsi dan model biomassa direpresentasikan melalui persamaan dengan tinggi dan diameter (Boer & Ginting, 1996 ; Onrizal, 2004). Dalam pembuatan model, dibutuhkan peubah-peubah yang mendukung keberadaan model tersebut, yakni adanya korelasi yang tinggi antar peubahpeubah penciri. Berbagai model biomassa tegakan hutan yang telah dibangun didasarkan fungsi dimensi pohon (diameter dan tinggi) dengan analisis regresi alometrik, fungsi taper, atau persamaan polynomial (Pastor et al., 1984 ; Onrizal, 2004). Johnsen (2001) dalam Onrizal (2004) menyatakan bahwa model penduga karbon dapat diduga melalui persamaan regresi alometrik dari biomassa pohon yang didasarkan pada fungsi dari diameter pohon.

Hilmi (2003) dalam Onrizal (2004) telah membangun model penduga karbon untuk kelompok jenis Rhizophora spp dan Bruguiera spp., dimana kandungan karbon pohon merupakan fungsi diameter dan atau tinggi pohon, dan fungsi dari biomassa pohon dengan menggunakan pesamaan regresi alometrik. Hubungan alometrik merupakan hubungan antara suatu peubah tak bebas yang diduga oleh satu atau lebih peubah bebas, yang dalam hal ini diwakili oleh karakteristik yang berbeda dalam pohon. Contohnya hubungan antara volume pohon atau biomassa pohon dengan diameter dan tinggi total pohon, yang disebut sebagai peubah bebas.

Hubungan ini biasanya dinyatakan dalam suatu persamaan alometrik (Hairiah, et al., 2001). Persamaan alometrik dapat disusun dengan cara pengambilan contoh melakukan penebangan dan perujukan dari berbagai sumber pustaka yang mempunyai tipe hutan yang dapat diperbandingkan. Persamaan tersebut biasanya menggunakan diameter pohon yang diukur setinggi dada (Dbh) yang diukur 1,3 m dari permukaan tanah sebagai dasar. Persamaan empirik untuk biomassa total W berdasarkan diameter (D) mempunyai bentuk polynomial : W = a + bD + cD2 + cD3 atau mengikuti fungsi : W = aDb . Dimana W (biomassa total), C (karbon), D (diameter), dan terdiri dari koefisien a dan koefisien b. Setelah persamaan alometrik disusun, hanya diperlukan mengukur Dbh (atau parameter lain yang digunakan sebagai dasar persamaan) untuk menaksir biomassa satu pohon. Penaksiran biomassa total untuk seluruh pohon dalam transek ukur dapat dikonversi menjadi biomassa dalam satuan ton per hektar (Hairiah, et al., 2001). Peningkatan penyerapan cadangan karbon dapat dilakukan dengan (a) meningkatkan pertumbuhan biomasa hutan secara alami, (b) menambah cadangan kayu pada hutan yang ada dengan penanaman pohon atau mengurangi pemanenan kayu, dan (c) mengembangkan hutan dengan jenis pohon yang cepat tumbuh (Sedjo & Salomon, (1988) dalam Rahayu, et al., (2003). Karbon yang diserap oleh tanaman disimpan dalam bentuk biomasa kayu, sehingga cara yang paling mudah untuk meningkatkan cadangan karbon adalah dengan menanam dan memelihara pohon (Lasco et al., (2004) dalam Rahayu, et al., (2003). Komponen cadangan karbon daratan terdiri dari cadangan karbon di atas permukaan tanah, cadangan karbon di bawah permukaan tanah dan cadangan karbon lainnya. Cadangan karbon di atas permukaan tanah terdiri dari tanaman hidup (batang, cabang, daun, tanaman menjalar, tanaman epifit dan tumbuhan bawah) dan tanaman mati (pohon mati tumbang, pohon mati berdiri, daun, cabang, ranting, bunga, buah yang gugur, arang sisa pembakaran). Cadangan karbon di bawah permukaan tanah meliputi akar tanaman hidup maupun mati, organisme tanah dan bahan organik tanah. Pemanenan hasil kayu (kayu bangunan, pulp, arang atau kayu bakar), resin, buah-buahan, daun untuk makanan ternak menyebabkan berkurangnya cadangan karbon dalam skala Petak ukur, tetapi belum tentu demikian jika kita perhitungkan dalam skala global.

Demikian juga halnya dengan hilangnya bahan organik tanah melalui erosi. Beberapa penilaian karbon global memperhitungkan aliran karbon (khususnya yang berkaitan dengan pohon/kayu) dan dekomposisi yang terjadi. Tetapi memperoleh hasil penilaian yang konsisten cukup sulit apabila metode penilaian tidak memperhitungan keseluruhan cadangan karbon yang ada, khususnya di daerah perkotaan. Sebagai contoh, memperhitungkan lama hidup alat-alat rumah tangga yang terbuat dari kayu yang tetap tersimpan dalam bentuk kayu untuk jangka waktu yang lama dan tidak menjadi sumber emisi karbon. Canadell (2002) dalam Rahayu, et al., (2003) mengatakan bahwa untuk memperoleh potensial penyerapan karbon yang maksimum perlu ditekankan pada kegiatan peningkatan biomasa di atas permukaan tanah bukan karbon yang ada dalam tanah, karena jumlah bahan organik tanah yang relatif lebih kecil dan masa keberadaannya singkat.

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Letak Geografis Secanggang merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten Langkat, Propinsi Sumatera Utara. Adapun batas-batas wilayah Kecamatan Secanggang secara geografis yaitu: – Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Pura – Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Malaka – Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang – Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Hinai Secara geografis kawasan ini terbentang antara 98 ˚30’ B T – 98˚42’ BT dan 3˚42’30’’ LU – 3˚49’45’’ LU.

Topografi dan Ketinggian Tempat Kecamatan Secanggang adalah merupakan lokasi penelitian yang berada pada ketinggian ± 1 meter dari permukaan laut dengan topografi landai. Kondisi geologi Kecamatan ini di Kawasan Suaka Margasatwa Langkat Timur Laut Sumatera Utara Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat adalah sebagai berikut:

a. Kondisi tanah berlumpur, sedikit berpasir dan dipengaruhi pasang surut air laut;

b. Tekstur tanah halus;

c. Memiliki tipe tanah Gley humus rendah;

d. Memiliki tipe lahan rawa pasut dan bentuk lahan dataran lumpur antar pasang surut di bawah bakau; Memiliki jenis batuan Aluvium, campuran estuarin dan marin yang masih muda (Pemda Kabupaten Langkat, 2009).

Iklim Kecamatan Secanggang merupakan kawasan pesisisr timur Sumatera Utara. Menurut masyarakat setempat, sampai era 1970-an pesisisr Kecamatan Secanggang di tumbuhi hutan mangrove yang lebat dengan lebar 400 m dari tepi pantai namun kini mengalami kerusakan akibat konversi mangrove menjadi tambak dan pemukiman. Salah satu wilayah Kabupaten Langkat yang mengalami kerusakan mangrove adalah Kecamatan Secanggang dengan luas 5.065,2 ha. Tersebar pada desa Sungai Ular dengan luas hutan 607 ha, yang rusak 303,5 ha; desa Secanggang luas hutan 956 ha, rusak 949,4 ha; desa Karang Gading luas hutan 775,2 ha, rusak 542,6 ha; desa Kuala Besar 1659 ha, rusak 995,4 ha; dan desa Jaring Alus luas hutan 1.068 ha, rusak 640,8 ha (Pemda Kabupaten Langkat, 2000). Kondisi ini merupakan bukti nyata pemanfaatan sumberdaya mangrove secara berlebihan, tanpa memperhatikan aspek pelestariannya. Kondisi iklim di pengaruhi oleh sistem angin muson yang berubah arah sesuai dengan kedudukan matahari terhadap bumi. Curah hujan rata-rata yang jatuh di lokasi ini adalah 3.268 mm/tahun. Suhu rata-rata berada pada kisaran 280 C. Musim kemarau yang dibawa oleh Angin Muson Timur jatuh pada bulan Februari – Agustus sedangkan musim penghujan yang bersamaan dengan datangnya Angin Muson Barat jatuh pada bulan September – Januari (Pemda Kabupaten Langkat, 2009 ).

Sumber :

Hutan

adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan dan tumbuhan lainnya. Kawasan-kawasan semacam ini terdapat di wilayah-wilayah yang luas di dunia dan berfungsi sebagai penampung karbon dioksida (carbon dioxide sink), habitat hewan, modulator arus hidrologika, serta pelestari tanah, dan merupakan salah satu aspek biosfer Bumi yang paling penting.

Hutan menurut Undang-Undang tentang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999 adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.

Hutan adalah bentuk kehidupan yang tersebar di seluruh dunia. Kita dapat menemukan hutan baik di daerah tropis maupun daerah beriklim dingin, di dataran rendah maupun di pegunungan, di pulau kecil maupun di benua besar.

Hutan merupakan suatu kumpulan tumbuhan dan juga tanaman, terutama pepohonan atau tumbuhan berkayu lain, yang menempati daerah yang cukup luas.

Pohon sendiri adalah tumbuhan cukup tinggi dengan masa hidup bertahun-tahun. Jadi, tentu berbeda dengan sayur-sayuran atau padi-padian yang hidup semusim saja. Pohon juga berbeda karena secara mencolok memiliki sebatang pokok tegak berkayu yang cukup panjang dan bentuk tajuk (mahkota daun) yang jelas.

Suatu kumpulan pepohonan dianggap hutan jika mampu menciptakan iklim dan kondisi lingkungan yang khas setempat, yang berbeda daripada daerah di luarnya. Jika kita berada di hutan hujan tropis, rasanya seperti masuk ke dalam ruang sauna yang hangat dan lembap, yang berbeda daripada daerah perladangan sekitarnya. Pemandangannya pun berlainan. Ini berarti segala tumbuhan lain dan hewan (hingga yang sekecil-kecilnya), serta beraneka unsur tak hidup lain termasuk bagian-bagian penyusun yang tidak terpisahkan dari hutan.

Hutan sebagai suatu ekosistem tidak hanya menyimpan sumberdaya alam berupa kayu, tetapi masih banyak potensi non kayu yang dapat diambil manfaatnya oleh masyarakat melalui budidaya tanaman pertanian pada lahan hutan. Sebagai fungsi ekosistem hutan sangat berperan dalam berbagai hal seperti penyedia sumber air, penghasil oksigen, tempat hidup berjuta flora dan fauna, dan peran penyeimbang lingkungan, serta mencegah timbulnya pemanasan global. Sebagai fungsi penyedia air bagi kehidupan hutan merupakan salah satu kawasan yang sangat penting, hal ini dikarenakan hutan adalah tempat tumbuhnya berbagai tanaman.

Bagian-Bagian Hutan

Hutan Slurup di gunung Wilis pada sisi Kabupaten Kediri, tepatnya di daerah Dolo kecamatan Mojo. Hutan dengan banyak aliran air, berhawa dingin dan tingkat kelembapan rendah

Bayangkan mengiris sebuah hutan secara melintang. Hutan seakan-akan terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian di atas tanah, bagian di permukaan tanah, dan bagian di bawah tanah.

Jika kita menelusuri bagian di atas tanah hutan, maka akan terlihat tajuk (mahkota) pepohonan, batang kekayuan, dan tumbuhan bawah seperti perdu dan semak belukar. Di hutan alam, tajuk pepohonan biasanya tampak berlapis karena ada berbagai jenis pohon yang mulai tumbuh pada saat yang berlainan.

Di bagian permukaan tanah, tampaklah berbagai macam semak belukar, rerumputan, dan serasah. Serasah disebut pula ‘lantai hutan’, meskipun lebih mirip dengan permadani. Serasah adalah guguran segala batang, cabang, daun, ranting, bunga, dan buah. Serasah memiliki peran penting karena merupakan sumber humus, yaitu lapisan tanah teratas yang subur. Serasah juga menjadi rumah dari serangga dan berbagai mikro organisme lain. Uniknya, para penghuni justru memakan serasah, rumah mereka itu; menghan Semua tumbuhan dan satwa di dunia, begitupun manusia, harus menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat mereka berada. Jika suatu jenis tumbuhan atau satwa mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan fisik di daerah tertentu, maka mereka akan dapat berkembang di daerah tersebut. Jika tidak, mereka justru tersingkir dari tempat ini. Contohnya, kita menemukan pohon bakau di daerah genangan dangkal air laut karena spesies pohon ini tahan dengan air asin dan memiliki akar napas yang sesuai dengan sifat tanah dan iklim panas pantai.

Sebaliknya, cara berbagai tumbuhan dan satwa bertahan hidup akan memengaruhi lingkungan fisik mereka, terutama tanah, walaupun secara terbatas. Tumbuhan dan satwa yang berbagi tempat hidup yang sama justru lebih banyak saling memengaruhi di antara mereka. Agar mampu bertahan hidup di lingkungan tertentu, berbagai tumbuhan dan hewan memang harus memilih antara bersaing dan bersekutu. Burung kuntul, misalnya, menghinggapi punggung banteng liar untuk mendapatkan kutu sebagai makanannya. Sebaliknya, banteng liar terbantu karena badannya terbebas dari sumber penyakit.

Jadi, hutan merupakan bentuk kehidupan yang berkembang dengan sangat khas, rumit, dan dinamik. Pada akhirnya, cara semua penyusun hutan saling menyesuaikan diri akan menghasilkan suatu bentuk klimaks, yaitu suatu bentuk masyarakat tumbuhan dan satwa yang paling cocok dengan keadaan lingkungan yang tersedia. Akibatnya, kita melihat hutan dalam beragam wujud klimaks, misalnya: hutan sabana, hutan meranggas, hutan hujan tropis, dan lain-lain.

Macam-Macam Hutan

Rimbawan berusaha menggolong-golongkan hutan sesuai dengan ketampakan khas masing-masing. Tujuannya untuk memudahkan manusia dalam mengenali sifat khas hutan. Dengan mengenali betul-betul sifat sebuah hutan, kita akan memperlakukan hutan secara lebih tepat sehingga hutan dapat lestari, bahkan terus berkembang.

Ada berbagai jenis hutan. Pembedaan jenis-jenis hutan ini pun bermacam-macam pula. Misalnya:

Menurut asal

Kita mengenal hutan yang berasal dari biji, tunas, serta campuran antara biji dan tunas.

  • Hutan yang berasal dari biji disebut juga ‘hutan tinggi’ karena pepohonan yang tumbuh dari biji cenderung menjadi lebih tinggi dan dapat mencapai umur lebih lanjut.
  • Hutan yang berasal dari tunas disebut ‘hutan rendah’ dengan alasan sebaliknya.
  • Hutan campuran, oleh karenanya, disebut ‘hutan sedang’.

Penggolongan lain menurut asal adalah

  • Hutan perawan (primer) merupakan hutan yang masih asli dan belum pernah dibuka oleh manusia.
  • Hutan sekunder adalah hutan yang tumbuh kembali secara alami setelah ditebang atau kerusakan yang cukup luas. Akibatnya, pepohonan di hutan sekunder sering terlihat lebih pendek dan kecil. Namun jika dibiarkan tanpa gangguan untuk waktu yang panjang, kita akan sulit membedakan hutan sekunder dari hutan primer. Di bawah kondisi yang sesuai, hutan sekunder akan dapat pulih menjadi hutan primer setelah berusia ratusan tahun.

Menurut cara permudaan (tumbuh kembali)

Hutan dapat dibedakan sebagai hutan dengan permudaan alami, permudaan buatan, dan permudaan campuran. Hutan dengan permudaan alami berarti bunga pohon diserbuk dan biji pohon tersebar bukan oleh manusia, melainkan oleh angin, air, atau hewan. Hutan dengan permudaan buatan berarti manusia sengaja menyerbukkan bunga serta menyebar biji untuk menumbuhkan kembali hutan. Hutan dengan permudaan campuran berarti campuran kedua jenis sebelumnya.

Di daerah beriklim sedang, perbungaan terjadi dalam waktu singkat, sering tidak berlangsung setiap tahun, dan penyerbukannya lebih banyak melalui angin. Di daerah tropis, perbungaan terjadi hampir sepanjang tahun dan hampir setiap tahun. Sebagai pengecualian, perbungaan pohon-pohon dipterocarp (meranti) di Kalimantan dan Sumatera terjadi secara berkala. Pada tahun tertentu, hutan meranti berbunga secara berbarengan, tetapi pada tahun-tahun berikutnya meranti sama sekali tidak berbunga. Musim bunga hutan meranti merupakan kesempatan emas untuk melihat biji-biji meranti yang memiliki sepasang sayap melayang-layang terbawa angin.

Menurut susunan jenis

Jati-cepu-09.jpg

Berdasarkan susunan jenisnya, kita mengenal hutan sejenis dan hutan campuran. Hutan sejenis, atau hutan murni, memiliki pepohonan yang sebagian besar berasal dari satu jenis, walaupun ini tidak berarti hanya ada satu jenis itu. Hutan sejenis dapat tumbuh secara alami baik karena sifat iklim dan tanah yang sulit maupun karena jenis pohon tertentu lebih agresif. Misalnya, hutan tusam (pinus) di Aceh dan Kerinci terbentuk karena kebakaran hutan yang luas pernah terjadi dan hanya tusam jenis pohon yang bertahan hidup. Hutan sejenis dapat juga merupakan hutan buatan, yaitu hanya satu atau sedikit jenis pohon utama yang sengaja ditanam seperti itu oleh manusia, seperti dilakukan di lahan-lahan HTI (hutan tanaman industri).

Penggolongan lain berdasarkan pada susunan jenis adalah hutan daun jarum (konifer) dan hutan daun lebar. Hutan daun jarum (seperti hutan cemara) umumnya terdapat di daerah beriklim dingin, sedangkan hutan daun lebar (seperti hutan meranti) biasa ditemui di daerah tropis.

Menurut Umur

Kita dapat membedakan hutan sebagai hutan seumur (kira-kira berumur sama) dan hutan tidak seumur. Hutan alam atau hutan permudaan alam biasanya merupakan hutan tidak seumur. Hutan tanaman boleh jadi hutan seumur atau hutan tidak seumur.

Berdasarkan Letak Geografisnya:

  • hutan tropika, yakni hutan-hutan di daerah khatulistiwa.
  • hutan temperate, hutan-hutan di daerah empat musim (antara garis lintang 23,5º – 66º).
  • hutan boreal, hutan-hutan di daerah lingkar kutub.

Berdasarkan Sifat-Sifat Musimannya:

  • hutan hujan (rainforest), dengan banyak musim hujan.
  • hutan selalu hijau (evergreen forest).
  • hutan musim atau hutan gugur daun (deciduous forest).
  • hutan sabana (savannah forest), di tempat-tempat yang musim kemaraunya panjang. Dll.

hutan wisata.

Berdasarkan ketinggian tempatnya:

  • hutan pantai (beach forest)
  • hutan dataran rendah (lowland forest)
  • hutan pegunungan bawah (sub-mountain forest)
  • hutan pegunungan atas (mountain forest)
  • hutan kabut (mist forest)
  • hutan elfin (alpine forest)

Berdasarkan keadaan tanahnya:

  • hutan rawa air-tawar atau hutan rawa (freshwater swamp-forest)
  • hutan rawa gambut (peat swamp-forest)
  • hutan rawa bakau, atau hutan bakau (mangrove forest)
  • hutan kerangas (heath forest)
  • hutan tanah kapur (limestone forest), dan lainnya

Berdasarkan jenis pohon yang dominan:

  • hutan jati (teak forest), misalnya di Jawa Timur.
  • hutan pinus (pine forest), di Aceh.
  • hutan dipterokarpa (dipterocarp forest), di Sumatra dan Kalimantan.
  • hutan ekaliptus (eucalyptus forest) di Nusa Tenggara. Dll.

Berdasarkan sifat-sifat pembuatannya:

  • hutan alam (natural forest)
  • hutan buatan (man-made forest), misalnya:
    • hutan rakyat (community forest)
    • hutan kota (urban forest)
    • hutan tanaman industri (timber estates atau timber plantation) Dll

Hutan Kota di Singapura

Berdasarkan tujuan pengelolaannya:

  • hutan produksi, yang dikelola untuk menghasilkan kayu ataupun hasil hutan bukan kayu (non-timber forest product)
  • hutan lindung, dikelola untuk melindungi tanah dan tata air
    • Taman Nasional
  • hutan suaka alam, dikelola untuk melindungi kekayaan keanekaragaman hayati atau keindahan alam
    • Cagar alam
    • Suaka alam
  • hutan konversi, yakni hutan yang dicadangkan untuk penggunaan lain, dapat dikonversi untuk pengelolaan non-kehutanan.

Lereng gunung Arjuna di wilayah Sumberawan, kecamatan Singosari, kabupaten Malang

Dalam kenyataannya, seringkali beberapa faktor pembeda itu bergabung, dan membangun sifat-sifat hutan yang khas. Misalnya, hutan hujan tropika dataran rendah (lowland tropical rainforest), atau hutan dipterokarpa perbukitan (hilly dipterocarp forest). Hutan-hutan rakyat, kerap dibangun dalam bentuk campuran antara tanaman-tanaman kehutanan dengan tanaman pertanian jangka pendek, sehingga disebut dengan istilah wanatani atau agroforest.

Jenis-jenis Hutan di Indonesia

Berdasarkan Biogeografi

Kepulauan Nusantara adalah relief alam yang terbentuk dari proses pertemuan antara tiga lempeng bumi. Hingga hari ini pun, ketiga lempeng bumi itu masih terus saling mendekat. Akibatnya, antara lain, gempa bumi sering terjadi di negeri kepulauan ini.

Sejarah pembentukan Kepulauan Nusantara di sabuk khatulistiwa itu menghasilkan tiga kawasan biogeografi utama, yaitu: Paparan Sunda, Wallacea, dan Paparan Sahul. Masing-masing kawasan biogeografi adalah cerminan dari sebaran bentuk kehidupan berdasarkan perbedaan permukaan fisik buminya.

  • Kawasan Paparan Sunda (di bagian barat)

Paparan Sunda adalah lempeng bumi yang bergerak dari Kawasan Oriental (Benua Asia) dan berada di sisi barat Garis Wallace. Garis Wallace merupakan suatu garis khayal pembatas antara dunia flora fauna di Paparan Sunda dan di bagian lebih timur Indonesia. Garis ini bergerak dari utara ke selatan, antara Kalimantan dan Sulawesi, serta antara Bali dan Lombok. Garis ini mengikuti nama biolog Alfred Russel Wallace yang, pada 1858, memperlihatkan bahwa persebaran flora fauna di Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Bali lebih mirip dengan yang ada di daratan Benua Asia.

  • Kawasan Paparan Sahul (di bagian timur)

Paparan Sahul adalah lempeng bumi yang bergerak dari Kawasan Australesia (Benua Australia) dan berada di sisi timur Garis Weber. Garis Weber adalah sebuah garis khayal pembatas antara dunia flora fauna di Paparan Sahul dan di bagian lebih barat Indonesia. Garis ini membujur dari utara ke selatan antara Kepulauan Maluku dan Papua serta antara Nusa Tenggara Timur dan Australia. Garis ini mengikuti nama biolog Max Weber yang, sekitar 1902, memperlihatkan bahwa persebaran flora fauna di kawasan ini lebih serupa dengan yang ada di Benua Australia.

  • Kawasan Wallace / Laut Dalam (di bagian tengah)

Lempeng bumi pinggiran Asia Timur ini bergerak di sela Garis Wallace dan Garis Weber. Kawasan ini mencakup Sulawesi, Kepulauan Sunda Kecil (Nusa Tenggara), dan Kepulauan Maluku. Flora fauna di kawasan ini banyak merupakan jenis-jenis endemik (hanya ditemukan di tempat bersangkutan, tidak ditemukan di bagian lain manapun di dunia). Namun, kawasan ini juga memiliki unsur-unsur baik dari Kawasan Oriental maupun dari Kawasan Australesia. Wallace berpendapat bahwa laut tertutup es pada Zaman Es sehingga tumbuhan dan satwa di Asia dan Australia dapat menyeberang dan berkumpul di Nusantara. Walaupun jenis flora fauna Asia tetap lebih banyak terdapat di bagian barat dan jenis flora fauna Australia di bagian timur, hal ini dikarenakan Kawasan Wallace dulu merupakan palung laut yang sangat dalam sehingga fauna sukar untuk melintasinya dan flora berhenti menyebar.

Berdasarkan iklim

Dari letak garis lintangnya, Indonesia memang termasuk daerah beriklim tropis. Namun, posisinya di antara dua benua dan di antara dua samudera membuat iklim kepulauan ini lebih beragam. Berdasarkan perbandingan jumlah bulan kering terhadap jumlah bulan basah per tahun, Indonesia mencakup tiga daerah iklim, yaitu:

  • Daerah tipe iklim A (sangat basah) yang puncak musim hujannya jatuh antara Oktober dan Januari, kadang hingga Februari. Daerah ini mencakup Pulau Sumatera; Kalimantan; bagian barat dan tengah Pulau Jawa; sisi barat Pulau Sulawesi.
  • Daerah tipe iklim B (basah) yang puncak musim hujannya jatuh antara Mei dan Juli, serta Agustus atau September sebagai bulan terkering. Daerah ini mencakup bagian timur Pulau Sulawesi; Maluku; sebagian besar Papua.
  • Daerah tipe iklim C (agak kering) yang lebih sedikit jumlah curah hujannya, sedangkan bulan terkeringnya lebih panjang. Daerah ini mencakup Jawa Timur; sebagian Pulau Madura; Pulau Bali; Nusa Tenggara; bagian paling ujung selatan Papua.

Berdasarkan perbedaan iklim ini, Indonesia memiliki hutan gambut, hutan hujan tropis, dan hutan muson.

Hutan gambut ada di daerah tipe iklim A atau B, yaitu di pantai timur Sumatera, sepanjang pantai dan sungai besar Kalimantan, dan sebagian besar pantai selatan Papua.

Hutan hujan tropis menempati daerah tipe iklim A dan B. Jenis hutan ini menutupi sebagian besar Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku Utara, dan Papua. Di bagian barat Indonesia, lapisan tajuk tertinggi hutan dipenuhi famili Dipterocarpaceae (terutama genus Shorea, Dipterocarpus, Dryobalanops, dan Hopea). Lapisan tajuk di bawahnya ditempati oleh famili Lauraceae, Myristicaceae, Myrtaceae, dan Guttiferaceae. Di bagian timur, genus utamanya adalah Pometia, Instia, Palaquium, Parinari, Agathis, dan Kalappia.

Hutan muson tumbuh di daerah tipe iklim C atau D, yaitu di Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, NTB, sebagian NTT, bagian tenggara Maluku, dan sebagian pantai selatan Irian Jaya. Spesies pohon di hutan ini seperti jati (Tectona grandis), walikukun (Actinophora fragrans), ekaliptus (Eucalyptus alba), cendana (Santalum album), dan kayuputih (Melaleuca leucadendron).

Berdasarkan sifat tanahnya

Berdasarkan sifat tanah, jenis hutan di Indonesia mencakup hutan pantai, hutan mangrove, dan hutan rawa.

  • Hutan pantai terdapat sepanjang pantai yang kering, berpasir, dan tidak landai, seperti di pantai selatan Jawa. Spesies pohonnya seperti ketapang (Terminalia catappa), waru (Hibiscus tiliaceus), cemara laut (Casuarina equisetifolia), dan pandan (Pandanus tectorius).
  • Hutan mangrove Indonesia mencapai 776.000 ha dan tersebar di sepanjang pantai utara Jawa, pantai timur Sumatera, sepanjang pantai Kalimantan, dan pantai selatan Papua. Jenis-jenis pohon utamanya berasal dari genus Avicennia, Sonneratia, dan Rhizopheria.
  • Hutan rawa terdapat di hampir semua pulau, terutama Sumatera, Kalimantan, dan Papua. Spesies pohon rawa misalnya adalah nyatoh (Palaquium leiocarpum), kempas (Koompassia spp), dan ramin (Gonystylus spp).

Berdasarkan pemanfaatan lahan

Luas hutan Indonesia terus menciut, sebagaimana diperlihatkan oleh tabel berikut: Luas Penetapan Kawasan Hutan oleh Departemen Kehutanan Tahun Luas (Hektar) 1950 162,0 juta 1992 118,7 juta 2003 110,0 juta 2005 93,92 juta

Berdasarkan hasil penafsiran citra satelit, kawasan hutan Indonesia yang mencapai 93,92 juta hektar pada 2005 itu dapat dirinci pemanfaatannya sebagai berikut:

  1. Hutan tetap  : 88,27 juta ha
  2. Hutan konservasi  : 15,37 juta ha
  3. Hutan lindung  : 22,10 juta ha
  4. Hutan produksi terbatas : 18,18 juta ha
  5. Hutan produksi tetap : 20,62 juta ha
  6. Hutan produksi yang dapat dikonversi  : 10,69 juta ha.
  7. Areal Penggunaan Lain (non-kawasan hutan) : 7,96 juta ha.

Lahan hutan terluas ada di Papua (32,36 juta ha), diikuti berturut-turut oleh Kalimantan (28,23 juta ha), Sumatera (14,65 juta ha), Sulawesi (8,87 juta ha), Maluku dan Maluku Utara (4,02 juta ha), Jawa (3,09 juta ha), serta Bali dan Nusa Tenggara (2,7 juta ha).

Catatan

Dalam bahasa-bahasa di Indonesia, pengertian hutan juga merujuk kepada aneka hal yang bersifat liar (wild), tumbuh sendiri atau tidak dipelihara (natural), atau untuk menekankan sifat-sifat liar dari sesuatu. Nama-nama hewan yang diimbuhi dengan kata ‘hutan’ menunjukkan pengertian tersebut, misalnya anjing hutan, ayam hutan, babi hutan, kambing hutan, dll.

Demikian pula, sesuatu bidang lahan yang tidak terpelihara atau kurang terpelihara kerap disebut hutan atau menghutan. Berlawanan dengan kebun, yang dipelihara dan diakui pemilikannya.

Hutan disebut juga dengan istilah utan (Jakarta), leuweung (Sunda), alas atau wana (Jawa), alas (Md.), dan lain-lain.

sumber :

https://id.wikipedia.org/wiki/Hutan

Kelapa Sawit (Elaeis)

Kelapa sawit (Elaeis) adalah tumbuhan industri penting penghasil minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). Perkebunannya menghasilkan keuntungan besar sehingga banyak hutan dan perkebunan lama dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Di Indonesia penyebarannya di daerah Aceh, pantai timur Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi.

Pemerian botani

African Oil Palm (Elaeis guineensis)

Kelapa sawit berbentuk pohon. Tingginya dapat mencapai 24 meter. Akar serabut tanaman kelapa sawit mengarah ke bawah dan samping. Selain itu juga terdapat beberapa akar napas yang tumbuh mengarah ke samping atas untuk mendapatkan tambahan aerasi.

Seperti jenis palma lainnya, daunnya tersusun majemuk menyirip. Daun berwarna hijau tua dan pelepah berwarna sedikit lebih muda. Penampilannya agak mirip dengan tanaman salak, hanya saja dengan duri yang tidak terlalu keras dan tajam. Batang tanaman diselimuti bekas pelepah hingga umur 12 tahun. Setelah umur 12 tahun pelapah yang mengering akan terlepas sehingga penampilan menjadi mirip dengan kelapa.

Bunga jantan dan betina terpisah namun berada pada satu pohon (monoecious diclin) dan memiliki waktu pematangan berbeda sehingga sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri. Bunga jantan memiliki bentuk lancip dan panjang sementara bunga betina terlihat lebih besar dan mekar.

Tanaman sawit dengan tipe cangkang pisifera bersifat female steril sehingga sangat jarang menghasilkan tandan buah dan dalam produksi benih unggul digunakan sebagai tetua jantan.

Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang muncul dari tiap pelapah. Minyak dihasilkan oleh buah. Kandungan minyak bertambah sesuai kematangan buah. Setelah melewati fase matang, kandungan asam lemak bebas (FFA, free fatty acid) akan meningkat dan buah akan rontok dengan sendirinya.

Buah terdiri dari tiga lapisan:

  • Eksoskarp, bagian kulit buah berwarna kemerahan dan licin.
  • Mesoskarp, serabut buah
  • Endoskarp, cangkang pelindung inti

Inti sawit (kernel, yang sebetulnya adalah biji) merupakan endosperma dan embrio dengan kandungan minyak inti berkualitas tinggi.

Kelapa sawit berkembang biak dengan cara generatif. Buah sawit matang pada kondisi tertentu embrionya akan berkecambah menghasilkan tunas (plumula) dan bakal akar (radikula).

Syarat hidup

Habitat aslinya adalah daerah semak belukar. Sawit dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis (15° LU – 15° LS). Tanaman ini tumbuh sempurna di ketinggian 0-500 m dari permukaan laut dengan kelembaban 80-90%. Sawit membutuhkan iklim dengan curah hujan stabil, 2000-2500 mm setahun, yaitu daerah yang tidak tergenang air saat hujan dan tidak kekeringan saat kemarau. Pola curah hujan tahunan memengaruhi perilaku pembungaan dan produksi buah sawit.

Tipe kelapa sawit

Kelapa sawit yang dibudidayakan terdiri dari dua jenis: E. guineensis dan E. oleifera. Jenis pertama yang terluas dibudidayakan orang. dari kedua species kelapa sawit ini memiliki keunggulan masing-masing. E. guineensis memiliki produksi yang sangat tinggi dan E. oleifera memiliki tinggi tanaman yang rendah. banyak orang sedang menyilangkan kedua species ini untuk mendapatkan species yang tinggi produksi dan gampang dipanen. E. oleifera sekarang mulai dibudidayakan pula untuk menambah keanekaragaman sumber daya genetik.

Penangkar seringkali melihat tipe kelapa sawit berdasarkan ketebalan cangkang, yang terdiri dari

  • Dura,
  • Pisifera, dan
  • Tenera.

Dura merupakan sawit yang buahnya memiliki cangkang tebal sehingga dianggap memperpendek umur mesin pengolah namun biasanya tandan buahnya besar-besar dan kandungan minyak per tandannya berkisar 18%. Pisifera buahnya tidak memiliki cangkang, sehingga tidak memiliki inti (kernel) yang menghasilkan minyak ekonomis dan bunga betinanya steril sehingga sangat jarang menghasilkan buah. Tenera adalah persilangan antara induk Dura dan jantan Pisifera. Jenis ini dianggap bibit unggul sebab melengkapi kekurangan masing-masing induk dengan sifat cangkang buah tipis namun bunga betinanya tetap fertil. Beberapa tenera unggul memiliki persentase daging per buahnya mencapai 90% dan kandungan minyak per tandannya dapat mencapai 28%.

Untuk pembibitan massal, sekarang digunakan teknik kultur jaringan.

Hasil tanaman

Minyak sawit digunakan sebagai bahan baku minyak goreng, margarin, sabun, kosmetika, industri baja, kawat, radio, kulit dan industri farmasi. Minyak sawit dapat digunakan untuk begitu beragam peruntukannya karena keunggulan sifat yang dimilikinya yaitu tahan oksidasi dengan tekanan tinggi, mampu melarutkan bahan kimia yang tidak larut oleh bahan pelarut lainnya, mempunyai daya melapis yang tinggi dan tidak menimbulkan iritasi pada tubuh dalam bidang kosmetik.

Bagian yang paling populer untuk diolah dari kelapa sawit adalah buah. Bagian daging buah menghasilkan minyak kelapa sawit mentah yang diolah menjadi bahan baku minyak goreng dan berbagai jenis turunannya. Kelebihan minyak nabati dari sawit adalah harga yang murah, rendah kolesterol, dan memiliki kandungan karoten tinggi. Minyak sawit juga diolah menjadi bahan baku margarin.

Minyak inti menjadi bahan baku minyak alkohol dan industri kosmetika. Bunga dan buahnya berupa tandan, bercabang banyak. Buahnya kecil, bila masak berwarna merah kehitaman. Daging buahnya padat. Daging dan kulit buahnya mengandung minyak. Minyaknya itu digunakan sebagai bahan minyak goreng, sabun, dan lilin. Ampasnya dimanfaatkan untuk makanan ternak. Ampas yang disebut bungkil inti sawit itu digunakan sebagai salah satu bahan pembuatan makanan ayam. Tempurungnya digunakan sebagai bahan bakar dan arang.

Buah diproses dengan membuat lunak bagian daging buah dengan temperatur 90 °C. Daging yang telah melunak dipaksa untuk berpisah dengan bagian inti dan cangkang dengan pressing pada mesin silinder berlubang. Daging inti dan cangkang dipisahkan dengan pemanasan dan teknik pressing. Setelah itu dialirkan ke dalam lumpur sehingga sisa cangkang akan turun ke bagian bawah lumpur.

Sisa pengolahan buah sawit sangat potensial menjadi bahan campuran makanan ternak dan difermentasikan menjadi kompos.

Sejarah perkebunan kelapa sawit

Kelapa sawit didatangkan ke Indonesia oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1848. Beberapa bijinya ditanam di Kebun Raya Bogor, sementara sisa benihnya ditanam di tepi-tepi jalan sebagai tanaman hias di Deli, Sumatera Utara pada tahun 1870-an. Pada saat yang bersamaan meningkatlah permintaan minyak nabati akibat Revolusi Industri pertengahan abad ke-19. Dari sini kemudian muncul ide membuat perkebunan kelapa sawit berdasarkan tumbuhan seleksi dari Bogor dan Deli, maka dikenallah jenis sawit “Deli Dura”.

Pada tahun 1911, kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial dengan perintisnya di Hindia Belanda adalah Adrien Hallet, seorang Belgia, yang lalu diikuti oleh K. Schadt. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunan mencapai 5.123 ha. Pusat pemuliaan dan penangkaran kemudian didirikan di Marihat (terkenal sebagai AVROS), Sumatera Utara dan di Rantau Panjang, Kuala Selangor, Malaya pada 1911-1912. Di Malaya, perkebunan pertama dibuka pada tahun 1917 di Ladang Tenmaran, Kuala Selangor menggunakan benih dura Deli dari Rantau Panjang. Di Afrika Barat sendiri penanaman kelapa sawit besar-besaran baru dimulai tahun 1910.

Hingga menjelang pendudukan Jepang, Hindia Belanda merupakan pemasok utama minyak sawit dunia. Semenjak pendudukan Jepang, produksi merosot hingga tinggal seperlima dari angka tahun 1940.

Usaha peningkatan pada masa Republik dilakukan dengan program Bumil (buruh-militer) yang tidak berhasil meningkatkan hasil, dan pemasok utama kemudian diambil alih Malaya (lalu Malaysia).

Baru semenjak era Orde Baru perluasan areal penanaman digalakkan, dipadukan dengan sistem PIR Perkebunan. Perluasan areal perkebunan kelapa sawit terus berlanjut akibat meningkatnya harga minyak bumi sehingga peran minyak nabati meningkat sebagai energi alternatif.

Beberapa pohon kelapa sawit yang ditanam di Kebun Botani Bogor hingga sekarang masih hidup, dengan ketinggian sekitar 12m, dan merupakan kelapa sawit tertua di Asia Tenggara yang berasal dari Afrika.

Hama dan penyakit

Faktor yang dapat menyebabkan penurunan hasil produksi pada tanaman kelapa sawit diantaranya hama dan penyakit. Serangan hama utama ulat pemakan daun kelapa sawit, yakni ulat api (Lepidoptera: Limacodidae) dan ulat kantung (Lepidoptera: Psychidae). Potensi kehilangan hasil yang disebabkan kedua hama ini dapat mencapai 35%. Jenis ulat api yang paling banyak ditemukan di lapangan adalah Setothosea asigna, Setora nitens, Darna trima, Darna diducta dan Darna bradleyi. Selain hama, penyakit juga menimbulkan masalah pada pertanaman kelapa sawit. Penyakit busuk pangkal batang yang disebabkan oleh infeksi cendawan Ganoderma boninense merupakan penyakit penting yang menyerang kebun-kebun kelapa sawit. Cendawan G. boninense merupakan patogen tular tanah yang merupakan parasitik fakultatif dengan kisaran inang yang luas dan mempunyai kemampuan saprofitik yang tinggi.

Manfaat minyak sawit

Selain manfaat utama minyak sawit sebagai minyak makan, minyak sawit juga dapat digunakan sebagai pengganti lemak susu dalam pembuatan susu kental manis dan tepung susu skim.

A.  SAWIT

  • Kelapa sawit adalah tanaman sejenis palma berakar serabut atau monokotil.
  • Bagian tanaman yang bernilai ekonomis adalah buah.
  • Buah tersusun dalam sebuah tandan dan disebut TBS (Tandan Buah Segar ).
  • Satu tandan tanaman dewasa beratnya mencapai 20 – 35 kg,bahkan ada yang mencapai diatas 40 kg,tergantung pada perawatan dan pemupukan tanaman .
  • Tandan tersusun dari 200 – 600 buah @ 20 – 35 gram.
  • Buah diambil minyaknya dengan hasil :
  • Sabut (daging buah / mesocarp) menghasilkan minyak kasar (CPO) 20 – 26 %
  • Inti sawit sebanyak 6 % yang menghasilkan minyak inti (PKO) 3 – 4%
  • Kadar % dihitung dari berat tandan buah segar .

B. UMUR TANAMAN

  •  Umur ekonomis tanaman kelapa sawit yang dibudidayakan umumnya 25 tahun,
  • Tetapi dewasa ini umur ekonomis tanaman bisa mencapai lebih dari 25 tahun.
  • Pada umur diatas umur ekonomis tanaman sudah tinggi sehingga sulit  di panen,tandanya sudah jarang sehingga secara perhitungan tidak ekonomis lagi.
  • Pengelompokan berdasarkan umur tanaman adalah sebagai berikut :
  •    3 – 8 tahun     : Muda           9 – 13 tahun      : Remaja
  •    14 – 20 tahun : Dewasa           > 20 tahun     : Dewasa
  • Pengelompokan berdasarkan masa berbuah :
  • TBM (Tanaman belum menghasilkan)   : 0 – 3 tahun.
  • TM ( Tanaman menghasilkan )             :  >  3 tahun.

C. BAHAN TANAMAN

  • Buah tanaman kelapa sawit berupa benih yang sudah dikecambahkan disebut : GS  ( Graminated Seed )
  • Sumber resmi benih kelapa sawit antara lain : PPKS, Lonsum, Socfindo,   damimas.
  • Setiap pembelian benih tersebut disertai label disetiap kantong dan sertifikatnya.
  • Benih asli dibuat dari hasil persilangan antara jenis Dura (sebagai pohon ibu ) dan Pesifera (sebagai pohon bapak ).
  • Benih asli secara visual tidak dapat dibedakan dengan benih yang tidak asli.
  • Ciri-ciri dari dura fesifera dan tenera dilihat dari buahnya adalah sebagai berikut:

Dura             X          Pesifera     =        Tenera
D                                P                        T

Ciri – cirinya :                                                                  D u r a              Pesifera                    Tenera

  •   Ketebalan cangkangnyan( mm ) :                     2 – 5 mm           Tidak ada              1 – 2,5 mm
  •   % Cangkang / buah                                                20 – 50 %                   –                           3 – 20 %
  •   % Mesocarp/ daging buah                                  20 – 65 %            92 – 91 %              60 – 90 %
  •   % Inti buah                                                                  4 – 20 %                 3 – 8 %                  3 – 15 %
  •   Kadar minyak                                                             rendah                 tinggi                       sedang

Kelemahan pesifera secara umum adalah tandanya kecil – kecil dan mengalami aborsi/gugur pada awal perkembanganya.

D.MORFOLOGI TANAMAN

  1. Akar

Tanaman kelapa sawit berkeping satu, sistim perakarannya serabut, akar pertama yang muncul dari biji yang berkecambah disebut Radikula.Radikula selanjutnya akan mati dan digantikan dengan akar-akar primer yang tumbuh dari bahagian bawah batang, kemudian bercabang akar sekunder, tersier, kuarterner.

  • Diameter akar primer 5 – 10 mm
  • Diameter akar sekunder 2 – 4 mm
  • Diameter akar tersier 1 – 2 mm
  • Diameter akar kuarterner 0,1 – 0,3 mm

Akar yang paling aktif menyerap air dan unsur hara adalah akar tersier dan kuarterner berada pada kedalaman 0 – 60 cm dan jarak 2 – 2,5 m dari pangkal pohon.

  1. Batang
  • Tanaman kelapa sawit berbatang lurus, tidak bercabang, pada tanaman dewasa diameternya 45 – 60 cm bagian bawah batangnya lebih gemuk yang disebut bonggol, dengan diameter 60 – 100 cm .
  • Pelepah /daun menempel membalut batang .
  • Kecepetan tumbuh 35 – 75 cm / tahun sampai tanaman berumur 3 tahun batang belum terlihat karena masih terbungkus pelepah yang belum ditunas.
  • Pada tanaman berumur 25 tahun tinggi batang mencapai 13 – 18 m.
Perkembangan tinggi batang kelapa sawit yang normal dapat disajikan sebagai berikut.:
Umur
Thn
Tinggi
Meter
Umur
Thn
Tinggi
Meter
Umur
Thn
Tinggi Meter
3
1,6
10
6,7
18
11,3
4
2,2
11
7,5
19
11,5
5
2,6
12
8,4
20
11,9
6
3,8
13
8,9
21
12,2
7
4,5
14
9,8
22
12,4
8
5,4
15
10,0
23
13,0
9
5,7
16
10,5
24
13,3
17
11,0
25
14,0
3. Daun

Tahap perkembangan daun :

  • Lanceolate  Daun awal yang keluar pada masa pembibitan berupah helaian daun yang utuh.
  • Bifurcate  Bentuk daun dan helaian daun sudah pecah tetapi bagian ujung       belum terbuka.
  • Pinnate   Bentuk daun dengan helaian daun yang sudah membuka sempurna dengan arah anak daun keatas dan kebawah.
  1. Pada tanaman muda mengeluarkan 30 daun ( umumnya disebut pelepah ) pertahun pada tanaman tua antara 28 – 24 pelepah per tahun.
  2. Panjang pelepah tanaman dewasa 9 m, anak daun 125 – 200 pasang dengan panjang 1 – 1,2 m dengan lebar tengah +  6 cm.
  3. Jumlah pelepah yang harus dipertahankan pada tanaman dewasa adalah 40 –  56 pelepah selebihnya dibuang saat panen.
  4. Kedudukan daun pada batang 3/8 artinya pada setiap tiga putaran terdapat 8 daun.
  5. Spiral kiri atau spiral kanan.
  6. Arah putaran dilihat dari arah atas kebawah, dan arah putaran ini tidak ada pengaruhnya terhadap produksi.

4. Bunga

  • Dari setiap ketiak pelepah akan keluar tandan bunga jantan atau betina .
  • Bunga mulai berbunga pada umur ± 14 – 18 bulan
  • Pada mulanya yang keluar adalah bunga jantan kemudian secara bertahap akan muncul bunga betina.
  • Terkadang akan muncul bunga banci yaitu : bunga jantan dan betina ada pada satu rangkaian.
  • Sex ratio yaitu : perbandingan bunga betina dengan keseluruhan bunga (bunga jantan dan bunga betina).

Bunga jantan                                           Bunga betina

  • Terdiri dari 100-250 spikelet                Terdiri dari 100-200 spikelet
  • 1 tandan mekar dengan bau                  Tiap spikelet 15-20 bunga.
  • Yang wangi selama 2-4 hari.
  1. Buah
  • Umumnya yang ditanam adalah varietas nigrescen, dengan warna buah ungu kehitaman saat mentah.
  • Buah akan matang 5-6 bulan setelah penyerbukan dan warnanya berubah menjadi orange, berat tandan dan ukuran buah bervariasi tergantung umur tanaman, kesuburan tanah dan pemeliharaan .
  • Perkembangan jumlah dan berat tandan disajikan sebagai berikut:
Perkembangan jumlah dan berat tandan

Umur ( tahun ) Jumlah tandan/pkk/tahun
Berat kg / tandan
3 – 8   tahun 15 – 25 tandan / tahun 3,5 – 13 kg / tandan
8 – 16 tahun 10 – 15 tandan / tahun 14 – 24 kg / tandan
  >  16 tandan   4 – 8   tandan / tahun 25 – 35 kg / tandan

E. LINGKUNGAN TUMBUH
 

Lingkungan tumbuh yang penting diperhatikan adalah iklim, keadaan fisik, dan kesuburan tanah, berdasarkan faktor ini kelas kemampuan lahan digolongkan menjadi 4 kelas : S1, S2, S3, dan N1 (sangat sesuai, agak sesuai, tidak sesuai, tidak sesuai bersyarat).
No Description
S1
S2
S3
N1
1
Letak& tinggi tempat
0 – 400
0 – 400
0 – 400
0 – 400
2 Bentuk wilayah :
– Topografi
– Lereng
– Penggenangan

– Drainase

Datar berombak
0 – 15
Tidak ada
Baik
 Bergelombang
16 – 25
Tidak ada
Sedang
Berbukit
25 – 36
Tidak ada
Agak terhambat
Curam
>36
Sedikit
Terhambat
3 Tanah
Kedalaman/solum
– Bahan organik
– Tekstur

– Batuan
Penghambat %
– Kedalaman air tnh
– Ph

> 80 cm
5 – 10 cm
Lempung,lemp
Liat,
< 3
> 80
5 – 6
80 cm
5 – 10 cm
Liat berpasir
Liat
3 – 15
60 – 80
4,5 – 5
60-80 cm
5 – 10 cm
Pasir,debu
Berlemp.
15 – 40
50 – 60
4 – 4,5
< 60 cm
< 5 cm
Liat berat,
Berpasir
> 40
40 – 50
4 Iklim
– Curah hujan
– Defisit air
– Temperatur (˚C)
– Penyinaran (jam)
– Kelembaban %
– Angin
– Bulan kering
2000-2500
0 – 150
22 – 26
6
80
Sedang
0
1800 – 2000
150 – 250
22 – 26
6
80
Sedang
0 – 1
1500-1800
250-400
22- 26
6
80
Sedang
2 – 3
< 1500
> 400
22-26
< 6
80
Kencang
3

 
F. PRODUKTIFITAS

Produktifitas tanaman kelapa sawit jenis Tenera secara umum pada kelas lahan ,S1,S2,S3,N1 adalah sebagai berikut : 
Umur
(Thn)
Kelas lahan S1 Kelas lahan S2 Kelas lahan S3
T RBT TBS T RBT TBS T RBT TBS
 3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
22
19
19
16
16
15
14
13
12
12
11
10
9
8
8
7
7
6
6
5
5
4
4
  3,2
6,0
7,5
10,0
12,5
15,1
17,0
18,5
19,6
20,5
21,1
22,5
23,0
24.5
25,0
26,0
27,5
28,5
29,0
30,0
30,5
31,9
32,4
 9
15
18
21
26
30
31
31
31
31
31
30
28
27
26
25
24
23
22
20
19
18
17
18
18
17
15
15
15
13
12
12
11
11
10
9
8
8
7
7
6
6
5
5
4
4
  3,0
6,0
7,0
9,4
11,8
13,2
16,5
17,5
18,5
19,5
20,0
21,8
23,0
23,1
24,1
25,2
26,4
27,8
28,6
29,4
30,1
31,0
32,0
 7
14
16
18
23
26
28
28
28
28
28
27
26
25
25
24
22
22
22
19
18
17
16
17
17
16
15
15
15
13
12
12
11
10
10
9
8
7
7
6
5
5
5
4
4
4
 3
5
7
8,5
11,1
13,0
15,5
16,0
17,0
18,5
20,0
21,0
21,0
22,0
23,0
24,0
25,0
27,0
27,0
28,0
29,0
30,0
34,0
 7
12
14
17
22
25
26
26
26
26
26
25
24
24
22
21
20
19
18
17
16
15
14
Rata2 11 21 24 10 20 22 10 19 20

Keterangan:
T = Jumlah tandan/phn/tahun       RBT = Rata – rata berat tandan
TBS = Tandan TBS/Ha/tahun

Tetapi walaupun demikian produksi tanaman kelapa sawit masih dapat di tingkatkan lagi diatas produksi secara umum, yaitu dengan peningkatan kebutuhan pupuk dan peningkatan perawatan.

15 Manfaat Kelapa Sawit Bagi Kehidupan Manusia

Kelapa sawit, atau yang dalam bahasa latin dikenal dengan nama Elaeis merupakan salah satu jenis komoditi yang paling banyak diminati oleh usaha perkebunan, tidak hanya di Indonesia, namun juga di dunia. Hal ini ditunjukkan dengan adanya tren pembukaan lahan yang ditujukan sebagai perkebunan kelapa sawit. Tapi yang sayangnya hal ini lebih banyak merugikan alam, karena mengorbankan hutan-hutan yang sangat bermanfaat. Namun demikian, terlepas dari kondisi perkebunan kelapa sawit yang semakin marak dan tak jarang merusak hutan, kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang penting untuk membangun perekonomian, karena memiliki harga jual yang menarik dan cukup menguntungkan bagi pengusaha, dan bagi negara juga tentunya.

Di Indonesia sendiri, yang merupakan salah satu negara penghasil komoditas kelapa sawit yang besar, banyak tumbuh pada daerah Sumatra, Jawa, Kalimantan dan juga Sulawesi. Pohon kelapa sawit memiliki bentuk yang mirip dengan pohon palem, dengan batang yang tingginya bisa mencapai 24 meter. Sebagai salah satu jenis perkebunan yang maju dan banyak dibudidayakan di Indonesia, tentunya kelapa sawit memiliki banyak sekali manfaat. Apa saja manfaat dari kelapa sawit? berikut ini adalah beberapa manfaat kelapa sawit :

Manfaat Praktis Kelapa Sawit

Manfaat praktis merupakan manfaat yang dapat diperoleh dari kelapa sawit yang sudah diolah bagi kehidupan manusia dan juga sekitarnya. berikut ini adalah manfaat praktis dari kelapa sawit :

1. Sebagai minyak goreng

Manfaat kelapa sawit yang pertama adalah sebagai bahan baku pembuatan minyak goreng. Minyak goreng yang saaat ini beredar di pasaran merupakan jenis minyak goreng yang berasal dari hasil olahan kelapa sawit. Tidak dapat dipungkiri memang, minyak goreng merupakan salah satu sari sembilan bahan pokok yang paling banyak digunakan oleh berbagai kalangan, baik itu kalangan rumah tangga, restoran, dan juga berbagai industri makanan, seperti pembuatan keripik.

2. Sebagai campuran bahan bakar biodiesel

Diesel merupakan salah satu jenis mesin yang memiliki keunggulan, terutama untuk kendaraan niaga dan pertambangan, yang membutuhkan tenaga dalam jumlah torsi yang besar untuk mengangkut hasil kebun, tambang dan juga pendistribusian komoditas antar daerah. Selain itu, diesel juga sering dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik. Bahan bakar utama dari diesel dapat diperoleh dengan menggunakan campuran dari minyak kelapas sawit, yang dinilai rama lingkungan, dibandingkan bahan bakar diesel biasa.

3. Sebagai pelumas

Minyak kelapa sawit yang merupakan salah satu hasil olahan dari kelapa sawit juga dapat dimanfaatkan sebagai pelumas. Kebanyakan, pelumas dari minyak kelapa sawit ini digunakan untuk melumasi bagian luar dari mesin dan juga perangkat lainnya. Bahkan ada beberapa jenis mesin 2 tak, menggunakan minyak goreng kelapa sawit sebagai bahan campuran pada oli sampingnya.

4. Bahan pembuatan mentega

Anda pasti sudah tidak asing lagi dengan bahan yang satu ini. Ya, mentega merupakan bahan yang sering dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, baik itu untuk menumis hingga membuat kue. Salah satu bahan utama dar pembuatan mentega adalah minyak kelapa sawit

5. Bahan pembuatan pomade

Saat ini, pomade merupkn salah satu bahan kosmetik yang banyak digunakan, karena sesuai dengan trend gaya rambut. Siapa sangka, ternyata pomade juga dibuat dengan menggunakan bahan dasar dari manfaat kelapa sawit yang dibuat menjadi minyak.

6. Bahan pembuatan lotion dan juga cream kulit

Selain pomade, berbagai macam krim dan juga lotion yang biasa kita gunakan pada kulit kita juga terbuat dari bahan baku utama minyak kelapa sawit, yang diformulasikan dengan menggunakan berbagai macam bahan berupa serum dan juga vitamin – vitamin yang baik untuk kesehatan kulit kita.

7. Membantu mendinginkan kulit yang terkena luka bakar

Anda terkena luka bakar? kalau begitu, anda dapat mencoba mendinginkan luka bakar anda dengan menggunakan putih telur dan juga minyak kelapa sawit yang dingin. Manfaat kelapa sawit bagi manusia dapat membantu mendinginkan kulit yang terbakar.

8. Dapat menetralisir rasa pedas

Berbagai macam gorengan, memilki kemampuan yang baik untuk menetralisir rasa pedas. Hal ini disebabkan oleh kandungan dari minyak kelapa sawit yang dapat menghilangkan rasa pedas.

9. Bahan baku pembuatan cat

Minyak kelapa sawit juga dapat dibuat menjadi salah satu bahan baku dalam pembuatan cat tembok, cat mobil, vernis dan juga compound yang sering kita gunakan untuk melakukan proses pemolesan pada body mobil.

10. Bahan baku pembuatan pasta gigi

Manfaat lainnya dari minyak kelapa sawit adalah dapat menjadi salah satu bahan baku pembuatan pasta gigi.

11. Sebagai Dempul

Minyak kelapa sawit juga merupakan salah satu bahan baku dalam pembuatan dempul. Dempul sendiri merupakan bentuk pasta yang berfungsi untuk perbaikan-perbaikan pada patahan tertentu pada bagian atau permukaan dari besi dan plastik.

13. Dapat membantu proses penyamakan kulit

Minyak kelapa sawit memiliki manfaat lain, yatu dapat membantu proses penyamakan kulit binatang. Biasanya kulit binatang, seperti sapi dan kambing akan mengalami proses penyamakan terlebih darhulu, sebelum akirnya diolah menjadi kulit yang siap untuk dijadikan tas dan dompet.

13. Sebagai makanan hewan

Manfaat kelapa dalam kehidupan sehari-hari juga berguna pada bagian ampasnyas Ampas dari kelapa sawit sering dimanfaatkan sebagai bahan pangan pada hewan ternak. Selain itu, buah kelapa sawit juga menjadi santapan lezat bagi hewan – hewan liar, seperti babi hutan.

14. Sebagai bahan baku dalam industri baja

Kelapa sawit juga beranfaat sebagai ahan baku pada industri baja. Dalam industri baja, minyak kelapa sawit digunakan untuk memberikan lapisan pada baja dan besi agar menjadi lebih tahan terhadap karat dan ujga korosi

15. Dapat menjadi kompos

Yang terkhir, kelapa sawit dapat menjadi kompos, alias pupuk. Ya, ampas dari buah kelapa sawit, dan juga daun kelapa sawit dapat diolah dalam bentuk pupuk kompos. Pupuk kompos ini dapat membantu menyuburkan tanah dan dapat membantu pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik, karena mengandung unsur-unsur hara.

Manfaat Ekonomis Kelapa Sawit

Manfaat ekonomis dari kelapa sawit merupakan manfaat dari kelapa sawit sebagai komoditas. Seperti telah diketahui, kelapa sawit memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi, sehingga membuat banyak kalangan pengusaha berani menanmkan investasi modal yang tinggi pula bagi pembukaan lahan kebun kelapa sawit. Hasil dari kelapa sawit ini kemudian dapat dijual semabagai komoditas ekspor, dan juga dapat dimanfaatkan untuk didistribusikan kepada pabrik minyak kelapa sawit. Namun demikian, saat ini, pembukaan perkebunan kelap sawit harus mengorbakan lahan – lahan hutan hujan ttopis yang dimiliki oleh negara Indonesia, sehingga banyak ditentang oleh berbagai kalangan.

Mengenal Kelebihan dan Kekurangan Kelapa Sawit

Di Indonesia, minyak kelapa sawit biasanya digunakan untuk menggoreng makanan. Tak hanya untuk urusan masak-memasak, minyak yang diperoleh dari buah pohon kelapa sawit ini juga dimanfaatkan dalam bidang industri. Yaitu untuk pembuatan kosmetik, sabun, pasta gigi, lilin, pelumas, dan tinta. Dan ternyata, minyak yang sering kali disebut sebagai minyak sayur ini mengandung lemak jenuh dan tak jenuh, vitamin E, beta-karoten, serta diduga memiliki efek antioksidan.

Mengenal Kelebihan dan Kekurangan Kelapa Sawit - alodokter

Kelebihan minyak kelapa sawit

Minyak kelapa sawit tidak hanya bermanfaat untuk goreng-menggoreng. Ada pula beberapa khasiat lain dari minyak kelapa sawit, meski kebenarannya masih harus dibuktikan dengan penelitian lebih lanjut.Mengatasi kekurangan vitamin A

Menurut beberapa bukti, menambahkan minyak kelapa sawit ke dalam makanan anak-anak dan ibu hamil diduga dapat mengurangi risiko kekurangan vitamin A. Namun ada dosisnya, yaitu 2 sendok makan per hari untuk anak-anak kurang dari 5 tahun, 3 sendok makan per hari untuk orang dewasa dan anak-anak di atas usia 5 tahun, dan 4 sendok makan per hari untuk wanita hamil.

Perlindungan otak

Dalam sebuah studi, peneliti menemukan bahwa tocotrienol (jenis vitamin E yang ditemukan secara alami dalam minyak kepala sawit), diduga dapat melindungi otak dari perkembangan lesi pulpa alba (lesi materi putih) dan kelainan yang terlihat atau terdeteksi pada tes pencitraan otak. Lesi pulpa alba dianggap sebagai manifestasi penyakit pembuluh darah serebral (otak), sebagai gambaran berbagai derajat penuaan saraf dan kerusakan jaringan otak. Terlihatnya lesi pulpa alba dalam suatu tes otak sering kali menjadi pertanda meningkatnya risiko stroke, penyakit Alzheimer, dan penyakit Parkinson pada seseorang.

Kekurangan minyak kelapa sawit

Walaupun katanya memiliki khasiat bagi kesehatan tubuh, minyak kelapa sawit juga sering kali diduga menjadi biang kerok munculnya kolesterol dalam darah dan penyakit lain.Penyakit jantung

Minyak kelapa sawit tinggi akan lemak jenuh. Mengonsumsi makanan tinggi lemak jenuh dapat menaikkan kadar kolesterol dalam darah. Terlalu banyak kolesterol jahat LDL dapat menyebabkan penumpukan lemak di arteri. Akibatnya, aliran darah ke jantung dan otak terhambat, hingga akhirnya meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke.

Menurut salah satu penelitian, peningkatan konsumsi minyak kelapa sawit di negara-negara berkembang ada hubungannya dengan tingkat kematian akibat penyakit jantung koroner. Selain itu, menurut studi lain, mengganti minyak kelapa sawit dengan minyak sayur polyunsaturated nonhydrogenated diduga bisa mengurangi risiko terkena serangan jantung.

Oleh karena itu, dianjurkan untuk menghindari atau membatasi pemakaian dan konsumsi sumber lemak dari minyak sawit. Dianjurkan hanya sekitar 7% lemak jenuh dari total kalori harian yang boleh masuk ke dalam tubuh, atau kurang dari 14 gram lemak jenuh tiap 2.000 kalori per hari.

Racun

Akrolein adalah produk beracun dan berbau busuk hasil pemecahan minyak. Sebuah studi mengungkapkan bahwa minyak kelapa sawit yang sudah pernah digoreng akan mengandung akrolein, walaupun jumlahnya tidak sebanyak pada minyak biji bunga matahari.

Bahaya Dibalik Keuntungan

Perkembangan kelapa sawit sangat menggiurkan untuk saat ini karena kelapa sawit memberikan keuntungan besar bagi para pelaku usahanya dengan nilai ekspor yang tinggi. Pengusaha/pemilik modal berusaha membuka perkebunan kelapa sawit dimana-mana, seperti di Sumatra, Sulawesi dan Kalimantan yang sangat gencar dan besar-besaran. Nilai ekspor yang dihasilkan sangat tinggi, membuat pemerintah pun tergiur akan pembagian keuntungan yang didapat dari kelapa sawit, sehingga banyak izin perusahaan perkebunan yang diloloskan tidak sesuai dengan prosedur yang baik. Kelapa Sawit hanya menguntungkan Para pelaku usahanya seperti Para Pemodal, investor, Para Pejabat, Petani yang mempunyai kebun kelapa sawit luas, Agen atau mereka yang dibayar secara khusus. Selain itu, perkebunan kelapa sawit memberikan lapangan kerja yang luas sehingga dapat mengurangi jumlah pengangguran (dalam hal pemerataan penduduk progam Transmigrasi) dan memberikan devisa untuk negara (ekspor).

Selain mempunyai nilai keuntungan finansial yang sangat besar, perkebunan kelapa sawit juga mempunyai dampak negatif bagi lingkungan alam sekitar. Bagi alam sekitar dampak yang timbul, meliputi deforestasi (penurunan secara kualitas dan kuantitas sejumlah areal hutan), hilangnya habitat dan spesies tertentu, dan peningkatan yang signifikan dalam gas rumah kaca (emisi) akibat melepasnya karbon yang berlebih dari tanaman kelapa sawit . Penurunan secara kualitas dapat ditinjau dari rusaknya kesuburan tanah akibat penggunaan pupuk kimia dan pestisida yang berlebihan serta berkelanjutan. Sedangkan secara kuantitas berkurangnya hutan alam karena alih fungsi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit. Karena berkurangnya hutan alam sehingga ekosistem keanekaragaman hayati juga terganggu.

Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi dampak negatif tersebut, yaitu mengurangi penggunaan bahan pestisida dalam memberantas gulma dan hama serta mengurangi pupuk kimia dengan diimbangi pupuk organik agar kesuburan tanah tetap terjaga. Dari pengalaman di daerah saya dulu, Riau banyak warganya yang kurang memperhatikan hal tersebut. Para petani sawit hanya memikirkan bagaimana pohon sawit bisa menghasilkan buah yang melimpah dengan menggunakan pupuk kimia seperti Urea, NPK, Kisrit dll. Begitu juga dalam membasmi gulma/ rumput para petani mengandalkan pestisida. Karena biayanya lebih murah dibandingkan dengan menggunakan tenaga manusia untuk menyabit rumput, yang memerlukan waktu lama untuk selesainya dan rumput juga cepat tinggi lagi.

Selain itu dalam hal pembukaan lahan biasanya warga atau perusahaan menggunakan cara cepat, yaitu pembakaran lahan. Padahal di daerah Riau masih banyak lahan gambut, sehingga seringkali menimbulkan permasalahan baru yaitu kebakaran lahan gambut yang semakin meluas dan menyebabkan kabut asap.

Untuk mengurangi alih fungsi lahan perlu mempertahankan hutan yang keanekaragaman hayatinya dilindungi seperti gajah Sumatra dan Orang Utan atau membuatpenangkaran hewan apabila hutan tersebut harus dialih fungsikan. Sehingga tidak terulang kejadian gajah masuk pemukiman seperti yang terjadi di daerah Mandau ini http://haluanmedia.com/riau/berita-daerah-riau/bengkalis/2012/10/12/kawanan-gajah-liar-kembali-masuki-kawasan-pemukiman.html Selain itu, untuk mengurangi emisi, perlu dilakukan peningkatan mutu dan hasil perkebunan kelapa sawit sehingga tidak perlu adanya perluasan lahan. Serta paling utama perlunya kesadaran semua pihak yang terkait sangat penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem, demi kelangsungan hidup bersama.

KELAPA SAWIT, SI PEMBAWA KEBERUNTUNGAN DAN KERUGIAN

Kalimantan Barat adalah salah satu provinsi di Indonesia yang beribukotakan Pontianak. Luas wilayah Provinsi Kalimantan Barat adalah 146.807 km2. Sebagai provinsi yang geografisnya terletak di garis khatulistiwa dan beriklim tropis serta topografi yang luas, perkembangan sektor perkebunan di Kalimantan Barat dari tahun ke tahun memang mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Dalam skala perkebunan besar, produksi terbesar di Kalimantan Barat adalah tanaman kelapa sawit.

Kelapa sawit cocok ditanam di daerah Kalimantan Barat karena kelapa sawit tidak membutuhkan tanah yang subur. Sampai sekarang ini, hampir sepertiga luas wilayah Kalimantan Barat sudah diubah menjadi wilayah perkebunan sawit, karena merupakan salah satu mata pencaharian masyarakat Kalimantan Barat. Perkebunan kelapa sawit ini sangat menguntungkan masyarakat. Selain bagi masyarakat, perusahaan pengelolanya juga dapat menghasilkan keuntungan dengan menjual hasil perkebunan, baik melalui pasar domestik maupun pasar global.

Kelapa sawit merupakan bentuk usaha yang dipilih karena hasil dari kelapa sawit yang sangat menjanjikan. Sekitar 60% lahan yang ada di Kalimantan Barat kini telah beralihfungsi menjadi perkebunan. Lahan terluas yang digunakan untuk perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Barat yaitu di Kabupaten Sanggau dengan luas lahan 63.238 ha, untuk terluas kedua yaitu Kabupaten Ketapang dengan luas lahan 49.936 ha, dan untuk terluas ketiga yaitu Kabupaten Sekadau dengan luas lahan 24.634 ha.

Dibalik dampak positif yang dihasilkan oleh perkebunan kelapa sawit ini, terdapat pula dampak negatifnya. Keberadaan perkebunan kelapa sawit dalam skala besar seperti sekarang ini mengancam Kalimantan Barat dalam masalah kesatuan ekologis, dan juga merusak keseimbangan lingkungan, karena akar dari kelapa sawit sangat sulit untuk dibersihkan walaupun pohon sawit tersebut telah mati. Selain itu, juga dibutuhkan waktu yang bertahun-tahun agar tanah yang telah ditanami pohon sawit tersebut bisa digunakan kembali. Tanah bekas perkebunan sawit juga akan menjadi gersang karena unsur-unsur hara yang ada di dalam tanah telah habis, dengan kata lain hilangnya daerah resapan air. Dampak negatif lainnya, yaitu munculnya hama baru yang sangat ganas dan semakin meningkatnya global warming.

Tidak hanya masalah ekologi yang muncul, tetapi juga muncul berbagai macam masalah kemanusiaan. Ada perusahaan yang melakukan sosialisasi secara diam-diam dan langsung saja melakukan penggusuran terhadap lahan kebun lain dan biasanya yang digusur adalah kuburan tua. Terjadi juga konflik antarwarga yang menolak dan menerima masuknya perkebunan sawit, dan bentrokan yang terjadi antara masyarakat dengan aparat pemerintah akibat sistem perizinan perkebunan sawit. Pembukaan lahan kelapa sawit juga menimbulkan masalah sosial karena perkebunan kelapa sawit mempekerjakan pekerja secara tidak layak bahkan hampir mirip dengan perbudakan. Konflik juga terjadi karena janji bahwa pembukaan lahan kelapa sawit yang akan meningkatkan taraf hidup masyarakat tidak tercapai.

Berdasarkan data dari Kasdam XII Tanjungpura tahun 2013, Brigjen  Robby Win Kadir mengungkapkan bahwa terdapat 84 kasus di Kalimantan Barat yang berpotensi konflik, terutama pada lahan perkebunan. Sesuai data pemetaan potensi konflik perkebunan tersebut, tercatat kelompok-kelompok yang sering berkonflik adalah masyarakat adat dengan perkebunan, karyawan dengan perusahaan, pemilik lahan dengan pemerintah, perusahaan dengan pemerintah, masyarakat dengan masyarakat, masyarakat dengan LSM, dan LSM dengan pihak perusahaan. Salah satu contoh kasus yang terjadi yaitu persoalan di kawasan Hutan Adat Seruat Dua, Kecamatan Kubu, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, mengenai konflik antara masyarakat dan perusahaan kelapa sawit. Konflik terjadi karena masyarakat resah akan lahan yang telah dirambah untuk perkebunan sawit. Hal ini menjadikan mereka akan kesulitan mendapatkan air tawar pada saat kemarau datang setelah hutan itu gundul, karena hutan itu merupakan sumber air tawar bagi masyarakat di sana.

Hal yang memang paling dikritisi adalah pembukaan lahan hutan menjadi perkebunan dalam skala besar. Perusahaan yang membuka lahan bisa saja melebihi target, karena selain lahan baru yang akan dibuka sudah terdapat lahan yang sejak awal sudah ditanami. Lahan baru yang ingin dibuka bisa saja hanya sebagai cadangan untuk lahan kritis dan tidak produktif. Akan tetapi, jika izin melebihi target, bisa dipastikan bahwa yang diambil bukanlah hanya lahan kritis, melainkan lahan yang di dalamnya masih mempunyai hutan, yaitu hutan produksi dan lahan bertanah gambut. Maka, wilayah yang dikelola masyarakat pun menjadi semakin sempit.

Sebaiknya, pemerintah harus lebih memperhatikan dan melakukan pengecekan terhadap daerah-daerah yang telah melanggar dan melegalkan proses perizinan lahan yang tidak semestinya. Dalam hal ini, pemerintah memang harus lebih tegas karena jika pemerintah melakukan tindak lanjut, perusahaan yang melakukan perizinan illegal akan berkurang. Terkadang, banyak orang berani melanggar aturan karena tidak adanya penegasan dalam aturan tersebut.

Oleh karena banyaknya dampak negatif yang ditimbulkan oleh perkebunan kelapa sawit yang berlebihan tidak hanya pemerintah, tetapi semua masyarakat harus bekerja sama untuk mengurangi peningkatan terjadinya hal negatif terhadap lingkungan kita. Berikut beberapa cara yang dapat dilakukan, antara lain :

  1. Menyeimbangkan pembangunan dengan keadaan alam sekitar
  2. Melakukan pendekatan budaya dengan cara mengadakan seminar tentang prinsip-prinsip yang harus dimiliki untuk mengelola perkebunan
  3. Beralih ke komoditas lain
  4. Mengurangi dan atau memberhentikan kegiatan proyek yang dapat merusak alam
  5. Bersikap kritis terhadap lingkungan sekitar
  6. Pengurangan dan atau pemberhentian pemberian izin untuk perkebunan kelapa sawit

 

Berikut ini beberapa gambar keadaan perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Barat :

sumber :

https://id.wikipedia.org/wiki/Kelapa_sawit

http://informasi-kelapasawit.blogspot.co.id/2012/10/tentang-kelapa-sawit.html

http://manfaat.co.id/manfaat-kelapa-sawit

http://www.kompasiana.com/ikawahyuni/bahaya-dibalik-keuntungan_551a385ea33311e01fb65966

https://blogs.uajy.ac.id/desideriayu/2016/08/21/kelapa-sawit-si-pembawa-keberuntungan-dan-kerugian/

Agrowisata

Agrowisata

Agrowisata adalah aktivitas wisata yang melibatkan penggunaan lahan pertanian atau fasilitas terkait (misal silo dan kandang) yang menjadi daya tarik bagi wisatawan. Agrowisata memiliki beragam variasi, seperti labirin jagung, wisata petik buah, memberi makan hewan ternak, hingga restoran di atas laut. Agrowisata merupakan salah satu potensi dalam pengembangan industri wisata di seluruh dunia.

Di Indonesia, daya tarik wisata sebagian besar masih berupa wisata bahari dan wisata budaya, sedangkan wisata berbasis perkebunan masih belum berkembang pesat karena kepemilikannya masih belum banyak. Contoh agrowisata di Indonesia terdapat di Cinangneng, Tenjolaya, Bogor berupa pembudidayaan sayur dan buah, wisata kebun salak di Sleman, Yogyakarta, dan wisata perkebunan teh di Puncak, Bogor.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Institut Pertanian Bogor terhadap agrowisata di perkebunan teh, agrowisata menyebabkan penurunan hasil petik daun teh di perkebunan karena jadwal pemetikan daun teh menjadi tertunda. Namun agrowisata memiliki efek positif dari sisi pendapatan dan manajemen produksi tanaman. Sehingga diperlukan analisis untuk menentukan jumlah optimal wisatawan untuk memaksimalkan pendapatan perkebunan.

 

DEFINISI AGROWISATA DARI BERBAGAI PERSPEKTIF

“In simple terms, agritourism is the crossroads of tourism and agriculture: when the public visits farms, ranches or wineries to buy products, enjoy entertainment, participate in activities, eat a meal or spend the night” (www.farmstop.com)

Dalam istilah sederhana, agritourism didefinisakan sebagai perpaduan antara pariwisata dan pertanian dimana pengunjung dapat mengunjungi kebun, peternakan atau kilang anggur untuk membeli produk, menikmati pertunjukan, mengambil bagian aktivitas, makan suatu makanan atau melewatkan malam bersama di suatu areal perkebunan atau taman (www.farmstop.com)

“Agricultural tourism, or agri-tourism, is one alternative for improving the incomes and potential economic viability of small farms and rural communities” (www.sfc.ucdavis.edu)

Sementara definisi lain mengatakan, agritourism adalah sebuah alternatif untuk meningkatkan pendapatan dan kelangsungan hidup, menggali potensi ekonomi petani kecil dan masyarakat pedesaan (www.farmstop.com)

Di Indonesia, Agrowisata atau agroturisme didefinisikan sebagai sebuah bentuk kegiatan pariwisata yang memanfaatkan usaha agro (agribisnis) sebagai objek wisata dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan, pengalaman, rekreasi dan hubungan usaha di bidang pertanian.

Berikut Definisi dan makna yang berhubungan dengan agrowisata menurut Ramiro Lobo, Farm Advisor UC Cooperative Extension, San Diego County (2007).

“Agricultural Tourism: Refers to the act of visiting a working farm or any agricultural, horticultural or agribusiness operation for the purpose of enjoyment, education, or active involvement in the activities of the farm or operation”

Agrowisata yakni kegiatan atau wisata yang mengacu pada kegiatan melakukan perkunjungan kepada petani yang sedang bekerja di lahan pertanian mereka artinya wisatawan mungkin akan melihat-lihat proses pembibitan, penanaman, pemanenan, bahkan kegiatan pengolahan produk pertanian menjadi produk olahan dalam konteks kegiatan agribisnis.

“Community Supported Agriculture (CSA): Partnership between consumers and farmers in which consumers pay for farm products in advance and farmers commit to supplying sufficient quantity, quality and variety of products. This type of arrangement can be initiated by the farmer (farmer directed) or by a group of consumers (participatory)”

Agrowisata adalah jenis wisata yang didukung oleh masyarakat tani dari sisi penawaran para petani  siap dengan produk mereka dan para wisatawan  mengharapkan suguhan produk yang ditawarkan oleh wisatawan. Proses terjadinya produksi agrowisata adalah ketika terjadi “perkunjungan” yang mempertemukan antara penawaran dan permintaan.

“Direct Marketing: Any marketing method whereby farmers sell their products directly to consumers. Examples include roadside stands, farm stands, U-pick operations, community supported agriculture or subscription farming, farmers’ markets, etc”.

Agrowisata merupakan pemasaran langsung produk pertanian karena para petani dapat menjual secara langsung hasil pertaniannya tanpa melalui saluran distribusi. Petani bias mebuat stand hasil pertaniannya di sepanjang jalur yang dilintasi oleh para wisatawan. Wilayah agrowisata dapat secara otomatis perfungsi sebagai pasar yang mempertemukan antara para petani sebagai penghasil produk pertanian dengan para wisatawan sebagai penikmat produk. Produk yang dimaksud tidak sebatas yang berwujud seperti buah-buahan atau sayur-sayuran, tetapi dapat berupa jasa misalnya mengukir buah, jasa lokal  guide, dan mungkin atraksi tari-tarian para petani lokal  yang mengekpresikan kehidupan bertanian mereka.

Agrowisata merupakan bagian dari objek wisata yang memanfaatkan usaha pertanian (agro) sebagai objek wisata. Tujuannya adalah untuk memperluas pengetahuan, pengalaman rekreasi, dan hubungan usaha dibidang pertanian. Melalui pengembangan agrowisata yang menonjolkan budaya lokal dalam memanfaatkan lahan, diharapkan bisa meningkatkan pendapatan petani sambil melestarikan sumber daya lahan, serta memelihara budaya maupun teknologi lokal (indigenous knowledge) yang umumnya telah sesuai dengan kondisi lingkungan alaminya.

Sutjipta (2001) mendefinisikan, agrowisata adalah sebuah sistem kegiatan yang terpadu dan terkoordinasi untuk pengembangan pariwisata sekaligus pertanian, dalam kaitannya dengan pelestarian lingkungan, peningkatan kesajahteraan masyarakat petani.

Agrowisata dapat dikelompokkan ke dalam wisata ekologi (eco-tourism), yaitu kegiatan perjalanan wisata dengan tidak merusak atau mencemari alam dengan tujuan untuk mengagumi dan menikmati keindahan alam, hewan atau tumbuhan liar di lingkungan alaminya serta sebagai sarana pendidikan (Deptan, 2005)

Antara ecotourism dan agritourism berpegang pada prinsif yang sama. Prinsif-prinsif tersebut, menurut Wood, 2000 (dalam Pitana, 2002) adalah sebagai berikut:

a)            Menekankan serendah-rendahnya dampak negatif terhadap alam dan kebudayaan yang dapat merusak daerah tujuan wisata.

b)            Memberikan pembelajaran kepada wisatawan mengenai pentingnya suatu pelestarian.

c)            Menekankan pentingnya bisnis yang bertanggung jawab yang bekerjasama dengan unsur pemerintah dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan penduduk lokal dan memberikan manfaat pada usaha pelestarian.

d)            Mengarahkan keuntungan ekonomi secara langsung untuk tujuan pelestarian, menejemen sumberdaya alam dan kawasan yang dilindungi.

e)            Memberi penekanan pada kebutuhan zone pariwisata regional dan penataan serta pengelolaan tanam-tanaman untuk tujuan wisata di kawasan-kawasan yang ditetapkan untuk tujuan wisata tersebut.

f)             Memberikan penekanan pada kegunaan studi-studi berbasiskan lingkungan dan sosial, dan program-program jangka panjang, untuk mengevaluasi dan menekan serendah-rendahnya dampak pariwisata terhadap lingkungan.

g)            Mendorong usaha peningkatan manfaat ekonomi untuk negara, pebisnis, dan masyarakat lokal, terutama penduduk yang tinggal di wilayah sekitar kawasan yang dilindungi.

h)            Berusaha untuk meyakinkan bahwa perkembangan pariwisata tidak melampui batas-batas sosial dan lingkungan yang dapat diterima seperti yang ditetapkan para peneliti yang telah bekerjasama dengan penduduk lokal.

i)             Mempercayakan pemanfaatan sumber energi, melindungi tumbuh-tumbuhan dan binatang liar, dan menyesuaikannya dengan lingkungan alam dan budaya.

“People want an experience that’s completely different from their daily lives. They want an escape from the stress of traffic jams, cell phones, office cubicles and carpooling! Parents want their children to know how food is grown or that milk actually comes from a cow (not the supermarket shelf!)” (www.farmstop.com)

Di beberapa negara, agritourism bertumbuh sangat pesat dan menjadi alternatif terbaik bagi wisatawan, hal ini disebabkan, agritourism akan membawa seseorang mendapatkan pengalaman yang benar-benar berbeda dari rutinitas kesehariannya. Mereka ingin keluar dari kejenuhan, tekanan kemacetan lalulintas, telepon selular, suasana kantor dan hiruk pikuk keramaian. Orang tua ingin anak-anak mereka dapat mengetahui dari mana sebenarnya makanan itu berasal atau mengenalkan bahwa susu itu dari seekor sapi bukan rak supermarket (www.farmstop.com)

Pada era ini, manusia di bumi hidupnya dipenuhi dengan kejenuhan, rutinitas dan segudang kesibukan. Untuk kedepan, prospek pengembangan agrowisata diperkirakan sangat cerah. Pengembangan agrowisata dapat diarahkan dalam bentuk ruangan tertutup (seperti museum), ruangan terbuka (taman atau lansekap), atau kombinasi antara keduanya. Tampilan agrowisata ruangan tertutup dapat berupa koleksi alat-alat pertanian yang khas dan bernilai sejarah atau naskah dan visualisasi sejarah penggunaan lahan maupun proses pengolahan hasil pertanian. Agrowisata ruangan terbuka dapat berupa penataan lahan yang khas dan sesuai dengan kapabilitas dan tipologi lahan untuk mendukung suatu sistem usahatani yang efektif dan berkelanjutan.

Komponen utama pengembangan agrowisata ruangan terbuka dapat berupa flora dan fauna yang dibudidayakan maupun liar, teknologi budi daya dan pascapanen komoditas pertanian yang khas dan bernilai sejarah, atraksi budaya pertanian setempat, dan pemandangan alam berlatar belakang pertanian dengan kenyamanan yang dapat dirasakan. Agrowisata ruangan terbuka dapat dilakukan dalam dua versi/pola, yaitu alami dan buatan (http://database.deptan.go.id)

Selanjutnya agrowisata ruangan terbuka dapat dikembangkan dalam dua versi atau pola, yaitu alami dan buatan, yang dapat dirinci sebagai berikut:

Agrowisata Ruang Terbuka Alami

Objek agrowisata ruangan terbuka alami ini berada pada areal di mana kegiatan tersebut dilakukan langsung oleh masyarakat petani setempat sesuai dengan kehidupan keseharian mereka. Masyarakat melakukan kegiatannya sesuai dengan apa yang biasa mereka lakukan tanpa ada pengaturan dari pihak lain. Untuk memberikan tambahan kenikmatan kepada wisatawan, atraksi-atraksi spesifik yang dilakukan oleh masyarakat dapat lebih ditonjolkan, namun tetap menjaga nilai estetika alaminya. Sementara fasilitas pendukung untuk kenyamanan wisatawan tetap disediakan sejauh tidak bertentangan dengan budaya dan estetika asli yang ada, seperti sarana transportasi, tempat berteduh, sanitasi, dan keamanan dari binatang buas. Contoh agrowisata terbuka alami adalah kawasan Suku Baduy di Pandeglang dan Suku Naga di Tasikmalaya, Jawa Barat; Suku Tengger di Jawa Timur; Bali dengan teknologi subaknya; dan Papua dengan berbagai pola atraksi pengelolaan lahan untuk budi daya umbi-umbian.

Agrowisata Ruang Terbuka Buatan

Kawasan agrowisata ruang terbuka buatan ini dapat didesain pada kawasan-kawasan yang spesifik, namun belum dikuasai atau disentuh oleh masyarakat adat. Tata ruang peruntukan lahan diatur sesuai dengan daya dukungnya dan komoditas pertanian yang dikembangkan memiliki nilai jual untuk wisatawan. Demikian pula teknologi yang diterapkan diambil dari budaya masyarakat lokal yang ada, diramu sedemikian rupa sehingga dapat menghasilkan produk atraksi agrowisata yang menarik. Fasilitas pendukung untuk akomodasi wisatawan dapat disediakan sesuai dengan kebutuhan masyarakat modern, namun tidak mengganggu keseimbangan ekosistem yang ada. Kegiatan wisata ini dapat dikelola oleh suatu badan usaha, sedang pelaksana atraksi parsialnya tetap dilakukan oleh petani lokal yang memiliki teknologi yang diterapkan.

Manfaat Pengembangan Agrowisata

Pengembangan agrowisata sesuai dengan kapabilitas, tipologi, dan fungsi ekologis lahan akan berpengaruh langsung terhadap kelestarian sumber daya lahan dan pendapatan petani serta masyarakat sekitarnya. Kegiatan ini secara tidak langsung akan meningkatkan persepsi positif petani serta masyarakat sekitarnya akan arti pentingnya pelestarian sumber daya lahan pertanian. Pengembangan agrowisata pada gilirannya akan menciptakan lapangan pekerjaan, karena usha ini dapat menyerap tenaga kerja dari masyarakat pedesaan, sehingga dapat menahan atau mengurangi arus urbanisasi yang semakin meningkat saat ini. Manfaat yang dapat diperoleh dari agrowisata adalah melestarikan sumber daya alam, melestarikan teknologi lokal, dan meningkatkan pendapatan petani/masyarakat sekitar lokasi wisata.

Melestarikan Sumber Daya Alam

Agrowisata pada prinsipnya merupakan kegiatan industri yang mengharapkan kedatangan konsumen secara langsung ditempat wisata yang diselenggarakan. Aset yang penting untuk menarik kunjungan wisatawan adalah keaslian, keunikan, kenyamanan, dan keindahan alam. Oleh sebab itu, faktor kualitas lingkungan menjadi modal penting yang harus disediakan, terutama pada wilayah – wilayah yang dimanfaatkan untuk dijelajahi wisatawan asing maupun lokal, yang tentunya meningkatkan kunjungan wisata Indonesia. Masyarakat setempat juga bisa menjadi pemandu wisata. Menyadari pentingnya nilai kualitas lingkungan tersebut, masyarakat/petani setempat perlu diajak untuk selalu menjaga keaslian, kenyamanan, dan kelestarian lingkungannya.

Agrowisata dapat dikelompokkan ke dalam wisata ekologi (eco-toursm), yaitu kegiatan perjalanan wisata dengan tidak merusak atau mencemari alam dengan tujuan untuk mengagumi dan menikmati keindahan alam, hewan atau tumbuhan liar di lingkungan alaminya serta sebagai sarana pendidikan. Oleh karena itu, pengelolaannya harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

  1. Pengaturan dasar alaminya, yang meliputi kultur atau sejarah yang menarik, keunikan sumber daya biofisik alaminya, konservasi sumber daya alam ataupun kultur budaya masyarakat.
  2. Nilai pendidikan, yaitu interpretasi yang baik untuk program pendidikan dari areal, termasuk lingkungan alaminya dan upaya konservasinya.
  3. Partisipasi masyarakat dan pemanfaatannya. Masyarakat hendaknya melindungi/menjaga fasilitas atraksi yang digemari wisatawan, serta dapat berpartisipasi sebagai pemandu serta penyedia akomodasi dan makanan.
  4. Dorongan meningkatkan upaya konservasi. Wisata ekologi biasanya tanggap dan berperan aktif dalam upaya melindungi area, seperti mengidentifikasi burung dan satwa liar, memperbaiki lingkungan, serta memberikan penghargaan/fasilitas kepada pihak yang membantu melindungi lingkungan.

Mengkonversi Teknologi Lokal

Keunikan teknologi lokal yang merupakan hasil seleksi alam merupakan aset atraksi agrowisata yang patut dibanggakan. Bahkan teknologi lokal ini dapat dikemas dan ditawarkan untuk dijual kepada pihak lain. Dengan demikian, teknologi lokal yang merupakan indigenous knowleadge itu dapat dilestarikan.

Teknologi lokal seperti Talun Kebun atau Pekarangan yang telah berkembang di masyarakat Jawa Tengah dan Jawa Timur merupakan salah satu contoh yang bisa ditawarkan untuk agrowisata. Teknologi lokal ini telah terbukti cukup mampu mengendalikan kesuburan tanah melalui pendauran hara secara vertikal. Selain dapat mengefisienkan pemanfaatan hara, teknologi ini juga dapat memanfaatkan energi matahari dan bahan organik in situ dengan baik sesuai dengan tingkat kebutuhan. Dengan demikian, melalui agrowisata kita dapat memahami teknologi lokal kita sendiri, sehingga ketergantungan pada teknologi asing dapat dikurangi.

Meningkatkan Pendapatan Petani dan Masyarakat Sekitar

Selain memberikan nilai kenyamanan, keindahan ataupun pengetahuan, atraksi wisata juga dapat mendatangkan pendapatan bagi petani serta masyarakat di sekitarnya. Wisatawan yang berkunjung akan menjadi konsumen produk pertanian yang dihasilkan, sehingga pemasaran hasil menjadi lebih efisien. Selain itu, dengan adanya kesadaran petani akan arti petingnya kelestarian sumber daya, maka kelanggengan produksi menjadi lebih terjaga yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan petani. Bagi masyarakat sekitar, dengan banyaknya jumlah wisatawan yang berkunjung, mereka dapat memperoleh kesempatan berusaha dengan menyediakan jasa dan menjual produk yang dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan wisatawan.

Atraksi wisata pertanian juga dapat menarik pihak lain untuk belajar atau magang dalam pelaksanaan kegiatan budidaya ataupun atraksi-atraksi lainnya, sehingga dapat menambah pendapatan petani, sekaligus sebagai wahana alih teknologi kepada pihak lain.

SISI POSITIF DAN SISI NEGATIF AGROWISATA

SISI POSITIF DAN SISI NEGATIF AGROWISATA

Sisis positif pengembangan agrowisata adalah sebuah keuntungan, agrowisata berpeluang terhadap perluasan kesempatan berusaha bagi masyarakat lokal (diversification of lokal  community), kesempatan investasi kesadaran akan konservasi lingkungan. Lebih lanjut sisi positif dari pengembangan agrowisata dapat dijabarkan sebagai berikut (Deptan, 2005):

Agrowisata pada prinsipnya merupakan kegiatan industri yang mengharapkan kedatangan konsumen secara langsung ditempat wisata yang diselenggarakan. Aset yang penting untuk menarik kunjungan wisatawan adalah keaslian, keunikan, kenyamanan, dan keindahan alam. Oleh sebab itu, faktor kualitas lingkungan menjadi modal penting yang harus disediakan, terutama pada wilayah-wilayah yang dimanfaatkan untuk dijelajahi para wisatawan. Menyadari pentingnya nilai kualitas lingkungan tersebut, masyarakat atau petani setempat harus diajak untuk selalu menjaga keaslian, kenyamanan, dan kelestarian lingkungannya. Karena agrowisata termasuk ke dalam wisata ekologi (eco-tourism), yaitu kegiatan perjalanan wisata dengan tidak merusak atau mencemari alam dengan tujuan untuk mengagumi dan menikmati keindahan alam, hewan atau tumbuhan liar di lingkungan alaminya serta sebagai sarana pendidikan. Oleh karena itu, pengelolaannya harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

a)            Pengaturan dasar alaminya, yang meliputi kultur atau sejarah yang menarik, keunikan sumber daya biofisik alaminya, konservasi sumber daya alam ataupun kultur budaya masyarakat.

b)            Nilai pendidikan, yaitu interpretasi yang baik untuk program pendidikan dari areal, termasuk lingkungan alaminya dan upaya konservasinya.

c)            Partisipasi masyarakat dan pemanfaatannya. Masyarakat hendaknya melindungi dan menjaga fasilitas atraksi yang digemari wisatawan, serta dapat berpartisipasi sebagai pemandu serta penyedia akomodasi dan makanan.

d)            Dorongan meningkatkan upaya konservasi. Wisata ekologi biasanya tanggap dan berperan aktif dalam upaya melindungi area, seperti mengidentifikasi burung dan satwa liar, memperbaiki lingkungan, serta memberikan penghargaan atau fasilitas kepada pihak yang membantu melingdungi lingkungan.

Keunikan teknologi lokal yang merupakan hasil seleksi alam merupakan aset atraksi agrowisata yang patut dibanggakan. Bahkan teknologi lokal ini dapat dikemas dan ditawarkan untuk dijual kepada pihak lain. Dengan demikian, teknologi lokal yang merupakan indigenous knowleadge itu dapat dilestarikan. Sistem irigasi tradisional Bali yang masih lestari dari turun temurun merupakan salah satu contoh yang bisa ditawarkan untuk agrowisata.

Selain memberikan nilai kenyamanan, keindahan ataupun pengetahuan, atraksi wisata juga dapat mendatangkan pendapatan bagi petani serta masyarakat di sekitarnya. Wisatawan yang berkunjung akan menjadi konsumen produk pertanian yang dihasilkan, sehingga pemasaran hasil menjadi lebih efisien. Selain itu, dengan adanya kesadaran petani akan arti petingnya kelestarian sumber daya, maka kelanggengan produksi menjadi lebih terjaga yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan petani. Bagi masyarakat sekitar, dengan banyaknya kunjungan wisatawan, mereka dapat memperoleh kesempatan berusaha dengan menyediakan jasa dan menjual produk yang dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan wisatawan.

Atraksi wisata pertanian juga dapat menarik pihak lain untuk belajar atau magang dalam pelaksanaan kegiatan budi daya ataupun atraksi-atraksi lainnya, sehingga dapat menambah pendapatan petani, sekaligus sebagai wahana alih teknologi kepada pihak lain. Hal seperti ini telah dilakukan oleh petani di Desa Cinagara, Sukabumi dengan “Karya Nyata Training Centre”. Pada kegiatan magang ini, seluruh petani dilibatkan secara langsung, baik petani ikan, padi sawah, hortikultura, peternakan, maupun perkebunan.

Jika Agrowisata dikembangkan dengan benar, harapan petani untuk dapat meningkat kesejahteraannya bisa terwujud, apa  saja harapan petani tersebut? Mosher (dalam Sutjipta, 2001) merinci sebagai berikut:

•             Pemasaran Hasil Pertanian: diharapkan dengan perkembangnya pariwisata hasil pertanian dapat terserap pada sektor ini.

•             Teknologi yang dinamis: dengan berkembangnya pariwisata berkembang pula teknologi pertanian yang ada karena tuntutan dunia pariwisata.

•             Tersedianya sarana produksi

•             Perangsang produksi pertanian, dengan berkembangnya pariwisata harga produk pertanian diharapkan dapat dihargai cukup layak sehingga gairah petani untuk bekerja semakin meningkat.

•             Pengangkutan, Insfrastruktur yang dibangun untuk pariwisata juga dapat dimanfaatkan oleh sektor pertanian.

 

Dalam kaitannya dengan pengembangan agrowisata sebagai kerangka pengembangan masyarakat petani pada kehidupan yang lebih baik, maka diperlukan gerakan serentak (Sutjipta, 2001)  yang berupa:

•             Menjaga kelestarian lingkungan: Pengembangan Pariwisata harus memperhatikan kelestarian lingkungan karena jika lingkungan rusak mustahil pariwisata bisa terus berkembang.

•             Pemanfaatan sumberdaya daya alam secara bijaksana: Sumberdaya alam yang ada bukan untuk dinikmati oleh generasi sekarang saja tetapi untuk anak cucu kita juga, dari sinilah diharapkan kita tidak melakukan exploitasi alam dengan semena-mena.

•             Keseimbangan antara konsumsi dan produksi: Berproduksi sesuai dengan permintaan pasar, bukan melakukan penawaran secara berlebihan sehingga tercipta kondisi over suplay, jika kondisi ini terjadi maka segala sesuai akan bernilai rendah.

•             Peningkatan Sumber daya manusia: Jika sumberdaya manusia tidak cakap, maka ada potensi dalam waktu panjang SDM yang ada akan tergusur oleh SDM global yang lebih potensi dan kompeten, disinilah diperlukan pengembangan SDM secara terus menerus.

•             pemberantasan kemiskinan: Program-program yang ditawarkan oleh pemerintah sebaiknya tidak hanya memberikan kemudahan bagi kapitalis tetapi juga sebaiknya memperhatikan masyarakat petani yang sebagian besar tergolong miskin bahkan melarat.

Sebaliknya, kerugian yang ditimbulkan, antara lain penurunan kualitas lingkungan, terjadinya kesenjangan ekonomi serta perubahan sosial budaya yang negatif.

Untuk menilai dampak potensial kegiatan pariwisata, Gree dan Hunter, 1993 (dalam Aryanto, 2003) meneliti tentang dampak negatif pada lingkungan budaya yang dibagi dalam 6 komponen lingkungan yang akan rusak atau berubah, yaitu : (1) nilai dan kepercayaan, (2) moral, (3) perilaku, (4) seni dan kerajinan, (5) hukum dan ketertiban, dan (6) sejarah.

Hartanto (1997), menambahkan daftar dampak negatif lainnya yang akan terjadi pada Lingkungan Binaan dan Lingkungan Alam, yaitu pada: (1) flora dan fauna, (2) polusi, (3) erosi, (4) sumber daya alam, (5) pemandangan.

Agrowisata memungkinkan terhadap kegiatan pariwisata secara langsung memberi akses kepada semua orang untuk melihat, mengetahui, dan menikmati pengalaman intelektual dan budaya masyarakat lokal, dan ini yang akan menjadi ancaman berupa pengambilan secara ilegal pengetahuan tentang sumber daya lokal. Oleh karenanya, perlu upaya perlindungan melalui pemberdayaan masyarakat dalam hal antara lain hak untuk menolak atas pengembangan pariwisata di daerahnya yang tidak berkelanjutan; hak akses atas informasi baik negatif maupun positif; dan akses serta berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan.

Untuk mengantisipasi dampak negatif pariwisata, perlu pendekatan daya dukung dalam pengelolaan pariwisata sesuai dengan batas-batas yang dapat diterima. Daya dukung pariwisata dipengaruhi faktor motivasi wisatawan dan faktor lingkungan biofisik lokasi pariwisata.

Perspektif daya dukung pariwisata tidak hanya terbatas pada jumlah kunjungan, namun juga meliputi aspek-aspek lainnya seperti kapasitas ekologi (kemampuan lingkungan alam untuk memenuhi kebutuhan wisatawan), kapasitas fisik (kemampuan sarana dan prasarana untuk memenuhi kebutuhan wisatawan), kapasitas sosial (kemampuan daerah tujuan untuk menyerap pariwisata tanpa menimbulkan dampak negatif pada masyarakat lokal), dan kapasitas ekonomi (kemampuan daerah tujuan untuk menyerap usaha-usaha komersial namun tetap mewadahi kepentingan ekonomi lokal).

HUBUNGAN MANUSIA DAN LINGKUNGAN SEKITAR

Lingkungan, yang merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya, karena itu fakta yang menunjukkan bahwa tingkat kerusakan lingkungan sudah sangat tinggi dan cenderung makin meninggi, relatif mudah untuk ditemukan. Berita tentang terjadinya pencemaran lingkungan, baik pencemaran udara, air maupun tanah dengan segala aspek dapat dikatakan bahwa kerusakan lingkungan sudah merupakan bagian yang tidak dapat dihindarkan dari kegiatan pembangunan. Lingkungan yang tercemar akibat kegiatan manusia maupun proses alam akan berdampak negative pada kesehatan, kenikmatan hidup, kemudahan, efisiensi, keindahan, serta keseimbangan ekosistem dan sumber daya alam. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa pengelolaan lingkungan hidup merupakan penaggulangan dampak negatif kegiatan manusia yang bertujuan untuk meningkatkan mutu lingkungan. Adapun juga Teknik Penilaian Dampak Pembangunan Terhadap Lingkungan.
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Manusia hidup pasti mempunyai hubungan dengan lingkungan hidupnya, lebih dari itu, manusia telah berusaha pula mengubah lingkungan hidupnya demi kebutuhan dan kesejahteraan. Dari sinilah lahir peradapan – istilah Toynbee- sebagai akibat dari kemampuan manusia mengatasi lingkungan. Lingkungan hidup tidak bisa di pisahkan dari ekosistem atau system ekologi. Ekosistem adalah satuan kehidupan yang terdiri atas suatu komunitas makhluk hidup ( dari berbagai jenis ) dengan berbagai benda mati membentuk suatu system. Lingkungan hidup pada dasarnya adalah suatu system kehidupan dimana terdapat campur tangan manusia terhadap tatanan ekosistem. Manusia adalah bagian dari ekosistem. Lingkungan dapat pula berbentuk lingkungan fisik dan non fisik. Lingkungan alam dan buatan adalah Lingkungan fisik. Sedangkan lingkungan nonfisik adalah lingkungan social budaya dimana manusia itu berada. Lingkungan amat penting bagi kehidupan manusia. Segala yang ada pada lingkungan dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk mencukupi kebutuhan hidup manusia, karma lingkungan memiliki daya dukung, yaitu kemampuan lingkungan untuk mendukung perkehidupan manusia dan makhuk hidup lainya arti penting lingkungan bagi manusia karena lingungan merupakan tempat hidup manusia, Lingkungan memberi sumber-sumber penghidupan manusia, Lingkungan memengaruhi sifat, karakter, dan perilaku manusia yang mendiaminya.

PEMBAHASAN

LINGKUNGAN
Gambaran Umum
Lingkungan, yang merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya, bagaimanapun juga akan tercemar, dengan masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain kedalam lingkungan dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.
Oleh karena itu fakta yang menunjukkan bahwa tingkat kerusakan lingkungan sudah sangat tinggi dan cenderung makin meninggi, relatif mudah untuk ditemukan. Berita tentang terjadinya pencemaran lingkungan, baik pencemaran udara, air maupun tanah dengan segala aspek yang terdapat didalamnya sering kita temukan baik di dalam media massa cetak maupun media elektronik. Fenomena mengindikasikan bahwa kerusakan lingkunagn sudah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Mengingat bahwa pembangunan merupakan aktifitas utama dari setiap Negara dalam rangka meningkatkan kesejahteraan warganya, dapat dikatakan bahwa kerusakan lingkungan sudah merupakan bagian yang tidak dapat dihindarkan dari kegiatan pembangunan.

Pengelolaan Lingkungan
Lingkungan yang tercemar akibat kegiatan manusia maupun proses alam akan berdampak negative pada kesehatan, kenikmatan hidup, kemudahan, efisiensi, keindahan, serta keseimbangan ekosistem dan sumber daya alam. Oleh karena itu perlindungan lingkungan merupakan suatu keharusan apabila meninginkan lingkungan yang lestari sehingga kegiatan ekonomi dan kegiatan lain dapat berkesinambungan. Apabila demikian halnya maka pengelolaan lingkungan hidup merupakan suatu keharusan. Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu dalam pemanfaatan, penataan, pemeliharaan, pengawasan, pengendalian, pemulihan, dan pengembangan lingkungan hidup.

Pengelolaan lingkungan hidup bertujuan :
1. Memperoleh keselamatan hubungan antara manusia dan lingkungan.
2. Mengendalikan pemanfaatan sumber daya secara bijaksana.
3. Mewujudkan manusia Indonesia sebagai pembina lingkungan hidup.
4. Melaksanakan pembangunan berwawasan lingkungan hidup untuk generasi sekarang maupun yang akan datang.
5. Melindungi negara terhadap dampak kegiatan di luar wilayah negara yang menyebabkan kerusakan dan pencemaran lingkungan.

Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa pengelolaan lingkungan hidup merupakan penaggulangan dampak negatif kegiatan manusia yang bertujuan untuk meningkatkan mutu lingkungan. Dengan telah ditentukannya tujuan pengelolaan lingkungan hidup maka tugas selanjutnya ialah menetukan strategi, kebijaksanaan dan langkah/ taktik pengelolaan lingkungan hidup. Strategi dalam hal ini adalah haluan dalam garis besar sedang kebijaksanaan adalah upaya atau tindakan umum untuk mencapai tujuan, langkah atau taktik adalah upaya terinci untuk mencapai tujuan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat.

Perlindungan lingkungan yang bertujuan memperoleh kualitas lingkungan yang baik, baik sekarang maupun yang akan datang, memerlukan usaha yang sungguh-sungguh terutama dalam hal :
1. Inventarisasi situasi lingkungan sekarang
2. Lembaga serta organisasi yang khusus menangani masalah lingkungan baik di pusat maupun di daerah terutama menentukan penyimpangan, denda, kepada siapa denda harus dibayar, serta yang membuat laporan tahunan situasi kualitas lingkungan per tahun.
3. Cara penyelesaian soal secara ilmiah, terencana dan politis
4. Evaluasi terus-menerus terhadap program-program lingkungan serta persyaratan-persyaratan pembangunan proyek-proyek yang harus memenuhi atau mengajukan laporan, selain dampak sosial ekonomis proyek, juga dampak proyek pada lingkungan hidup.

Berbagai kebijaksanaan yang baik untuk mengelola lingkungan hidup dapat ditempuh dan ditujukan pada keadaan udara, air, tanah serta segala racun di dalam lingkungan.
Kebijaksanaan Lingkungan
Sementara ini telah diundangkan Undang-undang RI No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup untuk menggantikan Undang-undang No. 4 tahun 1982. Undang-undang inilah yang akan menjadi pokok dasar tolak undang-undang lain, peraturan pelaksanannya serta kebijaksanaan pemerintah.

Untuk dapat menilai apakah kebijaksanaan itu cukup baik atau tidak tergantung pada apakah kebijaksanaan tersebut memenuhi kriteria tertentu. Kriteria menilai kebijaksanaan terhadap lingkungan tersebut adalah :
1. Kebijaksanaan harusa dapat diandalkan (dependable) artinya kebijaksanaan itu harusa dapat dipercaya dalam hal mencapai tujuan yang telah digariskan dan kebijaksanaan tersebut dapat dilaksanakan secara pasti dan otomatis.
2. Kebijaksanaan yang baik itu sedapat mungkin dapat diperlakukan secara permanen dan dapat disesuaikan dengan pertumbuhan ekonomi.
3. Kebijaksanaan harus mengarah kepada pemerataan.
4. Kebijaksanaan harus dapat mendorong orang untuk berusaha secara maksimum.
5. Kebijaksanaan harus mengarah ke efisiensi.
6. Kebijaksanaan itu baik bila terdapat penerimaan suka rela dari pihak-pihak yang bersangkutan.

Teknik Penilaian Dampak Pembangunan Terhadap Lingkungan
Ada empat segi pendekatan / teknik penilaian dampak pembangunan terhadap lingkungan yaitu :
A. Segi Manfaat
B. Segi Biaya
C. Teknik Input-Output
D. Programasi Linier

A. Segi Manfaat
Dari segi manfaat ada empat pendekatan :
1. Teknik Nilai Pasar / Produktivitas
Teknik ini biasanya dipakai untuk meneliti pengaruh pembangunan sistem alami seperti pada perikanan, kehutanan, pertanian; pengaruh pada sistem yang dibangun manusia yaitu gedung, jembatan, bahan; juga pengaruh pada produk di sektor produsen dan rumah tangga.
Kualitas lingkungan disini adalah faktor produksi. Perubahan dalam kualitas lingkungan menjurus pada perubahan dalam produktivitas dan biaya produksi, sehingga harga-harga serta tingkat hasil juga berubah dan ini dapat diukur.

2. Pendekatan Pasar Pengganti (Surrogate Market)
Pendekatan ini dibagi dalam :
1)Barang-barang dan jasa-jasa lingkungan yang dapat dipasarkan.
Jasa lingkungan merupakan subtitut barang privat yang dapat dipasarkan. Misalnya kolam renang swasta merupakan subtitut danau atau sungai, sehingga manfaat tambahan penawaran jasa lingkungan mengakibatkan berkurangnya pembelian barang privat.
2) Pendekatan Nilai Tanah
a) Pendekatan Nilai Milik
Nilai tanah atau milik dipakai untuk menentukan kesediaan orang untuk membayar barang lingkungan, yaitu pemanfaatan nilai pasar untuk mengestimasi secara tidak langsung suatu kurva permintaan barang lingkungan sehingga dapat dihitung manfaat atau kerugian dari perubahan dalam kualitas atau suplai di lingkungan tertentu.
b) Pendekatan Nilai Tanah Lainnya
Misalnya diadakan pemeliharaan barang-barang lingkungan untuk maksud sejarah, pendidikan, kebudayaan, ilmiah dan lain-lain; terutama untuk generasi mendatang.

3) Pendekatan Selisih Upah
Seperti diketahui upah tergantung pada permintaan dan penawaran terhadap tenaga kerja. Secara teoritis permintaan terhadap tenaga kerja tergantung pada produk fisik marjinal (marginal physical product) tenaga kerja, sedang penawaran tenaga kerja tergantung pada kondisi kerja dan kondisi hidup. Oleh karena itu pengendalian polusi udara, perbaikan keindahan atau amenities kota dan pengurangan resiko kesehatan akan mempertinggi tingkat upah di kota-kota. Dengan demikian jelas perbaikan lingkungan akan berpengaruh besar pada tingginya upah.

4) Pendekatan Berdasarkan Biaya Perjalanan / Bepergian
Pendekatan ini dipakai untuk menilai barang-barang yang “underpriced” atau dinilai terlalu rendah, misalnya untuk mencari nilai kurva permintaan “barang-barang” rekreasi. Biasanya makin tinggi penghasilan seseorang makin besar permintaan terhadap barang rekreasi.

3. Pendekatan Pemanfaatan Data Litigasi (Acara, Proses) atau Kompensasi
Dengan acara pengendalian atau proses perhitungan ganti rugi atau kompensasi/pampasan dibayarkanlah kepada mereka yang menderita rugi atau kerusakan, sejumlah uang agar mereka menyerahkan hak terhadap barang lingkungan. Misalnya saja untuk penangkapan ikan di Cilacap diberikan ganti rugi sebesar rata-rata keuntungan tahunan mereka dibagi dengan tingkat bunga yang berlaku agar mereka menyerahkan hak menangkap ikan mereka di daerah yang tercemar oleh pabrik-pabrik di industrial estate Cilacap.

4. Pendekatan dengan Menggunakan Teknik Survey
Teknik ini ada 2 macam yang semuanya berdasarkan wawancara di lapangan:
a) Wawancara kemauan membayar atau menerima kompensasi atau pampasan yang terdiri atas :
1) Pendekatan Tawar Menawar
Asumsi pada pendekatan tawar-menawar ini ialah bahwa harga barang-barang atau jasa berbeda tergantung pada perubahan dalam jumlah kualitas yang disuplai.
Orang ditanya untuk menilai kelompok-kelompok yang terdiri dari berbagai barang dan jasa. Pernilaian didasarkan pada kesediaan orang untuk membayar sekelompok barang yang lebih baik atau kesediaan menerima pembayaran bila diperoleh barang dan jasa yang lebih inferior.
2) Konsep Alokasi Anggaran
Konsep alokasi anggaran pada hakikatnya merupakan kelanjutan dari konsep tawar-menawar. Hanya saja disini digunakan gambar- gambar menarik dan responden diminta untuk memilih tempat-tempat mana yang ia lebih senangi dari tempat-tempat lain dan seberapa besar anggaran yang ia bersedia untuk menyediakan demi kepergian ke tempat yang ia senangi itu.

B. Segi Biaya
Dari segi biaya teknik / penilaian dibagi ke dalam :
1. Teknik Analisis Biaya, terdiri dari :
1.1 Teknik Pengeluaran Preventif
Teknik Pengeluaran Preventif mengestimasi nilai minimum kualitas lingkungan berdasarkan kesediaan orang mengeluarkan biaya untuk menghilangkan atau paling tidak mengurangi akibat buruk lingkungan.
1.2 Pendekatan Biaya Ganti
Pendekatan Biaya Ganti misalnya diterapkan pada kasus konservasi tanah pegunungan. Nilai barang lingkungan yang dikonversi adalah sebesar usaha melindungi tanah tersebut dari erosi dengan cara menutup tanah dengan alat pelindung tertentu. Nilai tanah kemudian terdiri dari nilai atau harga pelindung dan kebaikan atau manfaat yang diperoleh dari ditiadakannya banjir di bagian-bagian bawah.

1.3 Pendekatan Proyek Bayangan
Pendekatan dengan berdasarkan pada Proyek Bayangan dilaksanakan dengan mengemukakan secara hipotesis suatu proyek yang dapat ditanggulangi persoalannya dengan berbagai alternative bayangan.
2. Teknik Analisis Keefektifan Biaya
Analisis keaktifan biaya juga hamper sama. Misalnya mengurangi SO dapat dengan berbagai cara, yaitu dengan meninggikan cerobong asap, menggunakan batubarayang baik, beralih memanfaatkan BBM dengan sulfur rendah, dan lain-lain. Berapa masing-masing biayanya. Mana yang paling dapat dipertanggungjawabkan dalam rangka mengurangi SO sampai mendekati angka nol lb/kwh dengan biaya yang dapat ditenggang.

C. Teknik Input-Output
Teknik Input-Output yang dikembangkan oleh Wassily Leontief itu dapat diterapkan pada masalah yang berhubungan dengan kualitas lingkungan. Data yang perlu ada misalnya berhubungan dengan variabel kualitas lingkungan seperti tata guna tanah, emisi SOx dan emisi debu pada misalnya sector-sektor pertanian, usaha pengolahan dan jasa.
Jadi dengan teknik input-output dapat dicari dampak pembangunan terhadap lingkungan. Tetapi penggunaan teknik ini mengandung berbagai batasan.

D. Teknik Programasi Linier
Teknik Programasi Linier juga dapat dimanfaatkan untuk pengelolaan kualitas lingkungan. Misalkan saja, di suatu daerah dihasilkan tenaga listrik sebesar 2.000 MW dan terdapat wisatawan sebanyak 1.500 orang dari suatu keadaan dimana diperlukan dana investasi sebesar Rp 900 juta dan tenaga kerja sebanyak 500 orang untuk suatu proyek; serta diketahui bahwa setiap MW tenaga listrik (x1) memerlukan Rp 300.000,00 investasi dan tenaga kerja sebanyak 1 orang dan lagi setiap wisatawan (x2) memerlukan investasi sebesar Rp 200.000,00 dan pelayanan sebanyak 2 orang.
Hubungan Penduduk dengan Lingkungan dan Kesejahteraan.

Sejak awal, manusia merupakan subjek sekaligus objek dalam perjalanan hidupnya guna mendapatkan kesejahteraan. Manusia membuat, menciptakan, mengerjakan, dan memperbaiki berbagai hal yang di tunjuk untuk kepentingan hidupnya. Di Negara penduduk merupakan salah satu modal dasar pembangunan. Sebagai modal dasar atau asset pembangunan, penduduk tidak hanya sebagai sasaran pembangunan, tetapi juga merupakan pelaku pembangunan.
Hal yang berkaitan dengan penduduk Negara meliputi;
A. Aspek kualitas penduduk, mencangkup tingkat pendidikan,keterampilan, etos kerja, dan kepribadian.
B. Aspek kuantitas penduduk yang mencangkup jumlah penduduk, pertumbuhan, persebaran, perataan, dan perimbangan penduduk di tiap wilayah Negara ( Winarno, 2007)
Lingkungan alam seperti tanah, dirombak untuk menampung berbagai fasilitas kebutuhan manusia. Misalnya, perumahan dan fasilitas lain seperti pelayanan kesehatan, pendidikan, hiburan, pasar, jalan, saluran, dan lain-lain. Air tidak hanya di manfaatkan untuk kebutuhan makan dan minum, tetapi juga sebagai sarana rekreasi seperti taman, kolam, dan air mancur air jaga untuk pembangkit listrik.

Tidak jarang, perombakan lingkungan berakibatkan pada kerusakan lingkungan itu sendiri. Lingkungan telah kehilangan daya dukung lingkungan sebagai akibat tindakan manusia yang berlebihan. Contohnya, pembangunan perumahan dan vila-vila di lereng pegunungan telah mengakibatkan banjir besar pada daerah di bawahnya. Jadi, jumlah penduduk semakin besar menyebabkan pemukiman yang terus berkembang dan akhirnya berpengaru besar pula terhadap lingkungan
Perubahan lingkungan sebagai akibat tindakan manusia tidak jarang memberikan dampak negative, yaitu kerusakan lingkungan hidup. Kerusakan lingkungan hidup merupakan problema besar yang di alami umat manusia sekarang ini. Bahkan, isu tentang HAM, demokrasi, dan lingkungan.

PENUTUP

KESIMPULAN
Dapat kita simpulkan bahwasanya kita sebagai mahluk hidup harus dapat menjaga dan merawat lingkungan karna sudah kita ketahui banyak bahaya yang dapat terjadi apabila kita tidak merawat lingungan seperti:
1. pencemaran lingkungan yang mencangkup pencemaran udara, pencemaran air, pencemaran tanah, dan pencemaran suara.
2. Masalah kehutanan, seperti penggundulan hutan, pembalaan hutan, dan kebakaran hutan. Erosi dan banjir.
3. Erosi dan banjir.
4. Tanah longsor, kekeringan, dan abrasi pantai
5. Menipisnya lapisan ozon dan efek rumah kaca.
6. Penyakit yang di sebabkan oleh lingkungan yang buruk, seperti gatal-gatal, batuk, infeksi saluran pernafpasan, diare, dan tipes.

Oleh karena itu kita sebagai mahluk hidup harus menjaga dan melestarikan lingkungan supaya bahaya itu tidak terjadi. Berkaitan dengan itu, maka lingkungan perlu di kelola secara baik dan benar demi kemajuan dan kesejahteraan rakyat Indonesia. Pengelolaan Lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan dan pengendalian Lingkungan hidup.

Daftar Pustaka
1. Reksohadiprodjo, S., 1988, Modul UT. Ek. Lingkungan, Penerbit Karunika Jakarta.
2. Suparmoko, M., 1995, Ek. Sumber Daya Alam & Lingkungan, Pusat Antar Universitas Studi Ekonomi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
3. Reksohadiprodjo, S., 1998, Ekonomi Lingkungan (Suatu Pengantar), BPFE, Yogyakarta.
4. Sugiharto, T., Ed. April 1999 nomor 1 th VII, Majalah Ilmiah Ekonomi & Komputer, Universitas Gunadarma.

Ecotourism

Pengertian dan Batasan

Ekowisata Istilah “ekowisata” dapat diartikan sebagai perjalanan oleh seorang turis ke daerah terpencil dengan tujuan menikmati dan mempelajari mengenai alam, sejarah dan budaya di suatu daerah, di mana pola wisatanya membantu ekonomi masyarakat lokal dan mendukung pelestarian alam. Para pelaku dan pakar di bidang ekowisata sepakat untuk menekankan bahwa pola ekowisata sebaiknya meminimalkan dampak yang negatif terhadap linkungan dan budaya setempat dan mampu meningkatkan pendapatan ekonomi bagi masyarakat setempat dan nilai konservasi.

Apa yang dimaksud dengan Ecotourism? Dalam bahasa Indonesia istilah ecotourismditerjemahkan menjadi “Ekowisata”, yaitu sejenis pariwisata yang berwawasan lingkungan. Maksudnya, melalui aktiitas yang berkaitan dengan alam, wisatawan diajak melihat alam dari dekat, menikmati keaslian alam dan lingkungannya sehingga membuatnya tergugah untuk mencintai alam. Semuanya ini sering disebut dengan istilah Back-To-Nature.

Berbeda dengan pariwisata yang biasa kita kenal, ekowisata dalam penyelenggaraannya tidak menuntut tersedianya fasilitas akomodasi yang modern atau glamour yang dilengkapi dengan peralatan yang serba mewah atau bangunan artifisial yang berlebihan.

Pada dasarnya, ekowisata dalam penyelenggaraannya dilakukan dengan kesederhanaan, memelihara keaslian alam dan lingkungan, memelihara keaslian seni dan budaya, adat-istiadat, kebiasaan hidup (the way of life), menciptakan ketenangan, kesunyian, memelihara flora dan fauna, serta terpeliharanya lingkungan hidup sehingga tercipta keseimbangan antara kehidupan manusia dengan alam sekitarnya.

Misalnya, Pulau Kotok, salah satu pulau  dalam kelompok Pulau Seribu di Utara Jakarta. Pulau itu ditata sedemikian rupa sehingga kelihatan tidak pernah mendapat sentuhan dunia modern. Di situ tidak ada listrik, tidak ada radio atau TV, bahkan koran dan majalah juga tidak disediakan. Pohon-pohon tidak boleh ditebang sembarangan dan ranting tidak boleh dipatah.

Binatang tidak boleh dibunuh, kalau ada sarang jatuh dengan anak atau telurnya, harus dikembalikan ke tempat semula. Wisarawan yang darang ke sana tidur di rumah-rumah persis seperti rumah rakyat biasa, mandi pakai gayung, WC (sedikit dimodifikasi), kursi dan balai-balai untuk tempat istirahat. Jalan setapak juga tidak diaspal, tetapi diatur secara rapi dan bersih dan pendatang tidak boleh membuang sampah sembarangan.

Jadi, ekowisata bukan jenis pariwisata yang semata-mata menghamburkan uang atau pariwisata glamour, melainkan jenis pariwisata yang dapat meningkatkan pengetahuan, memperluas wawasan, atau mempelajari sesuatu dari alam, flora dan fauna, atau sosial-budaya etnis setempat.

Dalam ekowisata ada empat unsur yang dianggap amat penting, yaitu unsur pro-aktif, kepedulian terhadap pelestarian lingkungan hidup, keterlibatan penduduk lokal, unsur pendidikan. Wisatawan yang datang tidak semata-mata untuk menikmati alam sekitarnya tetapi juga mempelajarinya sebagai peningkatan pengetahuan atau pengalaman.

Emil Salim, mantan Menteri Kependudukan dan Lingkungan hidup dalam Harian Karya edisi hari Jum’at tanggal 12 April 1991 memberi batasan tentang ekowisata sebagai berikut:

Ecotourism adalah pariwisata yang berwawasan lingkungan dan pengembangannya selalu memperhatikan keseimbangan nilai-nilai.

Oleh karena itu, kata Emil Salim, lingkungan alam dan kekayaan budaya adalah aset utama pariwisata Indonesia yang harus dijaga agar jangan sampai rusak atau tercemar.

Entin Supriatin dalam tulisannya berjudul “Ada Lima Unsur Dalam Pengelolaan Ekowisata” yang dimuat dalam Berita Wisata tanggal 21 Oktober 1997 memberikan batasan tentang ekowisata sebagai berikut:

Puposeful travel to natural area to understand the culture and natural history of the environment, taking care not to alter the integrity of the ecosystem, while producing economic opportunities that make the conservation of natural resources beneficial to local people (Ecotourism Society).

Secara bebas batasan itu dapat diartikan sebagai berikut: Ekowisata suatu jenis pariwisata yang kegiatannya semata-mata menikmati aktivitas yang berkaitan dengan lingkungan alam dengan segala bentuk kehidupan dalam kondisi apa adanya dan berkencenderungan sebagai ajang atau sarana lingkungan bagi wisatawan dengan melibatkan masyarakat di sekitar kawasan proyek ekowisata.

Batasan tentang ekowisata oleh beberapa organisasi atau pakar

1. Australian National Ecoutourism Strategy, 1994:

Ekowisata adalah wisata berbasis alam yang berkaitan dengan pendidikan dan pemahaman lingkungan alam dan dikelola dengan prinsip berkelanjutan.

2. Alam A. Leq, Ph.D. The Ecotourism Market in The Asia Pacific Region, 1996:

Ekowisata adalah kegiatan petualangan, wisata alam, budaya, dan alternatif yang mempunyai karakteristik:

  • Adanya pertimbangan yang kuat pada lingkungan dan budaya lokal
  • Kontribusi positif pada lingkungan dan sosial-ekonomi lokal
  • Pendidikan dan pemahaman, baik untuk penyedia jasa maupun pengunjung mengenai konservasi alam dan lingkungan.

3. Hector Cebollos Lascurain, 1987:

Ekowisata adalah wisata ke alam perawan yang relatif belum terjamah atau tercemar dengan tujuan khusus mempelajari, mengagumi, serta perwujudan bentuk budaya yang ada di dalam kawasan tersebut.

4. Linberg and Harkins, The Ecotourism Society, 1993:

Ekowisata adalah wisata alam asli yang bertanggungjawab menghormati dan melestarikan lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan penduduk setempat.

Kalau kita simpulkan dari batasan yang dikemukakan di atas, kita dapat memberikan batasan yang lebih sederhana sebagai berikut:

Ekowisata adalah suatu jenis pariwisata yang berwawasan lingkungan dengan aktivitas melihat, menyaksikan, mempelajari, mengagumi alam, flora dan fauna, sosial-budaya etnis setempat, dan wisatawan yang melakukannya ikut membina kelestarian lingkungan alam di sekitarnya dengan melibatkan penduduk lokal.

Perbedaan batasan antara ekowisata dengan pariwisata “biasa”

Batasan ekowisata hendaknya memiliki ciri khusus dan berbeda dengan batasan tentang pariwisata yang biasa kita kenal. Dalam hal ini kita dapat membedakannnya sebagai berikut:

1. Objek dan atraksi wisata

Baik obyek maupun atraksi yang dilihat adalah yang berkaitan dengan alam atau lingkungan, termasuk di dalamnya alam, flora dan fauna, sosial dan ekonomi, dari budaya masyarakat di sekitar proye yang memiliki unsur-unsur keaslian, langka, keunikan, dan mengagumkan.

2. Keikutsertaan wisatawan

Keikutsertaan seorang wisatawan berkaitan keingintahuan (curiousity), pendidikan (education), kesenangan (hoby), dan penelitian (research) tentang sesuatu yang berkaitan dengan lingkungan sekitar.

3. Keterlibatan penduduk setempat

Adanya keterlibatan penduduk setempat, seperti penyediaan penginapan, barang/kebutuhan, memberikan pelayanan, tanggungjawab memlihara lingkungan, atau bertindak sebagai instruktur atau pemandu.

4. Kemakmuran masyarakat setempat

Proyek pengembangan ekowisata harus dapat meningkatkan kemakmuran masyarakat di sekitar.

5. Kelestarian lingkungan

Proyek pengembangan ekowisata harus sekaligus dapat melestarikan lingkungan, mencegah pencemaran seni dan budaya, menghindari timbulnya gejolak sosial, dan memlihara kenyamanan dan keamanan.

Kebijaksanaan Pengembangan Ekowisata

Kebijaksanaan pengembangan ekowisata dapat dilihat dari ruang lingkup kepentingan nasional, seperti dijelaskan Undang-undang dan peraturan pemerintah yang mengatur kebijaksanaan pengembangan ekowisata sebagai berikut:

  • UU no.4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Lingkungan Hidup
  • Kepmen Parpostel No.KM.98/PW.102/MPPT-1987 tentang Ketentuan Usaha Obyek Wisata.
  • Surat Keputusan Dirjen Pariwisata No.Kep.18/U/11/1988 tentang Pelaksanaan Ketentuan Usaha Obyek Wisata dan Daya Tarik Wisata.
  • Surat Keputusan Bersama Menteri Kehutanan dan Menteri Parpostel No.24/KPTS-11/89 dan No.KM.1/UM.209/MPPT-1998 tentang Peningkatan Koordinasi dua instansi tersebut untuk mengembangkan Obyek Wisata Alam sebagai Obyek Daya Tarik Wisata.
  • UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistem.
  • UU. No.9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan.
  • UU. No.24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruangan.
  • UU No.5 Tahun 1994 tentang Ratifikasi Konservasi Keanekaragaman Hayati.
  • Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1994 tentang Pengelolaan Alam di zona pemanfaatan kawasan pelestarian alam.
  • Peraturan Pemerintah No.67 Tahun 1996 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan.

Pada dasarnya, kebijakasanaan pengembangan ekowisata itu hendaknya dapat berpedoman pada hal-hal yang disebutkan sebagai berikut:

  1. Dalam pembangunan, prasarana dan sarana sangat dianjurkan dilakukan sesuai kebutuhan saja, tidak berlebihan, dan menggunakan bahan-bahan yang terdapat di daerah tersebut.
  2. Diusahakan agar penggunaan teknologi dan fasilitas modern seminimal mungkin.
  3. Pembangunan dan aktivitas dalam proyek dengan melibatkan penduduk lokal semaksimal mungkin dengan tujuan meningkatkan ekonomi masyarakat setempat.
  4. Masyarakat setempat dihimbau agar tetap memelihara adat dan kebiasaan sehari-hari tanpa terpengaruh terhadap kedatangan wisatawan yang berkunjung.

Sebagai pedoman dalam penyelenggaraan atau pengelolaan suatu kawasan untuk dijadikan sebagai kawasan Ekowisata, harus memperhatikan 5 unsur yang dianggap paling menentukan, yaitu:

1. Pendidikan (Education)

Aspek pendidikan merupakan bagian utama dalam mengelola keberadaan manusia, lingkungan, dan akibat yang mungkin ditimbulkan bila terjadi kesalahan atau kekeliruan dalam manajemen pemberdayaan lingkungan.

Misi tersebut tidak mudah karena untuk menjabarkan dalam satu paket wisata seringkali bentrok dengan kepentingan antara perhitungan ekonomi dan terjebak dalam misi pendidikan konservatif yang kaku.

2. Perlindungan atau Pembelaan (Advocasy)

Setiap pengelolaan ekowisata memerlukan integritas kuat karena kadang-kadang nilai pendidikan dari ekowisata sering terjadi salah kaprah. Misalnya, pada Taman Nasional seperti Raflesia di Bengkulu yang memiliki ciri-ciri yang khas atau unik, waktu sedang berkembang dipublikasikan secara gencar sebagai bunga langka yang tidak ada duanya di dunia. Lingkungan di sekitar bunga tersebut ditata sedemikian rupa dengan biaya yang relatif mahal dan berbeda dengan keadaan lingkungan sekitarnya. Tindakan yang membangun infrastruktur secara berlebihan justru akan membuat perlindungan (Advocasy) terhadap bunga tadi menjadi tersamar.

Seharusnya, prasarana yang dibuat hendaknya mampu memberikan nilai-nilai berwawasan lingkungan dan menggunakan bahan-bahan di sekitar obyek itu walau kelihatan sangat sederhana. Dengan cara itu, keaslian dapat dipertahankan karena dengan kesederhanaan itu masyarakat di sekitar kawasan mampu mengelola dan mempertahankan kelestarian alam dengan sendirinya tanpa mengada-ada.

3. Keterlibatan komunitas setempat (Community Involvement)

Dalam pengelolaan kawasan ekowisata, peran serta masyarakat setempat tidak bisa diabaikan. Mereka lebih tahu dari pendatang yang punya proyek karena keterlibatan mereka dalam persiapan dan pengelolaan kawasan sangat diperlukan.

Mereka lebih mengetahui di mana sumber mata air yang banyak, ahli tentang tanaman dan buah-buahan yang bisa dimakan untuk keperluan obat, tahu mengapa binatang pindah tempat pada waktu-waktu tertentu, sangat mengerti mengapa semut berbondong-bondong meninggalkan sarangnya, karena takut banjir yang segera datang, misalnya.

4. Pengawasan (Monitoring)

Kita sangat menyadari bahwa budaya yang berkembang pada masyarakat di sekitar kawasan tidak sama dengan budaya pengelola yang pendatang. Dalam melakukan aktivitas, akan terjadi pergeseran yang lambat laun akan mengakibatkan hilangnya kebudayaan asli. Ini harus diusahakan jangan sampai terjadi.

Oleh karena itu, diperlukan pengawasan (monitoring) yang berkesinambungan sehingga masalah integritas, loyalitas, atau kualitas dan kemampuan untuk mengelola akan sangat menentukan untuk mengurangi dampak yang timbul.

5. Konservasi (Conservation)

Dari kasus itu, baik pengelola maupun wisatawan yang datang berkunjung harus menyadari bahwa tujuan pengembangan ekowisata adalah aspek konservasi bagi suatu kawasan dengan memperhatikan kesejahteraan, kelestarian, dan mempertahankan kelestarian lingkungan kawasan itu sendiri.

Memang diakui bahwa pengelola kawasan ekowisata ibarat memiliki pisau yang harus dilihat dari dua sisi mata pisau itu sendiri. kita menjalankan misi dengan tujuan dua kepentingan yang bertolak belakang satu dengan yang lainnya.

Pada satu sisi kita harus berpedoman pada prinsip ekonomi dengan mencari keuntungan sebesar-besarnya, sedangkan sisi lain kita harus menjalankan misi konservasi yang ketat dengan nilai-nilai perlindungan yang tidak bisa ditawar-tawar. Oleh karena itu, dalam perjalanannya sering terjadi menjurus pada hanya satu sisi, biasanya karena kuatnya pengaruh manajemen yang digariskan pengelola sebagai pengambil kebijaksanaan.

Kriteria Pengembangan Ekowisata

Pengembangan ekowisata memiliki kriteria khusus. Ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan sebagai bahan pertimbangan dalam merumuskan kebijaksanaan pengembangan ekowisata, yang penting diantaranya adalah cara-cara pengelolaan, pengusahaan, penyediaan prasarana dan sarana yang diperlukan.

Atas dasar itu, sifat dan jenis kegiatan yang dilakukan juga harus disesuaikan dengan kriteria tersebut pada setiap kawasan ekowisata. Satu hal yang tidak pernah dilupakan adalah masalah pelestarian lingkungan hidup yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan ekowisata.

Daerah yang biasa dijadikan kawasan ekowisata

Adapun daerah-daerah yang biasa dijadikan kawasan ekowisata, baik di luar negeri maupun dalam negeri adalah:

  1. Daerah atau wilayah yang diperuntukkan sebagai kawasan pemanfaatan berdasarkan rencana pengelolaan pada kawasan seperti Taman Wisata Pegunungan, Taman Wisata Danau, Taman Wisata Pantai, atau Taman Wisata Laut.
  2. Daerah atau zona pemanfaatan pada Kawasan Taman Nasional seperti Kebun Raya Bogor, Hutan Lindung, Cagar Alam, atau Hutan Raya.
  3. Daerah pemanfaatan untuk Wisata Berburu berdasarkan rencana pengelolaan Kawasan Taman Perburuan.

Ketiga jenis daerah atau lokasi pengembangan ekowisata tersebut merupakan lokasi yang boleh dan dapat dimanfaatkan secara intensif untuk pengembangan sarana dan prasarana untuk aktivitas ekowisata. Kriteria lain untuk pengembangan lokasi ekowisata harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

  • Kelayakan pasar dan kapasitas kunjungan.
  • Tersedianya aksesibilitas yang memadai ke daerah tersebut.
  • Potensi yang dimiliki daerah untuk dijadikan kawasan ekowisata.
  • Dapat mendukung pengembangan wilayah lain di daerah tersebut.
  • Memberi peluang bagi pengembangan kegiatan sosial, ekonomi, dan kebudayaan bagi masyarakat setempat.
  • Mempunyai kemungkinan besar untuk saling mendukung pengembangan pariwisata di daerah setempat.
  • Dapat saling mendukung bagi pengembangan pelestarian kawasan hutan bagi daerah tersebut.

Kriteria pemilihan lokasi ekowisata

Masyarakat Ekowisata Indonesia (MEI) memberi kriteria pemilihan lokasi sebagai berikut:

  1. Daerah itu harus memiliki keunikan yang khusus dan tidak terdapat di tempat lain, seperti Kepulauan Nias, Pagai, atau Enggano yang memiliki etnis berbeda dengan suku bangsa lainnya di Indonesia.
  2. Memiliki atraksi seni budaya yang unik dan berbeda dengan suku bangsa lainnya, seperti Badui, Tengger, Toraja, Dayak, Kubu, atau Sakai.
  3. Adanya kesiapan masyarakat setempat untuk berpartisipasi dalam proyek yang akan dibangun.
  4. Peruntukkan kawasan tidak meragukan.
  5. Tersedia sarana akomodasi, rumah makan, dan sarana pendukung lainnya.
  6. Tersedia aksesibilitas yang memadai dan dapat membawa wisatawan dari dan ke kawasan yang akan dikembangkan.

Potensi Ekowisata Indonesia

Indonesia yang memiliki pulau-pulau sebanyak 17.508 ribu pulau merupakan daerah potensial untuk mengembangkan ekowisata karena potensi alam, seni, budaya, dan etnis yang beraneka ragam.

Alamnya yang memiliki banyak gunung, perbukitan, dan danau yang indah, sungau dan riam yang masih perawan, flora dan fauna yang beraneka ragam, menjadikan Indonesia sebagai surganya ekowisata.

Wilson (1988) membaginya dalam tiga bagian yang sangat berkaitan, yaitu:

  • Pertama : Berdasarkan Keanekaragaman Ekosistem.
  • Kedua : Berdasarkan Keanekaragaman Hayati.
  • Ketiga : Berdasarkan Keanekaragaman Genetika yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia

Menurut BAPPENAS dari UNEP tahun 1991, di Indonesia terdapat tidak kurang 49 jenis ekosistem yang berbeda, baik yang alami maupun buatan. Menurut sumber ini, walau Indonesia hanya memiliki luas daratan seluas 1,32% dari seluruh daratan yang ada di dunia, Indonesia memiliki kekayaan yang cukup berlimpah, seperti:

  • 10% jenis tumbuhan berbunga yang terdapat di seluruh dunia
  • 12% binatang menyusui
  • 16% reptilia dan amphibia
  • 17% burung-burung
  • 25% jenis ikan
  • 15% jenis serangga

Sesuai penelitian yang dilakukan oleh MacNeely at all : 1990, dalam dunia binatang atau hewan, Indonesia mempunyai kedudukan yang termasuk istimewa di dunia. Dari 515 janis mamalia besar, 36% endemik, 33% jenis prima, 78% berparuh bengkok, dan 121 jenis kupu-kupu.

Adapun potensi obyek wisata yang dapat dikembangkan untuk ekowisata di Indonesia tidak kurang dari 120 buah yang terdiri dari:

  1. Taman nasional : 31 buah, (12 diantaranya sudah ditetapkan sebagai Taman Nasional, 2 diantaranya sudah ditetapkan sebagai warisan dunia, dan 19 buah lainnya dalam proses penetapan).
  2. Taman Hutan Raya : 9 buah
  3. Taman Wisata Alam : 73 buah
  4. Taman Wisata Laut : 7 buah

Berdasarkan identifikasi Masyarakat Ekowisata Indonesia (MEI), di Indonesia terdapat 61 Daerah Tujuan Ekowisata (DTE) yang dianggap potensial yang terdapat pada beberapa pulau sehingga Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki Mega Diversity yang dijumpai pada pulau:

  • Sumatera : 12 DTE
  • Kalimantan : 1 DTE
  • Jawa : 10 DTE
  • Sulawesi : 8 DTE
  • Bali : 6 DTE
  • Maluku : 4 DTE
  • Nusa Tenggara Barat : 8 DTE
  • Irian Jaya : 6 DTE
  • Nusa Tenggara Timur : 6 DTE

Daerah tujuan ekowisata populer di indonesia

Daerah Tujuan Ekowisata populer yang sekarang banyak dikunjungi orang adalah:

Region National Parks Natural Reserves
Sumatera Way KambasBukit Barisan Selatan

Kerinci Sebelat

Gunung Leuser

Bukit Barisan Siberut
Sulawesi Dumoga BoneRawa Aopa Watumohae

Lore Lindu

Tanjung Panjang Lati Mojong
Jawa Bromo Tengger SemeruGenteng

Ujung Kulon

Gede Pangraro

Sembu Island Nusa Barung Reserve
Nusa Tenggara Komodo Tambora
Maluku Manusela

Prinsip-prinsip Pengembangan Ekowisata

Direktorat Jenderal Pariwisata menggariskan prinsip-prinsip pengembangan ekowisata, sebagai berikut:

  • Kegiatan ekowisata harus bersifat ramah lingkungan, secara ekonomis dapat berkelanjutan dan serasi dengan kondisi sosial dan kebudayaan Daerah Tujuan Ekowisata (DTE)
  • Untuk menjamin konsevasi alam dan keanekaragaman hayati sebagai sumber daya kepariwisataan utama, segenap upaya penting harus dilaksanakan untuk menjamin fungsi dan daya dukung lingkungan agar tetap terjaga.
  • Kegiatan ekowisata yang secara langsung mendukung pada upaya perlindungan alam dan kelestarian keanekaragaman hayati harus dipromosikan.
  • Harus ada tindakan pencegahan untuk menghindari dan meminimalkan dampak negatif keanekaragaman hayati yang disebabkan kegiatan ekowisata.
  • Pengembangan kegiatan ekowisata hendaknya selalu menggunakan teknologi ramah lingkungan.
  • Semua yang terlibat dalam pengelolaan ekowisata, termasuk pemerintah swasta atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) harus bertanggungjawab secara bersama untuk mencapai bentuk ekowisata yang berkelanjutan.
  • Konsep dan kriteria ekowisata berkelanjutan harus dikembangkan dan dikaitkan dengan program pendidikan dan pelatihan untuk pekerja dibidang kepariwisataan.
  • Masyarakat harus diberikan kemudahan untuk memperoleh informasi sebanyak-banyaknya mengenai manfaat perlindungan lingkungan dan konservasi keanekaragaman hayati melalui bentuk ekowisata yang berkelanjutan tadi.

Khodyat, seorang pakar yang banyak memberi perhatian pada Ekowisata mengatakan “Dalam mengembangkan ekowisata seharusnya dilihat sebagai alat peningkatan komunikasi antar makhluk hidup, kesejahteraan, dan kemampuan individu.” Oleh karena itu katanya, “Pengembangan suatu kawasan untuk menjadi obyek ekowisata harus didasarkan pada kebijakan yang dirumuskan dari hasil musyawarah dan mufakat dengan masyarakat setempat.”

Dalam mengembangkan ekowisata, menurut Khodyat, sangat penting kehadiran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), terutama dalam memberdayakan masyarakat setempat melalui pendekatan, penyebaran informasi tentang keuntungan, manfaat, dan dampak negatif yang mungkin muncul dalam pengembangan ekowisata berkelanjutan.

Pendidikan Ekowisata

Pendidikan ekowisata di Indonesia belum ada. Walau di Indonesia sudah banyak sekolah tinggi pariwisata, sampai sekarang (tahun 1999 –red) belum tercantum dalam kurikulumnya. Ekowisata baru disebut-sebut sebagai suatu jenis pariwisata yang berwawasan lingkungan, tetapi mengapa ekowisata belum diajarkan secara luas.

Materi pelajaran ekowisata baru tercantum dalam kurikulum pendidikan perguruan tinggi Biologi, Konservasi, dan Kehutanan, itu pun belum secara luas. Informasi-informasi tentang ekowisata justru lebih banyak ditemukan pada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang memang banyak menaruh perhatian terhadap lingkungan.

Sekarang ini di Indonesia muncul pengusaha-pengusaha swasta yang mengelola kawasan ekowisata. Mereka itu kebanyakan berlatar belakang cenderung mendahulukan bisnisnya daripada memelihara ekosistem, lingkungan, dan ekowisata.

Pendidikan tentang ecotourism yang sudah maju kita temukan Inggris pada Faculty of The Environment di beberapa universitas. Mereka sudah mengantisipasinya sejak awal dengan membuka kursus-kursus singkat dan lama –kelamaan dimasukkan dalam kurikulum beberapa fakultas. Kurikulum untuk ecotourism mencakup lima unsur yang saling berkaitan seperti:

  • Kebijakan Politik Ekonomi Nasional dan Internasional
  • Perencanaan Masalah Konservasi
  • Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
  • Pengorganisasian
  • Praktek Langsung sebagai Pengelola Ekowisata

Dengan mata kuliah yang seimbang antara nilai-nilai konservasi dan aspek-aspek bisnis menghasilkan tenaga pengelola ekowisata untuk level Manager yang mandiri. Lulusannya tersebar di seluruh pelosok kawasan ekowisata di Indonesia.

Mengingat kekayaan alam yang dimiliki Indonesia, kita sekarang harus berpikir dua kali dengan mulai membentuk lembaga pendidikan pariwisata yang sama sekali jauh berbeda dengan seperti yang ada sekarang. kalau pendidikan pariwisata sekarang lebih menjurus pada profesi, maka kita perlu membentuk lembaga pendidikan tinggi pariwisata yang dapat menghasilkan ahli dalam:

  • Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata
  • Pemasaran dan Promosi Pariwisata
  • Riset dan Statistik Pariwisata
  • Ekowisata Pariwisata Alternatif dan Agrowisata
  • Perencanaan Perjalanan Pariwisata
  • Wisata Konvensi
  • Administrasi Perhotelan
  • Pemasaran dan Promosi Perhotelan

Mungkin dapat dimulai dengan membuka kembali jurusan Bina Wisata yang selama ini ditinggalkan karena peminatnya kurang. Kita perlu memberi informasi yang luas, mengapa tenaga-tenaga seperti itu diperlukan?

Kita semua harus dapat menimbulkan minat mahasiswa untuk menghadapi persaingan di abad ke-21, dunia usaha akan memerlukan keahlian-keahlian khusus yang dapat memecahkan masalah sebagai akibat pertumbuhan industri pariwisata yang tidak terkendali.

Istilah-istilah dalam Ekowisata

1. Wisata Alam

Adalah kegiatan perjalanan sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati gejala keunikan dan keindahan alam

2. Pariwisata Alam

Adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata alam, termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata alam serta usaha yang terkait di bidang tersebut.

3. Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam

Adalah sumber daya alam dan tata lingkungan yang menjadi sasaran wisata di taman nasional, taman hutan raya, taman wisata alam, taman buru, taman wisata laut, serta kawasan hutan lainnya.

4. Pengusahaan Pariwisata Alam

Adalah suatu kegiatan untuk menyelenggarakan usaha sarana pariwisata di zona pemanfaatan taman nasional, taman hutan raya, taman wisata alam, berdasarkan rencana pengelolaan.

5. Zona Pemanfaatan Taman Nasional

Adalah bagian dari kawasan Taman Nasional yang dijadikan pusat rekreasi dan kunjungan wisata.

6. Blok Pemanfaatan Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam

Adalah bagian dari Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam yang dijadikan pusat rekreasi dan kunjungan wisata.

7. Rencana Pengelolaan

Adalah suatu rencana yang bersifat umum dalam rangka pengelolaan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam yang disusun menteri kehutanan.

8. Kawasan Pelestarian Alam

Adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

9. Taman Nasional

Adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budi daya pariwisata, dan rekreasi.

10. Taman Hutan Raya

Adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli atau bukan asli yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budi daya, budaya, pariwisata, dan rekreasi.

11. Taman Wisata Alam

Adalah kawasan pelestarian alam yang dimanfaatkan terutama untuk pariwisata dan rekreasi lain.

12. Sarana Pengusaha Pariwisata Alam

Adalah bangunan yang diperuntukkan guna memenuhi kebutuhan kegiatan pariwisata alam.

Prinsip dan kriteria ekowisata berbasis masyarakat

Beberapa aspek kunci dalam ekowisata adalah:

1. Jumlah pengunjung terbatas atau diatur supaya sesuai dengan daya dukung lingkungan dan sosial- budaya masyarakat ( vs mass tourism)

2. Pola wisata ramah lingkungan (nilai konservasi)

3. Pola wisata ramah budaya dan adat setempat (nilai edukasi dan wisata)

4. Membantu secara langsung perekonomian masyarakat lokal (nilai ekonomi)

5. Modal awal yang diperlukan untuk infrastruktur tidak besar (nilai partisipasi masyarakat dan ekonomi).

Ekowisata berbasis masyarakat (community- based ecotourism) Wisata Barunya JOGJA Wisata Barunya JOGJA Pola ekowisata berbasis masyarakat adalah pola pengembangan ekowisata yang mendukung dan memungkinkan keterlibatan penuh oleh masyarakat setempat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengelolaan usaha ekowisata dan segala keuntungan yang diperoleh. Ekowisata berbasis masyarakat merupakan usaha ekowisata yang menitikberatkan peran aktif komunitas.

Hal tersebut didasarkan kepada kenyataan bahwa masyarakat memiliki pengetahuan tentang alam serta budaya yang menjadi potensi dan nilai jual sebagai daya tarik wisata, sehingga pelibatan masyarakat menjadi mutlak. Pola ekowisata berbasis masyarakat mengakui hak masyarakat lokal dalam mengelola kegiatan wisata di kawasan yang mereka miliki secara adat ataupun sebagai pengelola. Ekowisata berbasis masyarakat dapat menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat setempat, dan mengurangi kemiskinan, di mana penghasilan ekowisata adalah dari jasa-jasa wisata untuk turis: fee pemandu; ongkos transportasi; homestay; menjual kerajinan, dll.

Ekowisata membawa dampak positif terhadap pelestarian lingkungan dan budaya asli setempat yang pada akhirnya diharapkan akan mampu menumbuhkan jati diri dan rasa bangga antar penduduk setempat yang tumbuh akibat peningkatan kegiatan ekowisata. Dengan adanya pola ekowisata berbasis masyarakat bukan berarti bahwa masyarakat akan menjalankan usaha ekowisata sendiri. Tataran implementasi ekowisata perlu dipandang sebagai bagian dari perencanaan pembangunan terpadu yang dilakukan di suatu daerah. Untuk itu, pelibatan para pihak terkait mulai dari level komunitas, masyarakat, pemerintah, dunia usaha dan organisasi non pemerintah diharapkan membangun suatu jaringan dan menjalankan suatu kemitraan yang baik sesuai peran dan keahlian masing-masing.

Beberapa aspek kunci dalam ekowisata berbasis masyarakat adalah:

1. Masyarakat membentuk panitia atau lembaga untuk pengelolaan kegiatan ekowisata di daerahnya, dengan dukungan dari pemerintah dan organisasi masyarakat (nilai partisipasi masyarakat dan edukasi)

2. Prinsip local ownership (=pengelolaan dan kepemilikan oleh masyarakat setempat) diterapkan sedapat mungkin terhadap sarana dan pra-sarana ekowisata, kawasan ekowisata, dll ( nilai partisipasi masyarakat)

3. Homestay menjadi pilihan utama untuk sarana akomodasi di lokasi wisata (nilai ekonomi dan edukasi)

4. Pemandu adalah orang setempat (nilai partisipasi masyarakat)

5. Perintisan, pengelolaan dan pemeliharaan obyek wisata menjadi tanggung jawab masyarakat setempat, termasuk penentuan biaya (=fee) untuk wisatawan (nilai ekonomi dan wisata).

Ekowisata dan konservasi Sejak 1970an, organisasi konservasi mulai melihat ekowisata sebagai alternatif ekonomi yang berbasis konservasi karena tidak merusak alam ataupun tidak “ekstraktif” dengan berdampak negatif terhadap lingkungan seperti penebangan dan pertambangan. Ekowisata juga dianggap sejenis usaha yang berkelanjutan secara ekonomi dan lingkungan bagi masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar kawasan konservasi. Namun agar ekowisata tetap berkelanjutan, perlu tercipta kondisi yang memungkinkan di mana masyarakat diberi wewenang untuk mengambil keputusan dalam pengelolaan usaha ekowisata, mengatur arus dan jumlah wisatawan, dan mengembangkan ekowisata sesuai visi dan harapan masyarakat untuk masa depan. Ekowisata dihargai dan dkembangkan sebagai salah satu program usaha yang sekaligus bisa menjadi strategi konservasi dan dapat membuka alternatif ekonomi bagi masyarakat. Dengan pola ekowisata, masyarakat dapat memanfaatkan keindahan alam yang masih utuh, budaya, dan sejarah setempat tanpa merusak atau menjual isinya.

Sarana dan penyediaan jasa pendukung dalam mengembangkan ekowisata yang bernilai konservasi dan ekonomi tinggi Industri parawisata adalah industri yang diperkirakan akan terus berkembang, dan nuansa alam dalam industri ini akan semakin jauh meningkat. Ekowisata dapat menciptakan nilai ekonomis bagi kawasan- kawasan konservasi. Agar bisnis ekowisata dapat menguntungkan sebagai mana yang diharapkan, beberapa kondisi harus diciptakan, yaitu antara lain:

1. Meningkatkan dan menambah sarana prasarana pendukung serta mendorong terbuka dan terhubungnya akses ke/dari dan antar daerah tujuan ekowisata tanpa merusak aset utama ekowisata yaitu alam yang asli melalui peningkatan dan optimalisasi jalur transportasi udara.

2. Mendorong kebijakan pemerintah Indonesia di bidang keimigrasian di daerah tujuan ekowisata yang terletak di perbatasan, khususnya di daerah Heart of Borneo. IV. Memahami pemasaran produk ekowisata Ada dua aspek yang sangat terkait dan perlu dibahas secara bersamaan jika ingin mengembangkan ekowisata berbasis masyarakat sebagai satu usaha yang berhasil.Usaha harus layak secara ekonomi, menghasilkan pendapatan yang signifikan untuk masyarakat setempat, dan dikelola secara profesional. Kemudian, usaha tersebut perlu adil, bermanfaat buat masyarakat lokal sebagai mitra utama, dan mendukung konservasi secara nyata.

Dalam mengembangkan pemasaran, strategi pencitraan (branding) dan promosi untuk produk ekowisata sangat penting, melalui:

1. Mengikuti kegiatan promosi dan pemasaran berskala internasional

2. Melakukan survei pasar secara berkala untuk mengetahui dinamika pasar

3. Mengidentifikasi target pasar untuk produk ekowisata yang dikembangkan

4. Menyelenggarakan promosi secara khusus (fam trip, media trip, dll.)

5. Membuka dan menjalin hubungan terbuka dengan pihak swasta dan mendorong adanya kesepakatan antara organisasi masyarakat dengan tour operator.

Prinsip-prinsip pengembangan ekowisata berbasis masyarakat dan konservasi

1. Keberlanjutan Ekowisata dari Aspek Ekonomi, Sosial dan Lingkungan (prinsip konservasi dan partisipasi masyarakat) Ekowisata yang dikembangkan di kawasan konservasi adalah ekowisata yang “HIJAU dan ADIL” (Green& Fair) untuk kepentingan pembangunan berkelanjutan dan konservasi, yaitu sebuah kegiatan usaha yang bertujuan untuk menyediakan alternatif ekonomi secara berkelanjutan bagi masyarakat di kawasan yang dilindungi, berbagi manfaat dari upaya konservasi secara layak (terutama bagi masyarakat yang lahan dan sumberdaya alamnya berada di kawasan yang dilindungi), dan berkontribusi pada konservasi dengan meningkatkan kepedulian dan dukungan terhadap perlindungan bentang lahan yang memiliki nilai biologis, ekologis dan nilai sejarah yang tinggi. Kriteria:

  • Prinsip daya dukung lingkungan diperhatikan dimana tingkat kunjungan dan kegiatan wisatawan pada sebuah daerah tujuan ekowisata dikelola sesuai dengan batas-batas yang dapat diterima baik dari segi alam maupun sosial-budaya
  • Sedapat mungkin menggunakan teknologi ramah lingkungan (listrik tenaga surya, mikrohidro, biogas, dll.)
  • Mendorong terbentuknya ”ecotourism conservancies” atau kawasan ekowisata sebagai kawasan dengan peruntukan khusus yang pengelolaannya diberikan kepada organisasi masyarakat yang berkompeten

2. Pengembangan institusi masyarakat lokal dan kemitraan (Prinsip partisipasi masyarakat) Aspek organisasi dan kelembagaan masyarakat dalam pengelolaan ekowisata juga menjadi isu kunci: pentingnya dukungan yang profesional dalam menguatkan organisasi lokal secara kontinyu, mendorong usaha yang mandiri dan menciptakan kemitraan yang adil dalam pengembangan ekowisata.

Beberapa contoh di lapangan menunjukan bahwa ekowisata di tingkat lokal dapat dikembangkan melalui kesepakatan dan kerjasama yang baik antara Tour Operator dan organisasi masyarakat (contohnya: KOMPAKH, LSM Tana Tam). Peran organisasi masyarakat sangat penting oleh karena masyarakat adalah stakeholder utama dan akan mendapatkan manfaat secara langsung dari pengembangan dan pengelolaan ekowisata. Koordinasi antar stakeholders juga perlu mendapatkan perhatian. Salah satu model percontohan organisasi pengelolaan ekowisata yang melibatkan semua stakeholders termasuk, masyarakat, pemerintah daerah, UPT, dan sektor swasta, adalah ”Rinjani Trek Management Board.”

Terbentuknya Forum atau dewan pembina akan banyak membantu pola pengelolaan yang adil dan efektif terutama di daerah di mana ekowisata merupakan sumber pendapatan utama bagi masyarakat setempat. Kriteria:

  •  Dibangun kemitraan antara masyarakat dengan Tour Operator untuk memasarkan dan mempromosikan produk ekowisata; dan antara lembaga masyarakat dan Dinas Pariwisata dan UPT
  • Adanya pembagian adil dalam pendapatan dari jasa ekowisata di masyarakat
  • Organisasi masyarakat membuat panduan untuk turis. Selama turis berada di wilayah masyarakat, turis/tamu mengacu pada etika yang tertulis di dalam panduan tersebut.
  • Ekowisata memperjuangkan prinsip perlunya usaha melindungi pengetahuan serta hak atas karya intelektual masyarakat lokal, termasuk: foto, kesenian, pengetahuan tradisional, musik, dll.

3. Ekonomi berbasis masyarakat (Prinsip partisipasi masyarakat) Homestay adalah sistem akomodasi yang sering dipakai dalam ekowisata. Homestay bisa mencakup berbagai jenis akomodasi dari penginapan sederhana yang dikelola secara langsung oleh keluarga sampai dengan menginap di rumah keluarga setempat. Homestay bukan hanya sebuah pilihan akomodasi yang tidak memerlukan modal yang tinggi, dengan sistem homestay pemilik rumah dapat merasakan secara langsung manfaat ekonomi dari kunjungan turis, dan distribusi manfaat di masyarakat lebih terjamin. Sistem homestay mempunyai nilai tinggi sebagai produk ekowisata di mana soerang turis mendapatkan kesempatan untuk belajar mengenai alam, budaya masyarakat dan kehidupan sehari-hari di lokasi tersebut. Pihak turis dan pihak tuan rumah bisa saling mengenal dan belajar satu sama lain, dan dengan itu dapat menumbuhkan toleransi dan pemahaman yang lebih baik. Homestay sesuai dengan tradisi keramahan orang Indonesia.

Dalam ekowisata, pemandu adalah orang lokal yang pengetahuan dan pengalamannya tentang lingkungan dan alam setempat merupakan aset terpenting dalam jasa yang diberikan kepada turis. Demikian juga seorang pemandu lokal akan merasakan langsung manfaat ekonomi dari ekowisata, dan sebagai pengelola juga akan menjaga kelestarian alam dan obyek wisata. Kriteria:

1. Ekowisata mendorong adanya regulasi yang mengatur standar kelayakan homestay sesuai dengan kondisi lokasi wisata

2. Ekowisata mendorong adanya prosedur sertifikasi pemandu sesuai dengan kondisi lokasi wisata

3. Ekowisata mendorong ketersediaan homestay

4. Ekowisata dan tour operator turut mendorong peningkatan pengetahuan dan keterampilan serta perilaku bagi para pelaku ekowisata terutama masyarakat 4.

Prinsip Edukasi: Ekowisata memberikan banyak peluang untuk memperkenalkan kepada wisatawan tentang pentingnya perlindungan alam dan penghargaan terhadap kebudayaan lokal. Dalam pendekatan ekowisata, Pusat Informasi menjadi hal yang penting dan dapat juga dijadikan pusat kegiatan dengan tujuan meningkatkan nilai dari pengalaman seorang turis yang bisa memperoleh informasi yang lengkap tentang lokasi atau kawasan dari segi budaya, sejarah, alam, dan menyaksikan acara seni, kerajinan dan produk budaya lainnya. Kriteria:

1. Kegiatan ekowisata mendorong masyarakat mendukung dan mengembangkan upaya konservasi

2. Kegiatan ekowisata selalu beriringan dengan aktivitas meningkatkan kesadaran masyarakat dan mengubah perilaku masyarakat tentang perlunya upaya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya

3. Edukasi tentang budaya setempat dan konservasi untuk para turis/tamu menjadi bagian dari paket ekowisata

4. Mengembangkan skema di mana tamu secara sukarela terlibat dalam kegiatan konservasi dan pengelolaan kawasan ekowisata selama kunjungannya (stay & volunteer).

5. Pengembangan dan penerapan rencana tapak dan kerangka kerja pengelolaan lokasi ekowisata (prinsip konservasi dan wisata) .

Dalam perencanaan kawasan ekowisata, soal daya dukung (=carrying capacity) perlu diperhatikan sebelum perkembanganya ekowisata berdampak negative terhadap alam (dan budaya) setempat. Aspek dari daya dukung yang perlu dipertimbangkan adalah: jumlah turis/tahun; lamanya kunjungan turis; berapa sering lokasi yang “rentan” secara ekologis dapat dikunjungi; dll. Zonasi dan pengaturannya adalah salah satu pendekatan yang akan membantu menjaga nilai konservasi dan keberlanjutan kawasan ekowisata. Kriteria:

1. Kegiatan ekowisata telah memperhitungkan tingkat pemanfaatan ruang dan kualitas daya dukung lingkungan kawasan tujuan melalui pelaksanaan sistem zonasi dan pengaturan waktu kunjungan

2. Fasilitas pendukung yang dibangun tidak merusak atau didirikan pada ekosistem yang sangat unik dan rentan

3. Rancangan fasilitas umum sedapat mungkin sesuai tradisi lokal, dan masyarakat lokal terlibat dalam proses perencanaan dan pembangunan

4. Ada sistem pengolahan sampah di sekitar fasilitas umum.

5. Kegiatan ekowisata medukung program reboisasi untuk menyimbangi penggunaan kayu bakar untuk dapur dan rumah

6. Mengembangkan paket-paket wisata yang mengedepankan budaya, seni dan tradisi lokal.

7. Kegiatan sehari-hari termasuk panen, menanam, mencari ikan/melauk, berburu dapat dimasukkan ke dalam atraksi lokal untuk memperkenalkan wisatawan pada cara hidup masyarakat dan mengajak mereka menghargai pengetahuan dan kearifan lokal.

Ekowisata merupakan suatu konsep pariwisata yang mencerminkan wawasan lingkungan dan mengikuti kaidah-kaidah keseimbangan dan kelestarian lingkungan. Secara umum pengembangan ekowisata harus dapat meningkatkan kualitas hubungan antar manusia, meningkatkan kualitas hidup masyarakat setempat dan menjaga kualitas lingkungan. Unsur-unsur Pengembangan Ekowisata Pengembangan ekowisata sangat dipengaruhi oleh keberadaan unsur-unsur yang harus ada dalam pengembangan itu sendiri, yaitu:

1. Sumber daya alam, peninggalan sejarah dan budaya Kekayaan keanekaragaman hayati merupakan daya tarik utama bagi pangsa pasar ekowisata sehingga kualitas, keberlanjutan dan pelestarian sumber daya alam, peninggalan sejarah dan budaya menjadi sangat penting untuk pengembangan ekowisata. Ekowisata juga memberikan peluang yang sangat besar untuk mempromosikan pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia di tingkat internasional, nasional maupun lokal.

2. Masyarakat Pada dasarnya pengetahuan tentang alam dan budaya serta daya tarik wisata kawasan dimiliki oleh masyarakat setempat. Oleh karena itu pelibatan masyarakat menjadi mutlak, mulai dari tingkat perencanaan hingga pada tingkat pengelolaan.

3. Pendidikan Ekowisata meningkatkan kesadaran dan apresiasi terhadap alam, nilai-nilai peninggalan sejarah dan budaya. Ekowisata memberikan nilai tambah kepada pengunjung dan masyarakat dalam bentuk pengetahuan dan pengalaman. Nilai tambah ini mempengaruhi perubahan perilaku dari pengunjung, masyarakat dan pengembang pariwisata agar sadar dan lebih menghargai alam, nilai-nilai peninggalan sejarah dan budaya.

4. Pasar Kenyataan memperlihatkan kecendrungan meningkatnya permintaan terhadap produk ekowisata baik di tingkat internasional dan nasional. Hal ini disebabkan meningkatnya promosi yang mendorong orang untuk berperilaku positif terhadap alam dan berkeinginan untuk mengunjungi kawasan- kawasan yang masih alami agar dapat meningkatkan kesadaran, penghargaan dan kepeduliannya terhadap alam, nilai-nilai sejarah dan budaya setempat.

5. Ekonomi Ekowisata memberikan peluang untuk mendapatkan keuntungan bagi penyelenggara, pemerintah dan masyarakat setempat, melalui kegiatan-kegiatan yang non ekstraktif, sehingga meningkatkan perekonomian daerah setempat. Penyelenggaraan yang memperhatikan kaidah-kaidah ekowisata mewujudkan ekonomi berkelanjutan.

6. Kelembagaan Pengembangan ekowisata pada mulanya lebih banyak dimotori oleh Lembaga Swadaya Masyarakat, pengabdi masyarakat dan lingkungan. Hal ini lebih banyak didasarkan pada komitmen terhadap upaya pelestarian lingkungan, pengembangan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat secara berkelanjutan. Namun kadang kala komitmen tersebut tidak disertai dengan pengelolaan yang baik dan profesional, sehingga tidak sedikit kawasan ekowisata yang hanya bertahan sesaat. Sementara pengusaha swasta belum banyak yang tertarik menggarap bidang ini, karena usaha seperti ini dapat dikatakan masih relatif baru dan kurang diminati karena harus memperhitungkan social cost dan ecological-cost dalam pengembangannya.

Masalah yang mendasar adalah bagaimana membangun pengusaha yang berjiwa pengabdi masyarakat dan lingkungan atau lembaga pengabdi masyarakat yang berjiwa pengusaha yang berwawasan lingkungan. Pilihan kedua, yaitu mengembangkan lembaga pengabdi masyarakat yang berjiwa pengusaha berwawasan lingkungan dilihat lebih memungkinkan, dengan cara memberikan pelatihan manajemen dan profesionalisme usaha. Untuk hal ini diperlukan bentuk kerja sama dan kemitraan yang nyata yang bersifat lintas sektor, baik ditingkat lokal, nasional, bahkan jika memungkinkan tingkat internasional, secara sinergis saling menguntungkan, tidak bersifat eksploitatif, adil dan transparan dengan pembagian tugas yang jelas.

Aktualisasi dari kerja sama ini, juga dimungkinkan bagi daerah yang akan mengembangkan Daerah Tujuan Ekowisata dengan memanfaatkan potensi Taman Wisata Alam dan Taman Nasional yang ada di wilayahnya. Pemerintah daerah setempat dapat memprakarsai pembentukan suata “Badan” (“board”) yang akan mengelola ekowisata secara profesional. Prinsip-Prinsip Pengembangan Ekowisata Dalam pengembangan ekowisata perlu diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Konservasi Pemanfaatan keanekaragaman hayati tidak merusak sumber daya alam itu sendiri. Relatif tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan kegiatannya bersifat ramah lingkungan. Dapat dijadikan sumber dana yang besar untuk membiayai pembangunan konservasi. Dapat memanfaatkan sumber daya lokal secara lestari. Meningkatkan daya dorong yang sangat besar bagi pihak swasta untuk berperan serta dalam program konservasi. Mendukung upaya pengawetan jenis.

2. Pendidikan Meningkatkan kesadaran masyarakat dan merubah perilaku masyarakat tentang perlunya upaya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

3. Ekonomi Dapat memberikan keuntungan ekonomi bagi pengelola kawasan, penyelenggara ekowisata dan masyarakat setempat. Dapat memacu pembangunan wilayah, baik di tingkat lokal, regional mapun nasional. Dapat menjamin kesinambungan usaha. Dampak ekonomi secara luas juga harus dirasakan oleh kabupaten/kota, propinsi bahkan nasional.

4. Peran Aktif Masyarakat Membangun hubungan kemitraan dengan masyarakat setempat Pelibatan masyarakat sekitar kawasan sejak proses perencanaan hingga tahap pelaksanaan serta monitoring dan evaluasi. Menggugah prakarsa dan aspirasi masyarakat setempat untuk pengembangan ekowisata. Memperhatikan kearifan tradisional dan kekhasan daerah setempat agar tidak terjadi benturan kepentingan dengan kondisi sosial budaya setempat. Menyediakan peluang usaha dan kesempatan kerja semaksimal mungkin bagi masyarakat sekitar kawasan.

5. Wisata Menyediakan informasi yang akurat tentang potensi kawasan bagi pengunjung. Kesempatan menikmati pengalaman wisata dalam lokasi yang mempunyai fungsi konservasi. Memahami etika berwisata dan ikut berpartisipasi dalam pelestarian lingkungan. Memberikan kenyamanan dan keamanan kepada pengunjung.

Pengendalian Kerusakan Keanekaragaman Hayati. Dalam rangka pengendalian kerusakan keanekaragaman hayati terdapat beberapa aspek yang harus diperhatikan, antara lain:

1. Aspek Pencegahan Menguragi dampak negatif dari kegiatan ekowisata dengan cara: Pemilihan lokasi yang tepat (menggunakan pendekatan tata ruang) Rancangan pengembangan lokasi yang sesuai dengan daya dukung dan daya tampung. Rancangan atraksi/kegiatan yang sesuai denan daya dukung kawasan dan kerentanan. Merubah sikap dan perilaku stakeholder, mulai dari pengelola kawasan, penyelenggara ekoturisme (tour operator) serta wisatawan itu sendiri. Memilih Segmen Pasar yang sesuai.

2. Aspek Penanggulangan Menyeleksi pengunjung termasuk jumlah pengunjung yang diperkenankan dan minat kegiatan yang diperkenankan (control of visitor). Menentukan waktu kunjungan Mengembangkan pengelolaan kawasan (rancangan, peruntukan, penyediaan fasilitas) melalui pengembangan sumber daya manusia, peningkatan nilai estitika serta kemudahan akses kepada fasilitas.

3. Aspek Pemulihan Menjamin mekanisme pengembalian keuntungan ekowisata untuk pemeliharaan fasilitas dan rehabilitasi kerusakan lingkungan. Peningkatan kesadaran pengunjung, pengelola dan penyedia jasa ekowisata.

sumber :

https://studipariwisata.com/analisis/ecotourism-pariwisata-berwawasan-lingkungan/

https://tomiaecologytourism.wordpress.com/

Create a website or blog at WordPress.com

Up ↑